Minggu, 10 November 2013

Pengalaman Berpuasa di Kutub Utara dan Negeri Ginseng (3)

Berpuasa di Korea Selatan banyak godaan

Lain lagi dengan beribadah puasa Ramadhan di Korea Selatan yang dialami Drs Tatang Suhenda, PNS Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta. Tatang baru saja pulang dari tugas belajar di Negeri Ginseng akhir tahun 2010 yang lalu. Selama 6 bulan sejak Juni 2010 ia tinggal di Wegi Dong, suatu kawasan permukiman di kota Seoul. Program belajar di negeri ginseng ini sangat padat. Pagi Tatang kuliah di Kyung Hee University, sedang sore harinya ia belajar di National Theater of Korea.

“Saya tinggal bersama para mahasiswa dari negara-negara lain yang seluruhnya berjumlah 14 orang. Dari jumlah itu hanya 5 orang yang muslim,” tutur Tatang di bulan Rajab 1432 Hijriah di kantornya. Kepada buletin Masjid Darul Arqam, Tatang menuturkan lagi, lima orang itu yang Indonesia hanya dia sendiri, sedangkan lainnya seorang dari Pakistan dan tiga orang dari Uzbekistan.

Ramadhan 1431 Hijriah yang lalu bertepatan dengan bulan Agustus 2010, Korea sedang akhir musim panas. Berarti peredaran matahari lebih lama di belahan bumi utara ini. Karena itu lama puasa pun lebih panjang. Imsak pukul 03.12 dan 10 menit kemudian sudah masuk Subuh, sehingga dimulailah menahan lapar dan dahaga serta hawa nafsu. Buka puasa saat matahari terbenam yang baru terjadi pukul 19.30 waktu setempat.
“Lamanya berpuasa tiap hari tidak menjadi masalah. Yang berat bagi saya adalah panas dan paha. Sebab banyak mahasiswi dan wanita membiarkan pahanya terbuka dengan bercelana hotpant karena udaranya panas,” kata Tatang.

Tausiah, atau siraman rohani maupun informasi imsakiyah selama bulan Ramadhan cukup memadai sebab mudah didapat dari Ikatan Keluarga Muslim Indonesia (IKMI) di Korea yang membuka situs yang dapat dikunjungi setiap saat di internet. Bila ingin sholat di masjid juga tidak sulit. Sebab di Seoul juga ada masjid besar yang berkapasitas 1000 jemaah yang letaknya di kawasan Itaewon.

“Itaewon ini kalau di Jakarta seperti kawasan Jalan Jaksa,” kata Tatang. Jadi penuh dengan wisatawan mandiri dari berbagai negara yang menginap cukup lama di tempat itu. Wilayahnya pun seperti terbagi-bagi menurut komunitasnya. Sebelah barat yang ada masjidnya banyak dihuni kaum muslimin dari berbagai negara. Sedangkan di wilayah utara kebanyakan tempat bermukimnya kelompok bangsa asing yang non muslim, sementara sebelah timur banyak dihuni warga asli Korea.


Setiap sholat Jumat jemaahnya cukup banyak di masjid itu. Khotib masjid Itaewon membawakan khotbahnya dengan dua bahasa yaitu bahasa Inggeris dan bahasa Korea. Imam masjid ini seorang ulama dari Pulau Moro, Philipina Selatan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar