Kamis, 22 Agustus 2013

Wisata ke Pantai Wartawan, Lampung Selatan

Wisata ke Pantai Wartawan, Lampung Selatan  

Pantai Selatan Lampung dikenal memiliki pemandangan yang menawan dengan batu karang beraneka ragam. Memandang lepas pantai , khususnya di Teluk Lampung, tampak kepulauan yang menghijau di Selat Sunda. Yang terdekat bernama Pulau Sebuku, dan di balik pulau itu terlihat Pulau Sebesi. Nun jauh di selatan sana tampak kepulan asap vulkanik Gunung Krakatau menggambang di langit biru. Di belakangnya tampak samar-samar Pulau Rakata Besar dan Kecil di samping Pulau Sertung.
Salah satu pantai selatan dari provinsi “Sai Bumi Ruwai Jurai” yang terkenal adalah Pantai Wartawan, itulah yang kita tuju saat ini. Dari Jakarta juga tak terlalu jauh setelah satu jam lebih perjalanan di jalan tol Jakarta- Merak lalu menyeberang dengan ferry ke Bakauheni sekitar 2 – 3 jam termasuk antreannya. Untunglah sebelum ferry bersandar kami sempat sholat subuh di atas musholla ferry tersebut. Matahari belum memancarkan sinarnya walaupun langit sudah terang. Hanya beberapa kilometer dari Bakauheni terpampang papan petunjuk arah di Simpang Gayam, ke kanan Makam Radin Inten dan ke kiri Pantai Wartawan.
“Kalau mau ke makam Radin Inten masih terlalu pagi. Lebih baik kita ke Pantai Wartawan,” ujar Dwi Busara, warga Bekasi yang bertugas sebagai pimpinan kantor BAZIS di kantor Wali Kota Jakarta Timur dan berlibur ke Lampung bersama dua temannya. Agus Widodo dari Kelurahan Kampung Tengah , Kramatjati yang kala itu bertugas memegang stir beserta “Terbit” sebagai peserta setuju pilihan itu karena sangat beralasan. Ternyata sebelum sampai ke tempat yang dituju, pemandangan pantainya rata-rata juga cukup mempesona. Banyak sungai kecil yang bermuara di Teluk Lampung ini dengan bebatuan yang sebagian besar berwarna tembaga, coklat kemerahan.
Sesampai di desa Kunyir, Kecamatan Rajabasa, mobil menyusur jalan pantai. Tertulis di papan reklame “Jual Nasi Uduk, Nasi Pecel dll” dan ada lagi papan petunjuk “Rest Area”. Ternyata yang ditunjuk adalah warung Nasrul dengan halaman cukup untuk parkir dua mobil. Sayangnya nasi uduknya sudah habis sepagi itu. Pemiliknya asli warga Lampung Selatan , tetapi isterinya orang Betawi , dari Jl Fatmawati, Cilandak Barat, Jakarta Selatan.
“Ini namanya Pantai Kunyir, sudah terkenal karena masuk internet,” tutur Nurlaela , isteri Nasrul yang menjaga warung tersebut. Ia mengaku diajak pulang kampung oleh suaminya sejak 1998 setelah memiliki 3 orang anak. Alasannya di Jakarta tak kuat karena semakin pengab dan penduduknya semakin padat. Sementara hidup di pantai Kunyir, Lampung Selatan ini lebih nyaman. Walaupun suasananya sepi, tetapi sudah tinggal di rumah sendiri. Di beberapa bagian Pantai Kunyir ini diberi turap dua saf dengan bus bus beton berdiameter 1 m, yang sudah disemen. Terkadang tanggul di pantai itu berfungsi sebagai dermaga tempat bersandar perahu perahu nelayan.
Belasan menit meneruskan perjalanan ke arah barat ketemulah yang namanya Pantai Wartawan. Terlihat ada gapura dengan di atasnya berukir mahkota Siger simbul khas daerah Lampung. Ada patung tokoh punakawan dalam cerita wayang. Tertulis di atas gapura tersebut Pantai Wartawan, Taman Wisata Gunung Galugah , Desa Way Muli, Kecamatan Perwakilan Rajabasa, Kalianda. Tempat Mandi, Renang, Sumber Air Panas dan Pemancingan.
Sayangnya bangunan loket dan fasilitas lainnya tidak terawat. Sebelah kanan terdapat bukit yang disegut Gunung Botak terdapat prasasti di situ yang kurang jelas tulisannya. Ini sebuah teluk kecil dengan pantai yang ditumbuhi bermacam pohon dengan batang bercabang cabang dan dahan yang rindang. Di sebelah timur (kiri) pemandangannya betul menawan. Ada dermaga dengan bongkahan batu- batu alam, dan batang pohon yang tumbang. Perahu berlayar dengan tenang dan aman di teluk tersebut. Sungguh alami.
