Jauh berjalan banyak yang dilihat.
Perjalanan kita kali ini menuju Kabupaten Blitar untuk melihat
tempat-tempat bersejarah dan panorama indah, baik di lereng dan
kaki Gunung Kelud, aliran kali Brantas maupun pantai selatannya.
Kota Blitar sendiri yang dikenal sebagai tempat peristirahatan
terakhir presiden pertama RI , Ir.H. Soekarno banyak pula dikunjungi
wisatawan dari berbagai penjuru tanah air bahkan mancanegara.
Namun kita tidak ke kotanya melainkan
langsung ke wilayah kabupaten Blitar yang masih banyak peninggalan
sejarah Kerajaan Daha, Singhasari maupun Majapahit. Peninggalan
sejarah tersebut di antaranya Candi Sawentar di Kecamatan Kanigoro,
Candi Plumbangan di Kecamatan Doko,Candi Simping di Sumberjati dan
Candi Penataran di Kecamatan Nglegok, yang masih terawat dengan
baik dan banyak dikunjungi wisatawan.
Ke candi yang disebutkan terakhir
itulah kita berkunjung. Dari stasiun kereta api atau terminal bus
Blitar kita naik mobil ke arah utara sejauh 15 km melalui komplek
Makam Bung Karno. Sesampai di jalan mendaki setelah melewati kantor
Kecamatan Nglegok ada pertigaan , kita belok kiri. Di hadapan kita
ada gapura dan pos retribusi parkir Kawasan Wisata Penataran. Dari
perparkiran jalan kaki melalui deretan pedagang cinderamata. Masuk
halaman kompleks percandian kita harus turun dulu hanya beberapa
langkah di parit kering kemudian naik lagi tangga untuk menapak ke
halaman yang luasnya sekitar 1,3 hektar. Ini merupakan kompleks
percandian terluas di Jawa Timur selain Trowulan, Mojokerto.
Terlihat hamparan sisa bangunan dari
batu andesit dan sisa-sisa fondasi dari batu bata merah, diikuti
beberapa bangunan candi, ada yang utuh, tanpa badan candi maupun
tanpa bagian atasnya. Juga banyak berdiri arca-arca serta dinding
batu berrelief berbentuk manusia, fauna dan flora. Kompleks
bangunan Hindu ini ditemukan tahun 1815 oleh Letnan Gubernur Jenderal
Sir Thomas Stamford Raffles yang mengarang buku “History of Java.”
Padahal pertama kali dibangun oleh Raja Srengga dari Kediri tahun
1194 M dan dilanjutkan penerusnya sampai zaman Majapahit.
Yang langsung menarik perhatian adalah
Candi Brawijaya karena sering kita lihat replikanya di mana-mana.
Juga sosoknya telah dijadikan symbol Kodam VIII Brawijaya dengan
bintang lima di atas gambar candi tersebut. Namun nama sebenarnya
bangunan itu adalah “Candi Angka Tahun” karena di pintunya yang
menghadap ke barat laut terdapat angka tahun 1291 Saka (1369
Masehi). Juga disebut Candi Ganesha karena dalam bilik candi
tersebut terdapat arca Ganesha.
Di belakangnya terdapat candi
terpancung tanpa mahkota setinggi 4,7 meter yang disebut Candi Naga
karena ada relief besar sepasang naga melilit badan candi tersebut.
Kata Bondan Siswanto petugas Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa
Timur di obyek wisata itu, dalam Candi Naga dahulunya disimpan
peralatan upacara keagamaan yang dianggap suci. “Dahulu ada atapnya
tetapi bukan dari batu,” ujarnya. Mungkin dari konstruksi kayu dan
ijuk atau daun enau. Kompleks candi Penataran dahulunya bernama candi
Palah yang mulai dibangun sejak zaman Kediri, sampai zaman kerajaan
Singhasari namun baru selesai setelah zaman Majapahit. Oleh Raja
Jayanegara dari Majapahit yang memerintah tahun 1309-1328 M, candi
tersebut dikukuhkan sebagai Candi Negara.
Di belakang candi terpancung ini
berdiri candi induk yang tinggal palataran cawannya saja setinggi 7
meter dan sedikit elevasi lantai yang berundak-undak. Pengunjung
dapat naik ke pelataran dan cawan candi yang dindingnya diukir
relief yang menggambarkan cerita Ramayana dengan diselingi relief
medallion bergambar berbagai binatang dari burung, buaya, landak,
sapi, kancil, sampai kuda.
Di sebelah utara bangunan induk ini
terdapat batu batu berukir bekas reruntuhan candi induk tersebut
yang direkonstruksi. Namun menurut Bondan, masih dalam susunan
percobaan sehingga belum dapat diangkat ke tempat semula. Di sebelah
tenggara candi induk terdapat kolam dengan dinding berangka tahun
1337 Saka (1429 Masehi) terdapat relief cerita kura-kura sombong
yang ditolong burung bangau, namun akhirnya kura kura tersebut
menemui ajal karena kesombongannya. Sayangnya banyak pengunjung yang
terlewat mengamati bekas kolam tersebut. Warga Lodaya, Kabupaten
Blitar H Suryadi mengaku sudah ke Penataran dua kali tetapi
terlewati pula memperhatikan kolam dengan relief yang bercerita
masalah budi pekerti itu.
Untuk keperluan pengunjung solat dan ke
toilet disediakan fasilitasnya di sebelah utara bangunan induk dengan
air yang sejuk . Maklum ketinggian desa Penataran di lereng Gunung
Kelud ini sekitar 450 m di atas permukaan air laut dengan kehijauan
pohon pohon di sekelilingnya.
Pengunjung candi Penataran selama tahun
2013 rata-rata mencapai 17.300 orang tiap bulan, termasuk wisatawan
mancanegara 240 orang tiap bulan . “Bulan Juni sampai Agustus
biasanya banyak wisatawan mancanegara yang datang,” kata Bondan.
Agustus yang lalu pengunjungnya mencapai 17.500 orang lebih termasuk
420 orang wisman. Tak jauh dari candi induk terdapat tempat cetak
foto dari HP maupun memory card kamera digital. Tentu saja fasilitas
ini memudahkan pengunjung membuat kenang-kenangan foto berharga saat
itu juga. ***
Foto foto :
Candi Brawijaya. |
Candi terpancung dililit naga. |
Anak kecil tampak mengagumi candi. |
Relief cerita Ramayana dengan pertempuran pasukan kera melawan tentara raksasa Alengka. |
Candi Penataran dengan ratusan pengunjung. |