Minggu, 22 September 2013

Ke Gombong Taklukkan Benteng Van Der Wijck

Benteng merupakan bangunan terkonsep untuk pertahanan dari serangan tentara musuh. Namun dengan makin majunya teknologi peralatan perang, kehadiran benteng tidak efektif lagi sehingga banyak berubah fungsi. Ada yang dijadikan museum dan perpustakaan seperti Benteng Rotterdam di Makasar, Sulawesi Selatan, ada pula yang dimanfaatkan untuk tempat rekreasi seperti Benteng Van der Wijck di Gombong, Jawa Tengah. Namun semuanya tetap banyak dikunjungi orang baik untuk pembelajaran maupun rekreasi.

Dengan tujuan dua-duanya, kali ini kita berwisata ke Gombong mengunjungi Benteng Van Der Wijck mengikuti rombongan Balai Konservasi Disparbud DKI Jakarta. Untuk mengejar waktu rombongan berjumlah 40-an orang itu terbang dulu ke Yogyakarta. Dengan satu bus wisata, rombongan yang terdiri dari para insinyur sipil, arsitek dan arkeolog itu mengambil jalan darat balik ke arah barat, lewat Kebumen sampai ke Gombong. Tak jauh dari stasiun KA belok ke utara, sampailah ke tempat yang dituju, yaitu satu kompleks markas dan perumahaan TNI AD yang dahulunya dikenal sebagai tempat pendidikan militer, Sekolah Calon Bintara (Secaba) sejak zaman Belanda. Konon Jenderal Soeharto almarhum, mantan presiden RI pernah berlatih di benteng ini.

Dari jauh sudah terlihat bangunan bertingkat dengan tinggi hampir 10 meter. Di atas atapnya nongkrong kereta odong-odong sedang menunggu wisatawan yang ingin berkeliling melihat pemandangan dan ujud benteng secara utuh. Unik.
Di gapura masuk bangunan itu terpampang ucapan “Selamat Datang di Benteng Van Der Wijck”. Terbaca pula papan informasi “Saya dibangun tahun 1818.” Melihat nama dan angka tahun tersebut dapat ditebak pembangunnya pemerintah Belanda.
Nama itu sendiri mengingatkan kita pada buku sastra karangan ulama dan sastrawan Indonesia tersohor Buya HAMKA dengan judul Tenggelamnya Kapal Van der Wijck. Buku roman itu bercerita tentang rasa cinta dua tokoh berlainan jenis yang kental dengan adat budaya Minangkabau dan Bugis. Bagi pelajar SMA jurusan budaya di dekade 1950 sampai 1970-an, buku itu menjadi buku wajib.
Dari atas terlihat bangunan itu berbentuk segi delapan atau heksagon, dengan tengahnya halaman luas. Benteng dua lantai tersebut luasnya 3606,625m2 tiap lantai, tinggi keseluruhan 9,67 m, ditambah cerobong 3,33 m. Terdapat 16 barak dengan ukuran masing-masing 7,5 x 11,32 m. Bangunan dengan struktur batu bata itu tampak kokoh walaupun di sana sini ada yang terkelupas kulit floornya.

Drs Candrian Attahiyat pimpinan Balai Konservasi selaku arkeolog dan sesama arkeolog yang lain seperti Ninik Maruto menilai benteng Van Der Wijck sebagai bangunan cagar budaya cukup terpelihara. Dalam pengembangannya dibangun beberapa gazebo atau pondok untuk melhat pemandangan sekililing. Sayangnya letaknya terlalu dekat dengan sosok benteng tersebut. “Biar lebih bagus, gazebo-gazebo itu harusnya dibangun agak jauh. Seperti dulu gazebo di Pulau Bidadari, Kepulauan Seribu terlalu dekat dengan Benteng Martello. Tapi sekarang sudah dibongkar dan dibangun kembali jauh dari bangunan kuno tersebut. Jadi lebih bagus,” ujarnya.
Hal itu diakui Budiarto yang meskipun orang awam tetapi menilai tidak selayaknya gazebo atapnya menempel benteng sebagai obyek wisata itu sendiri. Lalu bagaimana cara mengamatinya? Harus ada jarak yang cukup agar nyaman untuk memandang.
Benteng persegi delapan yaang dibangun tahun 1827 itu kini telah menjadi wisata keluarga. Sambil naik kereta yang berjalan di atas benteng akan terlihat kemegahan benteng dan keindahan alam di sekitarnya. Terlihat lapangan Turangga Seta, tempat berlatihnya siswa secata Gombong. Memang menurut riwayat, benteng seluas 7.168 M itu dulunya selain berfungsi sebagai markas pertahanan Belanda juga sebagai tempat pendidikan militer. Bahkan mantan presiden Soeharto juga pernah berlatih di sana.
Di bagian luar benteng, tepatnya di depan gerbang masuk sebelah selatan terdapat kolam renang Tirta Manggala, adalah kolam renang kuno peninggalan Belanda. Kolam renang itu sering dipakai berlatih tentara, tapi juga terbuka untuk umum, bahkan berbagai sekolah di Gombong melaksanakan ekstrakurikuler renang di Tirta Manggala. Masyarakat sekitar menyebut kolam renang Tirta Manggala dengan nama Slembat, entah dari bahasa mana dan apa artinya saya tidak tahu. Kolam renang itu jaman dulu terkenal dengan keangkerannya. Tapi semenjak benteng Van Der Wijck direnovasi dan menjadi tempat wisata, kolam renang yang dulunya seram dan tidak terawat menjadi bagus dan hilang kesan angkernya.
 


menjadi ajang rekreasi sehingga menjadi dayat tarik pariwisata. Ditulus tahun 2006
Dibangun pada abad ke XVIII oleh Belanda untuk pertahanan, dan bahkan kadang-kadang untuk menyerang.
Nama benteng ini diambil dari VAN DER WIJCK, nama yang terpampang pada pintu sebelah kanan, kemungkinan nama komandan pada saat itu.
Mudah dicapai dari pusat Kota Gombong. Benteng ini kadang dihubungkan dengan nama FRANS DAVID COCHIUS (1787 – 1876), seorang Jenderal yang bertugas di daerah barat Bagelen yang namanya diabadikan menjadi Benteng GENERAAL COCHIUS.
Selanjutnya Benteng pertahanan ini digunakan untuk sekolah militer.
Setelah direnovasi menjadi tempat wisata, area ini dilengkapi dengan taman, kolam renang dan arena permainan anak-anak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar