Rabu, 18 Desember 2013

Dari Festival Wayang Orang Nusantara: Performance Bagus, Namun Terkendala Bahasa

Jakarta, Suara Karya
Pertunjukan aneka wayang orang nusantara di Jakarta dari segi performance cukup bagus dan banyak kemajuan sejak tahun 2000. Namun masih terkendala factor bahasa. Karena itu terobosannya adalah pada adegan punakawan agar berimprovisasi untuk berinteraksi dengan penonton.

Tiga budayawan pengamat Festival Wayang Orang Nusantara 2013 di Museum Wayang mengungkapkan itu usai pertunjukan wayang orang gaya Bali, yang tampil terakhir Minggu (15/12).

Mereka masing-masing Darudjimat, IGB Sutarta dan Romdoni Andrian Kusuma. “Bahasa yang digunakan masih menjadi kendala. Tetapi punakawan dapat berinteraksi dengan penonton menggunakan bahasa apa saja melalui improvisasinya. Seperti yang dilakukan wayang orang Bali tadi , punakawan Walen dan Merdah berbicara dengan turis Jepang dan Belanda yang sedang menonton. Jadi komunikatif,” ujar Darudjimat. Karena hari Minggu, saat itu ruang pertunjukan berkapasitas 110 kursi terisi penuh dan banyak yang berdiri.

Begitu pula waktu tampil wayang wong Surakarta, Sabtu (14/12) penonton sekitar 130-an. Saat itu Petruk dan Gareng berimprovisasi berdialog dengan penonton. Peran kedua punakawan tersebut dinilai IGB Sutarta sebagai jembatan kepada penonton yang kurang paham bahasa Jawa. “Bagus, memang seharusnya begitu” ujarnya. Hadir Kepala Museum Wayang, Dachlan S.Kar, di antara puluhan siswa SMK Kartini dan siswa SD berseragama batik merah.

Sementara Romdoni menilai wayang wong Kalimantan relatif mudah dimengerti bahasanya karena mirip bahasa Indonesia. Sedang wayang Betawi kali ini para tokohnya langsung berdialog tidak dilakukan oleh dalang. “Ini wayang opera Betawi’” tambahnya.

Sumardi Dalang, panitia, didampingi Budi Santosa kepala seksi edukasi dan pameran Museum Wayang menjelaskan, festival berlangsung 6 hari. Hari pertama (10/12) menampilkan wayang opera Betawi dengan cerita Jamus Kalimasada. Disusul wayang orang gaya Sumatera (wayang Bintik), wayang Gung (gaya Kalimantan Selatan), gaya Pasundan, gaya Surakarta mengangkat cerita Gatutkaca Krama dan terakhir gaya Bali dengan cerita penculikan Shinta.

Menurut Sumardi tujuan festival untuk mengenalkan berbagai wayang seluruh Indonesia kepada pengunjung museum yang datang dari berbagai penjuru Indonesia bahkan dunia. ‘Event ini tiap tahun. Kalau kali ini hanya wayang dari 6 daerah yang ditampilkan, tahun depan dari beberapa daerah lainnya lagi,” ungkapnya. ***

Disparbud DKI Dukung KBT Jadi Destinasi Wisata Baru

Jakarta, Suara Karya
Sosialisasi Kanan Banjir Timur (KBT) sebagai daerah tujuan wisata baru di Jakarta selama dua hari 14-15 Desember di pinggiran KBT kelurahan Cipinang Besar Selatan Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur berlangsung meriah. Hari kedua Minggu (15/12)  yang terang benderang  kemarin banyak masyarakat yang datang menyaksikan dua panggung hiburan di lokasi tersebut dan  puluhan kios untuk wisata kuliner. Tampak acara Unjuk Laga Atraksi Panggung (ULAP) melombakan menyanyi lagu Betawi, berbalas pantun, tari dan pencak silat membuka palang pintu dikuiti 22 peserta. Acara berlangsung sampai malam hari jam 21.00.