Pemandangan ke laut tak jauh berbeda dengan water view di sepanjang pantai selatan ujung Sumatra ini, di Jalan Pesisir Rajabasa. Yaitu pemandangan laut dan pulau- pulau di Selat Sunda dengan gradasi berbeda sesuai jaraknya dari bibir pantai tempat kita berdiri.
Belum ditemukan bagaimana sejarah toponimi nama Pantai Wartawan tersebut. Namun menurut cerita masyarakat, dahulunya tempat wisata ini dikelola sekelompok warga setempat yang berprofesi sebagai wartawan. Di pantai itu ada sumber air panas yang menarik karena dapat digunakan untuk merebus telor. Airnya mendidih dengan temperature antara 80 sampai 100 derajat Celcius.
Pantai Wartawan perlu diagendakan tiap kunjungan wisata ke Lampung Selatan, hanya 14 km dari Kalianda, kota tua yang masih banyak berdiri rumah panggung, rumah adat Lampung. Dan sekitar 30 km dari Simpang Gayam di jalan raya Bakauheni. Di Bakauheni sendiri sejak April 2008 telah berdiri monumen Menara Siger setinggi 32 meter dengan enam lantai di atas Bukit Gamping demgn ketinggian 110 m DPL (Di atas permukaan laut) yang tampak jelas dengan warna kuning emas dari ferry ataupun kapal yang akan bersandar di Pelabuhan Bakauheni. Sebuah pelabuhan penyeberangan ferry yang teramai di seluruh Indonesia karena menghubungkan Pulau Sumatera dan Pulau Jawa. ***
Serasa di Bali
Perjalanan lebih menantang dan lebih menarik tatkala bermobil dari Kalianda lewat Bandarlampung ke Natar menuju Metro sampai ke Kecamatan Rumbia di Lampung Tengah liwat Natar. Nama nama jalan ditulis dengan dua karakter huruf. Selain dengan huruf /aksara Latin juga di bawahnya ditulis dengan huruf Lampung, mirip aksara Sunda Kuna yang terdapat di batu prasasti situs Astana Gede, Kawali, Ciamis, Jawa Barat. Sepanjang jalan yang mulus dan sebagian rusak itu di pinggir kanan dan kiri terlihat kebun- kebun karet, sawit ataupun kopi dan cocao maupun singkong. Tak ketinggalan deretan rumpun pisang yang sering dibikin kripik sebagai oleh oleh khas Lampung.
Dari Metro terus ke timur laut bertemu desa Pekalongan, Gedongdalam, belok kanan ke Sukadana. Dari kota ini belok kiri. Di pinggir jalan lintas timur Sumatra terlihat bangunan Islamic Center Lampung Timur yang indah dan megah berwarna krem dan coklat muda dengan menara dan kubahnya berwarna biru dan hijau, namun terlihat kurang terawat. Dari ibukota Lampung Timur itu jalan yang semula mulus berubah menjadi banyak kerusakan. Apalagi di kecamatan Seputihbanyak , banyak jalan sudah berlubang-lubang yang sudah ditutup batu pecah agar besar sampai ke kota Rumbia di Lampung Tengah.
Yang menarik perhatian, sepanjang jalan di Seputihbanyak kiri kananya banyak permukiman warga yang memiliki pura dengan setiap gerbang masuk dipasang penjor. Di ladang atau kebun di daerah Seputihbanyak hampir semua dibangun tempat sesajen dan patung patung gaya Hindu Bali. “Memang di sini sebagian besar penduduk transmigran dari Bali yang datang ke sini setelah Gunung Agung meletus Desember 1963,” ujar Yusmardi alias Seaman, warga Rumbia yang memandu kami. Agus Widodo tergoda berfoto di depan pura. Segera diunggah ke status di facebooknya. Tak lama kemudian mendapat reaksi dari teman temannya dengan kata-kata “Selamat berlibur di Bali”. Kontan kami berempat termasuk Agus Widodo, Dwi Busara , Yusmardi tertawa ngangak. Terkecoh rupanya dia. Memang ada rasa, nuansa dan suasana Bali di Seputihbanyak. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar