Jumat, 30 Agustus 2013

Museum Bahari Bangun Ruang Legenda


Jakarta, Beritasuprihardjo.blogspot.com    
Setelah sukses membangun Ruang  Penjelajah Dunia dengan menampilkan para  tokoh pakar navigasi dalam dimensi yang lengkap,  Museum Bahari  di Jln Pasar Ikan, Penjaringan, Jakarta Utara segera membangun Ruang  Lengenda Kebaharian Indonesia. Tempatnya di  Gedung A Lantai II yang dibangun pada tahun 1719.  Diharapkan akhir  tahun 2013 ini selesai. Kepala UPT Museum Bahari, Dra Dwi Martati mengatakan itu kemarin.
Yang  akan ditampilkan antara lain legenda Tapak Tuan dari  Aceh Selatan,  Malin Kundang dari Sumbar, Ratu Pantai Laut Selatan dari Pulau Jawa, legenda Pesut Mahakam dari Kalimantan, legenda Putri Mandalika yang menjadi cacing dari Nusa Tenggara, dan legenda Dewa Ruci dengan Tirta Amerta dari cerita  pewayangan.  “Legenda Tapak Tuan dan Malin Kundang ada situsnya. Lihat ini batu bekas tapak seorang pertapa,” ujar Dwi Martati sambil menunjukkan foto situs yang dimaksud. Begitu pula dengan situs Malin Kundang dibuktikan adanya batu yang mirip lelaki bersujud minta ampun  ketika kena kutukan.  
Menurut  Dwi Martati, Museum Bahari dengan 3 deret gedung bekas gudang VOC yang dibangun tahun 1700-an di atas tanah seluas 9000-an M2 itu sering mendapat kunjungan wisatawan  mancanegara.  Tercatat  selama  tahun 2012 yang lalu dikunjungi 26.920 wisatawan,  di antaranya  6.384  orang wisatawan mancanegara.
Tahun 2013 ini  sampai Juli jumah pengunjung 12.909 orang, di antaranya 1.846 orang wisman.   “Anehnya wisman itu  senang berkunjung ke sini sore hari. Padahal pukul 15.00 museum harus tutup,” ujarnya. Untungnya  ada petugas piket yang dapat  mengantar tamu dari luar negeri itu menikmati  keunikan lingkungan museum dan koleksinya.
Kata Nuriono, petugas Museum Bahari, para turis asing senang berkunjung sore hari  karena lebih mudah memotret  ka arah utara, timur dan barat  dengan pemandangan yang indah. “Memotret dari sini  sore hari, viewnya tampak indah  ke masjid Luar Batang sana,” ujar Nuriono. Dia mengaku pernah melihat  hasilnya di Youtube berjudul  “Pelangi di Museum Bahari’  yang diambil sore hari. “Indah sekali ada pelangi nya melengkung,” ujarnya.
 Rabu  ( 22/8) yang lalu ada rombongan wisatawan dari Prancis ke Museum Bahari dengan naik taksi dari hotelnya. Rombongan I sampai  di Museum Bahari pukul 14.00, sedangkan rombongan II tersesat  ke Ancol. Akibatnya rombongan I harus menunggu yang tersesat sampai 30 menit .  Lain lagi rombongan dari Polandia dapat bersama sama menikmati pemandangan Museum Bahari  dan sempat naik Menara Syahbandar yang dibangun  tahun 1839 di titik nol kilometer Batavia. ****

Selasa, 27 Agustus 2013

Dukcapil Mulai Layani Siswa SLTA

Jakarta,
Suku Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Jakarta Timur mulai melaksanakan pelayanan rekam data e-KTP bagi siswa SLTA yang sudah berumur 16 tahun di SMAN 44, Perumnas Klender, Kecamatan Duren Sawit, Jaktim, Selasa (27/8). Langkah ini untuk percepatan pembuatan e-KTP. Di samping untuk memberi kesempatan pemilih pemula mendapatkan haknya dalam Pemilu 2014 nanti dengan berbekal KTP.

“Yang mendaftar di sekolah itu mencapai 200 orang. Terpaksa tidak dapat selesai sehari,” ujar Kepala Sudin Dukcapil Jaktim, H Abdul Harris usai pelayanan di sekolah tersebut. Kepala Seksi Pendaftaran Penduduk Jaktim H Tabrani melaporkan sampai usai jam sekolah kemarin baru 111 orang siswa terlayani rekam data. Karena itu akan dilanjutkan hari Rabu (28/8).

Dikatakan Kasudin Dukcapil Jaktim, setidaknya sampai Desember nanti pihaknya dapat melayani rekam data pada siswa 60 sekolah se Jaktim. Caranya dengan mendatangi sekolah demi sekolah atau gabungan beberapa sekolah terdekat.

Kepala Sekolah SMAN 44 Jakarta, Iman Sukiman selaku ketua perhimpunan kepala sekolah SMA se Jaktim menjelaskan seluruh Jaktim terdapat 40 SMA Negeri dan 97 SMA swasta. Itu belum termasuk SLTA dalam kordinasi Kanwil Kementerian Agama seperti Madrasah Aliyah. ****



Lebaran Betawi ke-6 di Lapangan Monas Timur

Jakarta, Bloger 
Acara seni budaya dan kuliner “Lebaran Betawi” bersama Gubernur DKI Jakarta dan 5 Wali Kota Jakarta serta Bupati Pulau Seribu akan digelar di Lapangan Timur Monas, Kecamatan Gambir, Jakarta Pusat 31 Agustus sampai 1 September 2013 mendatang. Ini merupakan Lebaran Betawi yang ke -6 dan kali ini kordinator penyelenggaranya Kabupaten Kepulauan Seribu dengan bupatinya Asep Syarifuddin.

Kepala Sudin Pariwisata dan Kebudayaan Kepulauan Seribu, Ir. Suwarto S.Sos ketika dtemui di kantornya Senin (26/8) mengakui hal itu. “Rabu (28/8) ini kami akan meninjau Monas bersama panitia Provinsi DKI,” ujarnya. Ia mengatakan Kabupaten Kepulauan Seribu akan menampilkan rumah Betawi dan masakan kuliner khas kepulauannya. “Kami akan suguhkan sate gepuk, kolak sukun dan udang pengko,” kata Suwarto. Sate gepuk terbuat dari ikan tongkol yang diberi bumbu setelah ditumbuk dibungkus daun kemudian dibakar.

Sementara Wali Kota Jakarta Timur HR Krisdianto akan menampilkan kekhasan masakan tiap-tiap kecamatan yang akan disuguhkan kepada Gubernur DKI pada Sabtu (31/8). “Jakarta Timur selain membuat rumah Wali Kota model Betawi juga menyuguhkan 10 pondok untuk 10 kecamatan,” kata Kepala Sudin Kebudayaan Jakarta Timur Husnison Nizar di kantornya kemarin. 
Menurut Husnison, Wali Kota Krisdianto akan menghantarkan makanan khas Betawi dari 10 kecamatan. Di antaranya dari Matraman asinan Betawi, Jatinegara nasi kebuli dan lauk pauk, dari Cakung masakan oblog bebek, Duren Sawit gabus pucung dan dari Kecamatan Makassar masakan laksa. Kecamatan Ciracas akan menampilkan tape uli, Pulogadung nasi uduk, Kramatjati kue cucur, Pasar Rebo ketupat dan Kecamatan Cipayung cendol.

Kecuali itu dalam dua hari tersebut Jakarta Timur akan menyuguhkan seni budaya Betawi antara lain musik samrah, topeng Betawi, lawak dan tari serta lagu-lagu Betawi. “Kecuali itu juga menampilkan kesenian barongsay dan liong serta musik campur sari. Menurut Husnison , Jakarta Timur pernah menjadi kordinator penyelenggara Lebaran Betawi ke- 4 tahun 2011 yang diselenggarakan di PIK Penggilingan. ***



Kamis, 22 Agustus 2013

Pantai Kunyir


foto pantai kunyir, 
lampung selatan, 
pengelola rest areanya orang Cilandak Barat