Hari pertama Sabtu (14/12) acara dibuka Kepala Bidang Pemberdayaan Masyarakat Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) DKI Jakarta, H Ahmad Gozali. Kepala Disparbud Arie Budhiman dalam amanat tertulisnya yang dibacakan Gozali menegaskan acara ULAP ini merupakan upaya kreatif untuk memperkenalkan kawasan KBT sebagai destinasi wisata baru yang bagus, dan memperkuat promosi  Jakarta sebaai kota destinasi pariwisata unggulan.
Namun sekaligus mengajak masyarakat untuk bersama melestarikan lingkungan dan menjaga kebersihan kawasan yang sudah ditata rapi tersebut.


Pagi sebelum acara dimulai sebanyak 300 orang dari Marinir,  Satpol PP, Damkar dan masyarakat setempat dengan belasan perahu karet melakukan kebersihan Kanal Banjir Timur.

Sementara walaupun sejak sore hujan dan gerimis mengguyur kawasan KBT, keramaian penonton tak surut. “Biar gerimis, saya semalam nonton Ridho Roma dan band The Rain sampai selesai,” ujar Didin , tukang ojek warga Malaka Jaya yang berjarak sekitar 8 km dari lokasi keramaian tersebut.


Ridho Rhoma begitu memancar saat menghibur ribuan warga Jabodetabek yang hadir di perhelatan ULAP) Sabtu malam itu. Tampil bersama Sonet 2,  Ridho membawakan lagu-lagu hits seperti Menunggu, Begadang, Santai, Helo dan Kata Pujangga yang dinyanyikan bersama para penonton yang setia memadati panggung utama acara.

Band The Rain yang bermain dalam gerimis tampil dengan hitnya “Tak Terkendali”, “Yang Terindah” dan “Dengar Bisikku”. Tak kalah meriahnya  pergelaran Wayang Golek Betawi  dengan dalang Ki Tizar Purbaya dari Sunter. “Ia cukup kreatif,” ujar Rondon AK, pengamat budaya Betawi.  Kemeriahan hari pertama ditandai atraksi kembang api yang begitu menghiasi kawasan Kanal Banjir Timur menjadi semakin elok, sebelum ditutup dengan suguhan layar tancep yang memainkan film Si Doel anak Betawi yang dibintangi oleh Benyamin S dan Si Pitung yang dibintangi oleh Dicky Zulkarnaen.

Unjuk Laga Atraksi Panggung 2013 (ULAP) hari kedua menampilkan sejumlah permainan rakyat seperti Lari Angkat Ondel-ondel, Balon Ketek, Sepeda Lambat, Gebug Bantal dan Balap Karung. Para peserta berbagai permainan unik dan seru yang memperebutkan berbagai hadiah langsung seperti handphone, televisi, dvd player dan lainnya ini adalah warga Jakarta yang ikut menyaksikan acara.

Kepala Seksi Komunitas, Disbudpar DKI Jakarta, Rus Suharto menyampaikan, “Event ULAP 2013 ini memang diharapkan menjadi ajang istimewa untuk memperkenalkan kawasan KBT agar terjaga keindahannya dengan peran serta seluruh masyarakat,” katanya.


Rabu, 11 Desember 2013

Disparbud DKI Tampilkan Wayang Wong Betawi - Rahwana dan Rama Berbalas Pantun

Jakarta, Bloger
Sebanyak 700 orang siswa SMA dan SMK bersama gurunya dari 20 sekolah di Jabodetabek diundang menonton Wayang Wong Betawi di Teater Besar Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat, Rabu (11/12) siang. Cerita yang dipentaskan Rama Tambak dari epos Ramayana. Berbagai komentar para siswa muncul usai pergelaran yang intinya menyuarakan, itu pertunjukan langka tetapi mengasyikkan dan keren. Namun suara kritis juga banyak terdengar.

“Musiknya vatiatif. Bagaimana membuatnya kompak?,” tanya Arif dari SMK 57 Jakarta jurusan karawitan. Putri dan Dony dari SMK Sejahtera Bekasi hanya berkomentar asyik dan keren. Siswa SMK Paramita I Jakarta Timur, Engelin dan Dewa Gede mengakui wayang wong Betawi baru kali ini menontonnya, cukup komunikatif dan tidak jadul. “Tapi candaannya tadi agak vulgar,” ujar Engelin. Nadia dari SMAN 54 juga merasa nyaman dengan Wayang Wong Betawi. Tetapi menurut dia yang mengaku dari Solo masih terasa tradisional Jawanya. “Kurang Betawi,” celetuknya.
Abdul Rachem , Kepala Bidang Pengkajian dan Pengembangan Disparbud DKI menjelaskan ia memimpin produksi Ramayana Betawi ini karena permintaan Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Itu terjadi setelah Wayang Wong DKI keluar sebagai penampil terbaik di Festival se ASEAN di Yogyakarta 2012 yang lalu.

Pengamat Budaya Betawi Drs H Rachmat Ruchiyat dan koreografer /dosen tari Yuliati Parani menandaskan wayang wong Betawi dengan cerita Ramayana ini bukan mengada-ada. Karena Arsip Nasional terekam tahun 1974 ada pergelaran Wayang Wong Betawi di Pasar Rebo, Jaktim. Penulis Betawi bernama Bakri dari Pecenongan juga pernah menulis cerita Ramayana. “Di abad 19 dan awal abad 20 , wayang wong Betawi sudah ada yang dipentaskan di kalangan petani di Susukan , Kampung Rambutan. Tentu kostumnya sederhana dan wayangnya memakai topeng,” ujar. Namun tidak pernah digelar di Gedung Kesenian Pasar Baru , tak seperti wayang wong (orang) dari Cirebon dan Jawa Tengah/Yogyakarta. Karena itu Yuliati Parani dan Rachmat Ruchiyat mengapresiasi wayang wong Betawi ini agar digalakkan kembali.


Dalam penampilannya, ketika berhadapan dengan Sri Rama, tokoh raja Alengka, Rahwana berpantun: Sudah Raskin masih Terigu. Sudah miskin masih berlagu. Yang dijawab dengan pantun pula oleh Rama. Perang tanding satu lawan satu pun terjadilah antara kedua tokoh tersebut. Gerakannya jelas, itu jurus-jurus silat. (Pri) ****  

Berwisata ke Kota Gede dan Imogiri

Jakarta,
Bulan lalu, tepatnya pada tanggal 17 dan 18 November 2013 Museum Sejarah Jakarta merekonstruksi peristiwa sejarah penyerangan Sultan Agung Hanyakrakusuma dari Mataram ke Batavia 1628 -1629 yang mengakibatkan tewasnya Gubernur Jenderal VOC Berlanda, Jan Pieterszoon Coen. Kita (Terbit) sempat menyaksikan pergelaran tersebut dan menyimpulkan, cukup mengesankan walau tidak maksimal karena diguyur hujan. “ Pertempuran” hiruk- pikuk antara tentara VOC Belanda melawan tentara Sultan Agung Mataram dengan banjir darah yang terjadi 385 tahun lalu terulang kembali di lokasi yang sama. Tentu saja itu semua dalam polesan seni pertunjukan yang disuguhkan Bengkel Teater Kota Tua dengan seratus pemainnya.

Hal itu menginspirasi kita untuk menyimak sejarah kepahlawanan Sultan Agung Mataram dan melihat sendiri bukti bukti peninggalannya. Di Jakarta sendiri ada bukti bukti sejarah itu misalnya nama kecamatan dan jalan Matraman yang berasal dari kata Mataraman. Begitu pula dengan nama kelurahan Paseban, dulu tempat warga Mataram “seba” atau menghadap rajanya. Namun baiklah kali ini kita berwisata ke Yogyakarta, tepatnya Kota Gede dan Imogiri. Yaitu tempat sang tokoh lahir, dibesarkan, menjadi raja, berjaya, sampai wafatnya dan dimakamkan.