Wisata ke Pantai Wartawan, Lampung Selatan

Wisata ke Pantai Wartawan, Lampung Selatan  

Pantai Selatan Lampung dikenal memiliki pemandangan yang menawan dengan batu karang beraneka ragam. Memandang lepas pantai , khususnya di Teluk Lampung, tampak kepulauan yang menghijau di Selat Sunda. Yang terdekat bernama Pulau Sebuku, dan di balik pulau itu terlihat Pulau Sebesi. Nun jauh di selatan sana tampak kepulan asap vulkanik Gunung Krakatau menggambang di langit biru. Di belakangnya tampak samar-samar Pulau Rakata Besar dan Kecil di samping Pulau Sertung.
Salah satu pantai selatan dari provinsi “Sai Bumi Ruwai Jurai” yang terkenal adalah Pantai Wartawan, itulah yang kita tuju saat ini. Dari Jakarta juga tak terlalu jauh setelah satu jam lebih perjalanan di jalan tol Jakarta- Merak lalu menyeberang dengan ferry ke Bakauheni sekitar 2 – 3 jam termasuk antreannya. Untunglah sebelum ferry bersandar kami sempat sholat subuh di atas musholla ferry tersebut. Matahari belum memancarkan sinarnya walaupun langit sudah terang. Hanya beberapa kilometer dari Bakauheni terpampang papan petunjuk arah di Simpang Gayam, ke kanan Makam Radin Inten dan ke kiri Pantai Wartawan.
“Kalau mau ke makam Radin Inten masih terlalu pagi. Lebih baik kita ke Pantai Wartawan,” ujar Dwi Busara, warga Bekasi yang bertugas sebagai pimpinan kantor BAZIS di kantor Wali Kota Jakarta Timur dan berlibur ke Lampung bersama dua temannya. Agus Widodo dari Kelurahan Kampung Tengah , Kramatjati yang kala itu bertugas memegang stir beserta “Terbit” sebagai peserta setuju pilihan itu karena sangat beralasan. Ternyata sebelum sampai ke tempat yang dituju, pemandangan pantainya rata-rata juga cukup mempesona. Banyak sungai kecil yang bermuara di Teluk Lampung ini dengan bebatuan yang sebagian besar berwarna tembaga, coklat kemerahan.
Sesampai di desa Kunyir, Kecamatan Rajabasa, mobil menyusur jalan pantai. Tertulis di papan reklame “Jual Nasi Uduk, Nasi Pecel dll” dan ada lagi papan petunjuk “Rest Area”. Ternyata yang ditunjuk adalah warung Nasrul dengan halaman cukup untuk parkir dua mobil. Sayangnya nasi uduknya sudah habis sepagi itu. Pemiliknya asli warga Lampung Selatan , tetapi isterinya orang Betawi , dari Jl Fatmawati, Cilandak Barat, Jakarta Selatan.
“Ini namanya Pantai Kunyir, sudah terkenal karena masuk internet,” tutur Nurlaela , isteri Nasrul yang menjaga warung tersebut. Ia mengaku diajak pulang kampung oleh suaminya sejak 1998 setelah memiliki 3 orang anak. Alasannya di Jakarta tak kuat karena semakin pengab dan penduduknya semakin padat. Sementara hidup di pantai Kunyir, Lampung Selatan ini lebih nyaman. Walaupun suasananya sepi, tetapi sudah tinggal di rumah sendiri. Di beberapa bagian Pantai Kunyir ini diberi turap dua saf dengan bus bus beton berdiameter 1 m, yang sudah disemen. Terkadang tanggul di pantai itu berfungsi sebagai dermaga tempat bersandar perahu perahu nelayan.
Belasan menit meneruskan perjalanan ke arah barat ketemulah yang namanya Pantai Wartawan. Terlihat ada gapura dengan di atasnya berukir mahkota Siger simbul khas daerah Lampung. Ada patung tokoh punakawan dalam cerita wayang. Tertulis di atas gapura tersebut Pantai Wartawan, Taman Wisata Gunung Galugah , Desa Way Muli, Kecamatan Perwakilan Rajabasa, Kalianda. Tempat Mandi, Renang, Sumber Air Panas dan Pemancingan.
Sayangnya bangunan loket dan fasilitas lainnya tidak terawat. Sebelah kanan terdapat bukit yang disegut Gunung Botak terdapat prasasti di situ yang kurang jelas tulisannya. Ini sebuah teluk kecil dengan pantai yang ditumbuhi bermacam pohon dengan batang bercabang cabang dan dahan yang rindang. Di sebelah timur (kiri) pemandangannya betul menawan. Ada dermaga dengan bongkahan batu- batu alam, dan batang pohon yang tumbang. Perahu berlayar dengan tenang dan aman di teluk tersebut. Sungguh alami.
Pemandangan ke laut tak jauh berbeda dengan water view di sepanjang pantai selatan ujung Sumatra ini, di Jalan Pesisir Rajabasa. Yaitu pemandangan laut dan pulau- pulau di Selat Sunda dengan gradasi berbeda sesuai jaraknya dari bibir pantai tempat kita berdiri.
Belum ditemukan bagaimana sejarah toponimi nama Pantai Wartawan tersebut. Namun menurut cerita masyarakat, dahulunya tempat wisata ini dikelola sekelompok warga setempat yang berprofesi sebagai wartawan. Di pantai itu ada sumber air panas yang menarik karena dapat digunakan untuk merebus telor. Airnya mendidih dengan temperature antara 80 sampai 100 derajat Celcius.
Pantai Wartawan perlu diagendakan tiap kunjungan wisata ke Lampung Selatan, hanya 14 km dari Kalianda, kota tua yang masih banyak berdiri rumah panggung, rumah adat Lampung. Dan sekitar 30 km dari Simpang Gayam di jalan raya Bakauheni. Di Bakauheni sendiri sejak April 2008 telah berdiri monumen Menara Siger setinggi 32 meter dengan enam lantai di atas Bukit Gamping demgn ketinggian 110 m DPL (Di atas permukaan laut) yang tampak jelas dengan warna kuning emas dari ferry ataupun kapal yang akan bersandar di Pelabuhan Bakauheni. Sebuah pelabuhan penyeberangan ferry yang teramai di seluruh Indonesia karena menghubungkan Pulau Sumatera dan Pulau Jawa. ***
Serasa di Bali
Perjalanan lebih menantang dan lebih menarik tatkala bermobil dari Kalianda lewat Bandarlampung ke Natar menuju Metro sampai ke Kecamatan Rumbia di Lampung Tengah liwat Natar. Nama nama jalan ditulis dengan dua karakter huruf. Selain dengan huruf /aksara Latin juga di bawahnya ditulis dengan huruf Lampung, mirip aksara Sunda Kuna yang terdapat di batu prasasti situs Astana Gede, Kawali, Ciamis, Jawa Barat. Sepanjang jalan yang mulus dan sebagian rusak itu di pinggir kanan dan kiri terlihat kebun- kebun karet, sawit ataupun kopi dan cocao maupun singkong. Tak ketinggalan deretan rumpun pisang yang sering dibikin kripik sebagai oleh oleh khas Lampung.
Dari Metro terus ke timur laut bertemu desa Pekalongan, Gedongdalam, belok kanan ke Sukadana. Dari kota ini belok kiri. Di pinggir jalan lintas timur Sumatra terlihat bangunan Islamic Center Lampung Timur yang indah dan megah berwarna krem dan coklat muda dengan menara dan kubahnya berwarna biru dan hijau, namun terlihat kurang terawat. Dari ibukota Lampung Timur itu jalan yang semula mulus berubah menjadi banyak kerusakan. Apalagi di kecamatan Seputihbanyak , banyak jalan sudah berlubang-lubang yang sudah ditutup batu pecah agar besar sampai ke kota Rumbia di Lampung Tengah.
Yang menarik perhatian, sepanjang jalan di Seputihbanyak kiri kananya banyak permukiman warga yang memiliki pura dengan setiap gerbang masuk dipasang penjor. Di ladang atau kebun di daerah Seputihbanyak hampir semua dibangun tempat sesajen dan patung patung gaya Hindu Bali. “Memang di sini sebagian besar penduduk transmigran dari Bali yang datang ke sini setelah Gunung Agung meletus Desember 1963,” ujar Yusmardi alias Seaman, warga Rumbia yang memandu kami. Agus Widodo tergoda berfoto di depan pura. Segera diunggah ke status di facebooknya. Tak lama kemudian mendapat reaksi dari teman temannya dengan kata-kata “Selamat berlibur di Bali”. Kontan kami berempat termasuk Agus Widodo, Dwi Busara , Yusmardi tertawa ngangak. Terkecoh rupanya dia. Memang ada rasa, nuansa dan suasana Bali di Seputihbanyak. ***

Melancong ke Lampung Timur

Melancong ke Lampung Timur
Bercanda dengan Gajah Way Kambas

Sebenarnya untuk mencapai Taman Nasional Way Kambas Lampung Timur dapat ditempuh dengan jarak terdekat dari Bakauheni kalau kita tidak perlu menginap di Bandarlampung. Yaitu dari Bakauheni ke Kunyir terus belok kanan ke Penengahan-Ketapang dan menyusur jalan pantai timur ke Labuhanmaringgai-Jepara -Labuhanratu belok kanan sampai Way Kambas.
Namun kali ini kami sudah menginap di Rumbia untuk menjemput teman. Karena itu rutenya pun berubah menjadi terbalik, dari Rumbia dipandu warga setempat , Yusmardi menuju ke selatan lewat Seputih Banyak, Purbalingga-Sukadana melaju di Jl Lintas Timur Sumatra -Pakuanaji –Labuhanratu terus berbelok kiri di jalan lebih kecil ke Way Kambas.
Dari jalan lintas timur untuk mencapai Pos Hijau sekitar 7 km. Di situ kita membayar retribusi masuk ke TNWK sebesar Rp2.500 /orang. Tertulis di atas gapura berhias Mahkota Siger, Taman Nasional Way Kambas, Lampung. Ada tulisan ajakan “Mari Lestarikan Satwa dan Ekosistemn ya”. Selain membayar karcis, kami juga disodori buah pisang oleh pedagang asongan. “Pisang-pisang Pak. Untuk makan gajah,” ujar ibu-ibu gemuk sambil menenteng beberapa sisir pisang yang cukup besar dan ranum. Kami pun beli 3 sisir. Setelah dicicipi ternyata manis, maka kita lahap sendiri. Akhirnya kita beli lagi beberapa sisir pisang yang lebih kecil untuk memberi makan gajah.
Dari pos tersebut ke pos di dalam jaraknya sekitar 9 km . Karcis retribusi dilihat petugas . “Silakan Pak , sekitar dua setengah kilometer lagi,” ujarnya. Ketika kami jalani terasa lebih jauh dari yang disebutkan tadi. Tampak setiap berberapa ratus meter ada pos atau gardu terbuat dari kayu. Di sebelah kiri kami lihat ada menara pengawas dengan rangka besi setinggi 15 meter.
Tak berapa lama masuklah mobil kami di halaman Pusat Konservasi Gajah (PKG). Jam menunjukkan pukul 9.30. Di tempat parkir sudah ada beberapa mobil. Menjelang tengah hari tidak kurang 13 mobil dan sebuah bus besar membawa penumpang parkir di halaman PKG. Yang tadinya hanya 3 ekor gajah yang keluar, kemudian disusul beberapa gajah lagi dengan pawangnya menyongsong para tamu wisatawan penyayang binatang.
Seekor gajah ditunggangi pawangnya sedang merumput menghampiri kami. Segera gajah tersebut diperintahkan duduk. Pak Dwi Busara wisatawan dari Ibukota mencoba mengulurkan pisang bawaannya. Diacuhkan saja. Gajah sombong itu asyik merumput dengan belalainya kemudian memasukkan rumput tersebut ke mulutnya untuk dikunyah. Setelah diperintah pawangnya bernama Tasrif, barulah gajah itu mau berinteraksi dengan tamu.
Mulailah Tasrif (40) memperkenalkan gajah jantan berumur 25 tahun yang bergading panjang namun ujungnya sudah terpotong . Namanya Edwin, pelatihnya yang pertama yang memberi nama itu. Memang gadingnya dipotong ujungnya agar tak berbahaya. Tapi pemotongannya memakai berita acara,” ujar Tasrif. Ia mengaku sudah bekerja menjadi guru gajah di Way Kambas 15 tahun. Sedangkan guru Tasrif sendiri dari Thailand yang didatangkan ke Lampung.
Tasrif yang berasal dari Ogan Komering Ulu itu mengatakan di PKG tidak sendiri, tetapi bersama 64 temannya sesama pawang gajah dari berbagai daerah. “Gajahnya ada 65 ekor, pawangnya juga sejumlah itu,”ujarnya. Di antara gajah gajah jinak itu ada yang masih balita berumur 1 ½ tahun. Gajah balita disebut bledug dalam bahasa Jawa.

Menunggang gajah
Menunggang gajah tidak mudah bagi orang awam. Sekalipun gajah tunggang itu mampu merunduk, si calon penunggang untuk mencapai punggung gajah tidak sembarangan. Pengalaman ini dituturkan Agus Widodo pegawai kelurahan Kampung Tengah, Condet yang telah mencobanya. Terlihat ia goyah waktu gajahnya mulai bediri. Untuk itu dibuat bangunan tangga beratap untuk para wisatawan yang berniat menunggang gajah. Calon penumpang diharapkan antre menunggu giliran di tangga tersebut. Jadi penumpang langsung duduk di punggung gajah dalm posisi binatang itu berdiri. Tinggal makleer, gajah berjalan dengan penumpang di punggungnya. Dwi Busara yang mencoba naik gajah mengeluh, ketika menuju habitatnya di seberang rawa-rawa, gajah tunggangannya terlalu lamban jalannya. “Gajahnya makan melulu sepanjang jalan. Jadi lama sampainya,” ujar Dwi.
Di samping gajah gajah jinak di PKG, di luar itu masih ada gajah gajah liar yang menurut Sutikno staf keamanan setempat lebih dari 100 ekor. “Mungkin 200 ekor,” ujar seorang temannya menimpali. Penghuni Taman Nasional Way Kambas yang mencapai luas 12.000 Ha lebih itu bukan hanya gajah, melainkan juga rusa, ayam hutan, elang dan babi hutan. Bahkan badak dan beruang.
Selagi asyik beberapa wisatawan makan di warung sementara yang lain bergembira menunggang gajah dan menunggu giliran di tangga pos pemberangkatan gajah tunggang, dari jauh tampak binatang setinggi kambing mirip gajah. Ternyata itu babi hutan dengan moncong panjang sedang mencari makanan. Bahkan beberapa babi hutan atau celeng tersebut ada yang masih balita dengan bulu berwarna loreng mengikuti induknya. Anak babi hutan namanya blegur dalam bahasa Jawa.
Soal peristilahan tersebut, Lampung dengan penduduk banyak keturunan transmigran dan buruh perkebunan dari Jawa, maka pada umumnya faham bahasa maupun istilah istilah dari bahasa Jawa.***

Satari (54) seorang tukang foto menawarkan jasanya kepada para wisatawan yang memberi makan dan menunggang gajah. Dengan ukuran 10 R, foto kenang-kenangan yang sudah diberi teks dan logo Taman Nasional Way Kambas itu ditawarkan Rp25.000. Semua peralatan dan ongkos ditanggung TNWK , sedangkan Satari sebagai operator mendapatkan uang jasa Rp5.000 per foto.
Anak Satari bernama Tartim (25) juga mengikuti jejak bapaknya menjadi fotografer upahan di TNWK . “Dia sekarang sedang ikut Show Gajah di Menggala, Lampung Utara,” tutur Satari.
Dari sound system PKG sudah diumumkan semua gajah dan pawangnya diharapkan berkumpul karena akan mengadakan atraksi sekitar pukul 13.00. Namun kami harus mengkalkulasikan waktu, sebab sebelum gelap harus sampai ke Bandarlampung . Karena itu tak menunggu pertunjukan atraksi gajah dimulai, kami sudah meninggalkan kawasan hutan konservasi dan wisata tersebut. ****

Provinsi Lampung memiliki banyak kelebihan dibandingkan provinsi lain di Sumatera. Dari segi geografis letak Lampung di ujung selatan Pulau Sumatera. Dengan sendirinya paling dekat dengan Pulau Jawa. Karenanya lalulintas di laut antara kedua pulau tersebut , yaitu Selat Sunda begitu ramai. Bahkan pada musim liburan atau hari raya maka pelabuhan Bakauheni di Lampung maupun pelabuhan Merak di Banten begitu sibuk melayani penyeberangan orang dan kendaraan bermotor sehingga menimbulkan antrean panjang kendaraan di jalan menuju dan dari pelabuhan terebut. Bahkan sampai macet berjam-jam.( pri).

Komodo TMII Dicarikan Pasangan

Jakarta, 24 Agustus 2012

Pengunjung Taman Mini Indonesia Indah di Jakarta Timur sampai tiga hari setelah Idul Fitri 1433 Hijriah mencapai 60.000 orang/hari , berarti meningkat lebih 4 kali lipat dari biasa sekitar 14.000 orang/hari. Saat ini kondisinya masih ramai karena masih liburan sekolah meskipun agak susut. Tapi minimal 30.000 orang/hari masih bertahan.
Demikian dikemukakan Koordinator Museum-museum Badan Pengelola & Pengembangan TMII, Arief Djoko Budiono di kantornya, Jumat (24/8). Demikian pula perkembangan museum museum di TMII juga hampir sama paska lebaran ini. Sebagai contoh Museum Fauna Indonesia Komodo dan Taman Reptilia, yang lebih dikenal dengan nama Museum Komodo , tak jauh dari Desa Wisata dan stasiun kereta gantung, pengunjungnya mencapai 700 orang / hari.
Museum Komodo ini dalam Jakarta Museum Day Festival yang diikuti 43 museum di Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta pada 19 Mei 2012 meraih Juara Harapan I Lomba Stand. Sementara Juara I diraih Museum Bank Mandiri.
Kepala Museum Komodo , Ny Suci Saadiah mengakui pengunjung museumnya selama pekan lebaran ini mencapai 700 sampai 1500 orang/hari. “Kalau dihitung meningkat sampai 4 kali lipat dari pengunjung hari biasa yang hanya 200 sampai 300 orang,” ujarnya. Terlihat Kamis (23/8) sampai sore pukul 16.45 masih banyak pengunjung berdatangan membeli tiket masuk yang harganya Rp10.000/orang dewasa.
Tampak beberapa wisatawan bule juga asyik bersama temannya melihat koleksi taman reptilia dan berfoto dengan ular sanca maupun latar belakang komodo. Mereka juga menyaksikan ular sanca batik diletakkan begitu saja di bangku kayu oleh pengasuhnya. Pengunjung diperbolehkan mengelus ular yang sudah jinak tersebut .

Menurut Kasi Pelayanan Museum Komodo , Ny Nur Utami selama pekan lebaran diadakan atraksi menarik seperti memasukkan ular sebesar kelingkingi ke dalam rongga mulut dan keluar melalui lubang hidung, bercanda dengan ular berbisa dan lain lain. Bagi pengunjung yang ke 500 tiap harinya diberi hadiah kaos oblong TMII.
Menurut Utami maupun Suci, dari koleksi reptile yang hidup sekitar 150 ekor, seperti biawak, ular sanca, kura kura kepala ular dan moncong babi serta biawak, di museum ini hanya ada seekor komodo jantan. Umurnya sudah berumur 22 tahun dan beratnya sekitar 150 kg yang diberi nama Bima. Saat ini Bima sedang dicarikan jodohnya namun belum dapat.
Permintaan itu telah dilayangkan ke Kebon Binatang Surabaya yang memiliki beberapa komodo. Itu sudah disampaikan ketika Duta Komodo Jusuf Kalla ketika mengunjungi Museum Komodo pada 11 November 2011 yang lalu. “Kami masih menanti “ ujar Suci. Masalah itu dibenarkan Djoko Budiono selaku koordinator museum museum TMII.
Pengamat pariwisata dan budaya, Abu Galih mengharapkan pemerintah segera memfasilitasi keinginan pengelola museum tersebut. Sebab bila ada sepasang , maka komodo di habitatnya yang sudah diakui sebagai The New Seven Worder of The World itu dapat lebih lama bertahan di TMII. “Malahan diharapkan dapat berkembang biak di tempat itu. Bila terjadi demikian , akan menjadi prestasi tersendiri,” tambahnya.
Museum Komodo merupakan bagunan gedung bertingkat sebagai replica komodo terbesar di dunia. Di dalamnya terdapat lima ratusan koleksi binatang se Indonesia yang sudah diawetkan atau diopset dari unggas, mamalia sampai reptile dari seluruh Indonesia. Atap museum itupun khas seperti sisik komodo terbuat dari tembaga. (pri)

Berwisata ke Pulau Ayer, Kepulauan Seribu

http://www.harianterbit.com/2012/08/09/berwisata-ke-pulau-ayer-kepulauan-seribu/


SATU-SATUNYA ikon wisata alam yang dimiliki DKI Jakarta sebagai Ibu Kota, adalah Kepulauan Seribu yang begitu indahnya terhampar di perairan Teluk Jakarta.
Karena itu kordinasi pengelolaan dan segala sesuatunya sampai kegiatan promosi dilakukan langsung di tingkat provinsi yaitu oleh Dinas Pariwasata dan Kebudayaan DKI Jakarta.
Sekalipun begitu Sudin Parbud Kabupaten Kepulauan Seribu juga tidak berpangku tangan. Berbagai upaya juga dilakukan Sudin Parbud Kepulauan Seribu demi kemajuan kepariwisataan bahari dan ekonomi kreatif masyarakat kepulauan ini.
Dari sekitar 105 pulau-pulau tersebut, Pulau Ayer termasuk yang cukup dekat dengan daratan Jakarta, utamanya dari dermaga Pantai Marina Ancol. Hanya dalam waktu 25 menit untuk mencapainya dengan motorboat. Ke sanalah kali ini kita berwisata.
Suatu pagi di bulan Juli 2012 serombongan siswa-siswi SMA berprestasi bersama pimpinan Museum Bahari, Dra Dwi Martati dan para stafnya berkumpul di Dermaga 16 Pantai Marina Ancol. Dengan dua motorboat mereka berlayar ke Pulau Ayer.
Dalam rombongan itu terdapat pejabat dari Dinas Potensi Maritim (Dispotmar) Mayor Laut Kukuh Suryo Widodo, mantan Kepala Sudin Kebudayaan Jakarta Timur Dermawan Ilyas, Guru SD 05 Petojo Selatan Achmad Fahrudin serta Pengamat Wisata dan Budaya Yusuf Hardiyo mengungkapkan wisata ke Pulau Ayer tersebut kepada Harian Terbi”.
Sekitar pukul 08.30 dua motorboat rombongan Duta Wisata Bahari 2012 tersebut merapat di dermaga Pulau Ayer. Begitu bergairan para siswa tersebut mengawali hari itu dengan suasana baru, suasana laut dengan keelokannya.
Puluhan gelas welcome drink rasa orange dan strawberry yang disuguhkan Manajer Pulau Ayer, Ir Rudy Hartono dan anakbuahnya begitu segar disruput para anggota rombongan ini. Sementara barang barang bagasi yang berat dikumpulkan petugas Pulau Ayer.
Setelah beristirahat sesaat, satu persatu anggota rombongan mendapat kunci kamar masing-masing yang sebagian besar mendapat cottage apung di laut dengan nama-nama kota di Papua (Irian Jaya). Yusuf Hardiyo dan Fahrudin menginap di Fakfak 05, Dermawan dan temannya Husein Mohammad di Fakfak 10, sementara Dwi Martati dan stafnya Ny Shinta dan Ny Yani di cottage Fakfak 03 dan 04.
Antar- cottage dihubungkan jembatan selebar 1 meter terbuat dari papan kayu ulin. Setiap saat dihempas ombak cottage cottage itu bergoyang. Takut?
Ada kata bijak berbunyi “Kalau takut ombak, jangan berumah di tepi pantai”. Jadi tak perlu takut karena konstruksinya sudah diperhitungkan matang –matang. Malah banyak wisatawan yang menginap di cottage apung itu malam-malam memancing dengan tinggal mengulurkan jorannya ke laut dari beranda cottagenya. Sungguh asyik.
Pagi harinya Mahesa Agni siswa SMAN 59 Jakarta Timur, Rabiatun siswi SMAN 6 Jakarta Selatan, Lisda Septiani siswi SMAN 17 Jakarta Barat dan kawan kawannya juga tampak asyik ketika berolahraga air mendayung kanu dan berselancar dengan perahu layar.
Terlihat ketika mati angin dan perahu terguling bersama layarnya mereka pun tak panik, karena masing masing mengenakan jaket pelampung.
Sementara Dwi Martati, Shinta dan Bu Yani begitu sangat menikmati saat motorboatnya dengan kecepatan tinggi meluncur mengitari Pulau Ayer yang luasnya hanya 6,5 hektar itu.