Kota Gede seperti Kendari, terkenal dengan kerajinan peraknya sejak dulu. Lokasinya sekitar 7 km sebelah tenggara pusat kota Yogyakarta. Bila naik bus kota dari dekat stasiun Tugu kita naik bus rute 3A dari halte di Jl Malioboro atau Pasar Kembang. Nanti turun di Tegal Gendu Kota Gede. Di situ banyak industry dan toko kerajinan perak.
Untuk mencapai Masjid Besar dan makam raja raja Mataram di Kota Gede kita harus berjalan menyusur ke timur ke jalan Mondorakan. Sesampai di Tugu Ngejaman di pojok pasar Kota Gede, belok kanan. Hanya beberapa puluh meter sampailah di tempat yang dituju.
Jelas tertulis di papan nama dekat lampu taman antik : “Makam Raja-raja Mataram”.

Halaman parkirnya rindang oleh pohon beringin tua. Pintu gerbang ke kompleks masjid dan makam tersebut terbuat dari batu bata kuno bentuknya mirip candi kembar.

Di salah satu tembok bata terdapat prasasti bertulis Kanjeng Panembahan Senopati bertahta 1509 tahun Djimawal, atau tahun 1579 Masehi Wafat pada 1532 Tahun Ehe atau Th 1601 Masehi. Dikubur di Kota Gede.
Untuk masuk halaman masjid besar kita harus melalui gerbang yang hanya cukup bersimpangan tiga orang. Di halaman depan terdapat tugu bertonggak besi untuk melihat jam/waktu berdasarkan bayang-bayang tonggak tersebut ketika disinari cahaya matahari. “Di dekan tempat wudu terdapat pohon kenanga yang besar. “Sejak saya kecil pohon kenanga ini sudah ada. Dulu saya agak takut di bawah pohon ini,” ujar Dwi Busara warga asli sekitar makam Kota Gede terse but yang kini bekerja di Jakarta.

Dalam masjid memang antik. Ada bagian tembok masjid yang sengaja diperlihatkan struktur batu bata dan material adukan spasinya. Di migrab masjid terdapat mimbar dari kayu wungle berukir sangat bagus. Menurut sejarah mimbar itu hadiah dari Adipati Palembang ketika Sultan Agung Hanyakrakusuma pulang dari Makkah dan mampir di peninggalan ibukota Sriwijaya tersebut.

Saat itu banyak puluhan wisatawan dari Demak berziarah dan sempat solat dhuha di situ. Ada pula beberapa wisatawan dari Jakarta dan mancanegara. Di antaranya para turis ada yang mengenakan kain batik, surjan dan blangkon serta menyengkelit keris. Ini memang keharusan bagi mereka yang berziarah ke makam 11 tokoh di pemakaman tersebut. Di antaranya Panembahan Senapati (Sultan Pertama Mataram), Sultan Hadiwijaya dari Pajang (Ayah angkat Panembahan Senapati), Ki Ageng Pemanahan (Ayah kandung Panembahan Senapati), Ratu Kalinyamat dan Kyai Wonoboyo Mangir.

Senin, 02 Desember 2013

Sudin Dikmen Jaktim Memacu Peningkatan Mutu Sekolah Swasta

Suku Dinas Pendidikan Menengah Jakarta Timur memacu peningkatan mutu pendidikan di SMA dan SMK Se Jakarta Timur baik sekolah negeri maupun sekolah swasta. Sekolah swasta di Jakarta Timur diminta memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan.  Sekolah swasta di Jakarta Timur harus memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan. Terlebih bagi yang  mendapatkan Biaya Operasional Pendidikan (BOP) dan Bantuan Operasional Sekolah (BOS), harus bisa menunjukkan peningkatan. 

"Ada 3 hal yang saya minta, satu : peningkatan layanan terlebih bagi anak dari keluarga tidak mampu. Ijazah jangan ditahan, dua : jangan ada peserta didik keluyuran pada jam sekolah apalagi tawuran, tiga : hasil ujian nasional tahun 2014 harus lebih baik", kata Budiana di depan 60 orang Kepala SMA/SMK swasta yang mengikuti Bintek Peningkatan Profesionalisme Pendidik di Hote Mars, Cipayung, Bogor,  Rabu, 27 November 2013. 

Guru jangan mengajar dengan cara yang sama seperti tahun sebelumnya. Kalau saat ini  hasilnya belum bagus dan mengajarnya masih sama seperti tahun sebelumnya maka hasilnya juga tidak akan lebih baik. Kepala Sekolah harus mengidentifikasi kelemahan-kelemahan apa yang masih ada dalam pelaksanaan pembelajaran kemudian memperbaikinya. Agar Kepala Sekolah dapat melakukan identifikasi kelemahan lalu menyusun rencana tindak untuk memperbaikinya, maka kepala sekolah diundang untuk mengikuti Bimbingan Teknis (Bintek). Dalam kegiatan Bintek tersebut, kepala sekolah akan dibimbing oleh para nara sumber dari Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) . 

Materi pokok Bimbingan Teknis meliputi : Peran Kepala Sekolah sebagai Supervisor dalam pelaksanaan Supervisi, Teknik melakukan supervisi akademik, Teknik melakukan supervisi klinis,  teknik melaksanakan Supervisi yang efektif dalam menigkatkan kualitas pembelajaran, dan praktik identifikasi masalah serta penyusunan rencana perbaikannya. Setelah mengikuti Bintek diharapkan Kompetensi Kepala Sekolah Swasta dalam melaksanakan supervisi meningkat sehingga dapat meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah masing-masing dan secara akumulasi akan meningkatkan mutu pendidikan di Jakarta Timur.

Kasudin Dikmen Jaktim, Drs. Budiana, MM, didampingi Kasi Tendik
foto bersama Kepala SMA/SMK Swasta Kakarta Timur.

Minggu, 24 November 2013

Perkembangan Kota Tua Mulai Mengkhawatirkan

Jakarta,(Blogger)
Perkembangan Kota Tua Jakarta yang menggembirakan setelah selesai direvitalisasi tahun 2007, kini tampak mengkhawatirkan dengan adanya berbagai ekses. Antara lain penguasaan oleh pengendara sepeda motor terhadap trotoar di Jl Lada di sebelah timur Museum Sejarah Jakarta, sehingga membahayakan wisatawan yang berjalan di situ. Lampu hias di tempat itu juga banyak yang hilang tinggal kabel terbuka yang berbahaya bila hujan. Ini perlu perhatian tidak hanya pihaknya saja, melainkan semua pemangku kepentingan, termasuk pemerintah kota, pedagang dan pengunjung kota tua.

Kepala Unit Pengelola Kawasan (UPK) Kota Tua Drs Gatut Dwi Hastoro mengungkapkan itu Sabtu (23/11). Menurut Gatut, pihaknya sudah sering berkordinasi dengan pihak terkait dan memang sekarang sedang dilakukan pembenahan termasuk ratusan lampu hias di lantai plaza Taman Fatahillah. Namun untuk pengembangan Kota Tua Jakarta ke depan, pihaknya perlu belajar pada pihak lain yang berhasil. “Karena itu kami akan melakukan studi banding ke kota Malaka,” katanya. Direncanakan dia bersama 3 orang stafnya berangkat ke Malaka Senin (25/11) ini.

Kepala Seksi Pengembangan UPK Kota Tua, Norviadi menambahkan studi banding tersebut berlangsung 4 hari sampai 28 November 2013. Dipilihnya Malaka sebagai sasaran studi banding atau bench marking karena Kota Tua Malaka di Malaysia itu telah mendapat pengakuan World Heritage, UNESCO, badan dunia yang membidangi pendidikan dan kebudayaan. “Pengelolaan heritage Kota Tua Malaka diakui baik oleh Unesco,” ujar Norviadi arkeolog lulusan Udayana Bali tersebut.