Berwisata “Haji” Tempo Doeloe (1) Berlayar Melalui Pulau Bidadari

http://wisata.kompasiana.com/jalan-jalan/2011/12/09/berwisata-%E2%80%9Chaji%E2%80%9D-tempo-doeloe-1-berlayar-melalui-pulau-bidadari/

Misteri ‘Batu Angkek-angkek’ di Tanah Datar Sumatera Barat

http://wisata.kompasiana.com/jalan-jalan/2012/01/15/misteri-batu-angkek-angkek-di-tanah-datar-sumatera-barat/


SETIAP daerah memiliki keunikan dan keanehan yang menjadi daya tarik wisata. Keajaiban itu menyebar dari mulut ke mulut yang akhirnya melegenda dan mengundang banyak orang untuk datang.
Begitu pula dengan Batusangkar. Selain memiliki peninggalan sejarah Batu Basurek dari zaman raja Adityawarman dan situs istana kerajaan Pagauyung, juga memiliki tempat keramat yang menyimpan misteri. Salah satunya adalah Batu Angkek-angkek yang terletak di Desa Balai Tabuh, Kecamatan Sungayang, Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat. Letaknya hanya 9 km di sebelah utara Batusangkar.
Dina Pertiwi , Ny Riri Mayasari, Veza Rachmat dan Andin dari Jakarta dan Bekasi diantar Nenek Rafiah (88) Ketua Pejuang Laskar Wanita Limakaum Batusangkar dan Ny Samtiar, menyempatkan pergi ke sana. Menurut Dina, batunya berwarna hitam berbentuk mirip kura-kura. Dilihat sepintas seperti mudah diangkat. Namun ada tata cara mengangkat batu tersebut dengan didahului membaca kalimat syahadat dan basmalah. Sambil menyatakan niat dan mengujinya apakah keinginannya itu akan tercapai.
“Veza yang anak-anak kuat mengangkatnya, tetapi saya heran, Uni Sari yang badannya besar gitu nggak kuat,” ujar Dina mengenai Ny Mayasari yang gagal mengangkat batu ajaib itu. Ia sendiri berhasil mengangkat Batu Angkat-angkat tersebut sampai ke dada karena keinginannya pun sederhana saja.
Pengalaman “uji mimpi” ini juga dialami Ny.Trisnasari Ikhsan warga Jakarta. Pada tahun 2005 ia berlibur ke Batusangkar dan menyempatkan menguji keinginannya dengan mengangkat Batu Angkek-angkek. “Ternyata saya tak berhasil,” ujarnya. Kala itu ia berniat ingin menikah tahun depannya yaitu tahun 2006. “Tapi baru kesampaian tahun berikutnya, yaitu 2007,” tambahnya.
Pengunjung tempat wisata Batu Angkek- angkek ini tidak banyak, tetapi tiap pekan selalu ada. Jumlahnya tidak banyak antara 10 sampai 50 orang. Tentu saja bila liburan sekolah akan lebih banyak lagi.

Suara aneh dari balik batu
SEJARAH  Batu Angkek-angkek diawali mimpi dari Datuk Bandaro Kayo salah seorang kepala kaum dari suku Pilian. Ia didatangi oleh Syech Ahmad dan disuruh untuk mendirikan sebuah perkampungan yang sekarang dikenal dengan nama Kampung Palangan.
Pada saat pemancangan tonggak pertama terjadi suatu peristiwa aneh, yakni gempa lokal dan hujan panas selama 14 hari 14 malam. Akibatnya diadakanlah musyawarah warga.
Pada saat musyawarah berlangsung terdengarlah suara gaib yang berasal dari lobang pemancangan tersebut. Suara itu menyatakan bahwa di lokasi itu ada terdapat sebuah batu yang dikenal dengan batu pandapatan, batu itu harus dirawat dengan baik.
Sekarang batu ini dikenal dengan Batu Angkek-angkek, ramai dikunjungi wisatawan. Untuk mengetahui pertanda niat seseorang tercapai atau tidaknya maka dapat dilihat terangkat atau tidaknya batu tersebut.
Dinas Pariwisata Seni dan Budaya Kabupaten Tanah Datar kemudian mengelolanya dengan menempatkan petugas di tempat tersebut.