Seorang arkeolog alumnus UGM Yogyakarta, dra Rucky Nellyta mengakui ia bersama keluarga sekitar Agustus yang lalu berlibur ke Malaka. “Memang bagus kota tuanya. Semua bangunan dicat merah dan bersih. Kontur tanahnya berbukit-bukit dan indah,” ujarnya. Namun bila dibanding dengan Kota Tua Jakarta yang mencapai 846 Ha, Malaka kalah luas. “Orang kami berjalan kaki keliling kota tua di sana tidak begitu capek,” ujarnya. Karena itu cocok sekali Kota Tua Malaka bila untuk tempat studi banding pengelolaan kota tua Jakarta. Rombongan turis bule dari Eropa kelihatannya juga merasa nyaman berada di kawasan wisata Malaka tersebut. Bahkan seorang anaknya yang masih usia SD bertanya pada orangtuanya "Kapan giliran kita ke Jakarta, Ma?," Dia sepertinya sudah mendapat informasi bahwa sejarah Malaka dan Jakarta di masa lalu ada kaitannya. (Pri)

27 Anak dan 16 Pemilik Rumah Korban Kebakaran Dibantu Bazis

Jakarta, Blogger
Sebanyak 27 anak sekolah korban kebakaran yang terjadi 6 November yang lalu di RW 04 Kelurahan Kebon Manggis, Kecamatan Matraman dan 16 warga yang rumahnya hangus dalam kebakaran tersebut mendapat bantuan BAZIS Jakarta Timur. Bantuan tersebut diserahkan langsung oleh Wali Kota HR Krisdianto di lokasi bekas kebakaran RT 011/04 Kebon Manggis, Jumat (22/11).

Wali Kota Krisdianto dalam pesannya mengatakan bantuan ini merupakan bentuk rasa peduli pemerintah kota terhadap warganya yang kena musibah. Namun diharapkan warga tersebut tetap tabah sambil mawas diri. Apakah pemasangan instalasi listrik selama ini sudah benar dan tak menimbulkan korsleting yang dapat menyebabkan kebakaran. Diingatkan pula dalam waktu dekat akan dilaksanakan normalisasi kali Ciliwung, sehingga warga tak perlu buru buru membangun kembali rumahnya. “Tabung dulu,” katanya.
 



Drs Dwi Busara Kepala BAZIS Jakarta Timur menjelaskan bantuan untuk 27 anak sekolah berbentuk uang untuk siswa SD mendapat Rp 300 ribu, siswa SMP Rp 450 ribu dan siswa SMA/SMK mendapatkan Rp 500 ribu per orang, sehingga total Rp 8,3 juta. Sedangkan untuk renovasi rumah masing-masing mendapat Rp2 juta sehingga total 16 rumah Rp 32 juta. Diharapkan dalam waktu dekat ada inventarisasi dan pengukuran serta ganti rugi sehingga dana yang terkumpul dapat digunakan untuk membeli rumah yang lebih baik atau ke rumah susun. Akibat kebakaran yang menghanguskan 16 rumah itu sebanyak 47 Kepala Keluarga atau 102 jiwa kehilangan tempat tinggal sehingga mereka harus mengungsi. (pri).

Festival Seni Pertunjukan Nasional 2013 : DKI Raih Penata Tari dan Musik Terbaik

Jakarta, Blogger

Tim kesenian DKI Jakarta berhasil meraih dua predikat terbaik dalam Festival Seni Pertunjukan tingkat Nasional 2013 yang berlangsung di Balai Kartini Jakarta, 18-21 November yang lalu, yaitu penata tari dan penata musik terbaik. Kemenangan ini baru dilaporkan kepada Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) DKI Jakarta Arie Budhiman Jumat (22/11) dan mendapat apresiasi positif.

Kepala Bidang Pemberdayaan Masyarakat Disparbud DKI Ahmad Gozali, Jumat kemarin (22/11) mengungkapkan itu. “Bapak Kadis Parbud DKI mengharapkan tahun depan lebih meningkat. Sebab tim kesenian DKI Jakarta kali ini masih muda -muda berusia maksimum 23 tahun. Jadi bila dilakukan pembinaan terus, agar prestasinya makin meningkat. ” kata Gozali.
Menurut Gozali, festival seni pertunjukan tersebut diselenggarakan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI dan diikuti 17 provinsi di Indonesia, antara lain Aceh, Riau, Babel, Maluku, DIY, Jatim, Kalsel dan Sulsel.