Tutor PAUD Terima Hadiah Lebaran Dari Andi Anzhar

http://www.harianterbit.com/2012/08/12/tutor-paud-terima-hadiah-lebaran-dari-andi-anzhar/



Perwakilan Daerah tabloid Buser

http://buserkriminal.com/?page_id=216


Kain Lampung ‘Mendunia’ Lewat Jakarta

http://wisata.kompasiana.com/jalan-jalan/2012/03/10/kain-lampung-mendunia-lewat-jakarta/





DKI Kirim Duta Seni Pelajar ke Jateng

http://www.berita2.com/artikel/123-umum.html?start=145


TEKWAN KONTRA WANTEK

Tekwan kontra wantek

Lebaran Idul Fitri sudah lebih seminggu berlalu. Kesibukan Jakarta kembali normal. Pedagang keliling juga sudah mulai beroperasi menjajakan dagangannya masing- masing ke kampung kampung dan pelosok kota. Bahkan tampak wajah wajah baru yang mencoba peruntungan di Ibu Kota ikut ambil bagian.
Di sebuah gang panjang di kawasan Jatinegara seorang pemuda berkulit warna tembaga menenteng ember dan kompor berjalan sambil menawarkan jasanya. “Wantek, wantek….wantek wantek .” Sementara itu dari arah yang berlawanan seorang pedagang penganan khas Palembang berteriak teriak menawarkan dagangannya, “Tekwan,..tekwan… Tekwan …tekwan.” Mereka berdua semakin dekat dan bersimpangan di perempatan gang. Terdengar bersahutan dua suara yang bertentangan. Tekwan-tekwan. Segera ditimpali, wantek-wantek. Kembali lagi terdengar suara , tekwan-tekwan lebih keras lagi.
Si Kulit Tembaga yang ternyata bernama Jalal merasa tersinggung mendengar pedagang lain menirukan dia namun membalikkan kata kata wantek menjadi tekwan. “He jangan main-main ya!”
Pedagang tekwan tak kalah sewotnya diancam penjaja jasa celup pakaian itu. “Siapa yang main main. Kamu itu yang main main. Dikira takut,” ujar pemuda itu sambil siap siap mengeluarkan lading (pisau) dari laci rombongnya. Mereka berhadap-hadapan sambil bersitegang. Untung saja ada seorang bapak tua yang tahu permasalahannya segera menengahi.
Ketika ditanya bapak tua tadi, ternyata kedua pemuda itu pendatang baru dan sedang belajar berjualan di Jakarta beberapa hari ini. Cak Jalal dari Madura sedang menapak tilas pendahulunya menjajakan jasa celup pakaian dengan pewarna merk Wantex . Makanya menawarkannya dengan kata kata “wantek”. Sedangkan satunya dari sebuah kecamatan di Sumatera Selatan yang juga mengikuti jejak saudaranya berjualan pengananan khas Palembang . Yaitu bahan mpek mpek dengan kuah bakso yang disebut tekwan.
“Aah ada ada aja Jakarta. Hampir aja ada perang wantek lawan tekwan. Baiklah selamat jalan dan selamat bekerja ya,” ujar Bapak Tua itu sambil menepuk nepuk bahu kedua pemuda itu. ***pri

Berita "Bazaar di Museum Tekstil"

Salah satu berita saya yang dimuat di HARIAN TERBIT dan SUARA KARYA





Balai konservasi perbaiki 250 wayang kulit


Jakarta, 21 Agustus 2012 

Balai Konservasi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta sekarang sedang memperbaiki dan mengkonservasi 250 lembar wayang kulit koleksi Museum Wayang Jakarta. Dari jumlah itu sekitar30 wayang di antaranya tangannya patah-patah sehingga harus diganti atau disambung.
Kepala Unit Pelaksana Teknis Balai Konservasi, Drs H Candrian Attahiyat mengakui pekerjaan ini sudah dilakukan stafnya sejak bulan Juli yang lalu. "Diharapkan dalam bulan September pekerjaan itu selesai. Tetapi untuk wayang yang patah patah tangannya harus diganti. Ini harus dikerjakan ahlinya yang akan kami panggil. Mungkin kalau bisa dari Jakarta ya cukup itu saja, terutama komunitas pecinta wayang kulit misalnya yang ada di Taman Mini Indonesia Indah," ujar Candrian Selasa (21/8). Kalau tidak ada ya terpaksa memanggil ahli dari Surakarta atau Yogyakarta melihat gaya wayang kulit itu sendiri.
Sementara konservator Ninik Tripraptiani Maruto dan Sutita ketika ditemui di laboratorium Balai Konservasi pekan lalu  menjelaskan semua wayang dari kulit itu sedang difumigasi dengan cairan kimia untuk menghilangkan jamur dan mikroorganismenya. Setelah itu satu per satu ditusir sesuai tempat yang rusak.
Sedangkan yang patah patah tangannya harus diganti. Karena itu kedua konservator tersebut juga menyiapkan pegangan tangan wayang dari bambu.
Kepala Seksi Koleksi Museum Wayang, Sumardi Dalang mengakui wayang koleksinya sedang dikonservasi. "Itu wayang kulit campuran dari berbagai zaman. Yang paling tua buatan tahun 1926," ujarnya ketika dihubungi Selasa (21/8).
Untuk pengabdian masyarakat Balai Konservasi Disparbud bulan Juli yang lalu telah menyelenggarakan gerakan membersihkan corat coret gedung bangunan cagar budaya di  Kota Tua yang diikuti 485 orang dari berbagai komunitas. Mereka terdiri dari anak anak SLTA, satpam/ security Kota Tua dan museum, pramuka dll. Menurut Candrian , sebelumnya mereka diberikan teori dan praktek membersihkan corat coret dari berbagai bahan dan media. Gerakan selama seminggu itu cukup memberikan hasil Kota Tua menjadi bersih. "Tapi akhirnya juga tergantung masyarakat pengunjung, selanjutnya, " ujar Candrian.
Masih dalam rangka menyebarkan ilmu konservasi, bulan Oktober nanti direncanakan Balai Konservasi menyelenggarakan workshop konservasi bangunan cagar budaya yang terbatas diikuti kalangan arsitek dan arkeolog sekitar 30 orang. (Suprihardjo)