Tim DKI adalah pemenang seleksi setelah diadakan audisi. Kebetulan yang dibawakan dalam festival tersebut garapan yang bernuansa sangat Betawi, yaitu tari berjudul Jantuk Ngelolo. Dan ini dilakukan secara kompak oleh tim DKI Jakarta yang totalnya berjumlah 34 orang, terdiri dari penari, pemusik, artis lainnya maupun seluruh kru kesenian tersebut.
DKI meraih dua terbaik dari 6 katagori yang dilombakan yaitu penata tari dan penata music terbaik. Empat katagori selebihnya adalah penyaji terbaik, sutradara, pentata artistic dan penari terbaik yang disabet tim dari daerah lain.

Diakui Gozali, dalam pemberdayaan masyarakat, Disparbud DKI Jakarta tidak hanya membina kesenian Betawi saja, tetapi juga segala kesenian daerah di seluruh Nusantara yang tumbuh dan berkembang di Jakarta sebagai ibu kota negara. (pri) ***

Studi Banding Kota Tua ke Malaka - Perkembangan Kota Tua Mulai Mengkhawatirkan

Jakarta, Blogger

Perkembangan Kota Tua Jakarta yang menggembirakan setelah selesai direvitalisasi tahun 2007, kini tampak mengkhawatirkan dengan adanya berbagai ekses. Antara lain penguasaan oleh pengendara sepeda motor terhadap trotoar di Jl Lada di sebelah timur Museum Sejarah Jakarta, sehingga membahayakan wisatawan yang berjalan di situ. Lampu hias di tempat itu juga banyak yang hilang tinggal kabel terbuka yang berbahaya bila hujan. Sampah juga teronggok di beberapa tempat, termasuk di Kali Besar. Ini perlu perhatian tidak hanya pihaknya saja, melainkan semua pemangku kepentingan, termasuk pemerintah kota, pedagang dan pengunjung kota tua.

Drs Gatut Dwi Hastoro, Kepala Unit Pengelola Kawasan (UPK) Kota Tua mengungkapkan itu Sabtu (23/11). Menurut Gatut, pihaknya sudah sering berkordinasi dengan pihak terkait dan memang sekarang sedang dilakukan pembenahan termasuk ratusan lampu hias di lantai plaza Taman Fatahillah. Namun untuk pengembangan Kota Tua Jakarta ke depan, pihaknya perlu belajar pada pihak lain yang berhasil. “Karena itu kami akan melakukan studi banding ke kota Malaka,” katanya. Direncanakan dia bersama 3 orang stafnya berangkat ke Malaka Senin (25/11) ini.

Norviadi, Kepala Seksi Pengembangan UPK Kota Tua, menambahkan studi banding tersebut berlangsung 4 hari sampai 28 November 2013. Dipilihnya Malaka sebagai sasaran studi banding atau bench marking karena Kota Tua Malaka di Malaysia itu telah mendapat pengakuan World Heritage, UNESCO, badan dunia yang membidangi pendidikan dan kebudayaan. “Pengelolaan heritage Kota Tua Malaka diakui baik oleh Unesco,” ujar Norviadi arkeolog lulusan Udayana Bali tersebut.

Arkeolog alumnus UGM Yogyakarta, dra Rucky Nellyta mengakui ia bersama keluarga sekitar 4 bulan yang lalu berlibur ke Malaka. “Memang bagus kota tuanya. Semua bangunan dicat merah dan bersih. Kontur tanahnya berbukit-bukit dan indah,” ujarnya. Namun bila dibanding dengan Kota Tua Jakarta yang mencapai 846 Ha, Malaka kalah luas. “Orang kami berjalan kaki keliling kota tua di sana tidak begitu capek,” ujarnya. Karena itu cocok sekali Kota Tua Malaka bila untuk tempat studi banding pengelolaan kota tua Jakarta. ****

Rabu, 13 November 2013

Serangan Sultan Agung ke Batavia 1628 Digelar di Museum Sejarah Jakarta

Rekonstruksi Sejarah Penyerangan Sultan Agung Ke Batavia 1628-1629
16-17 November 2013
Pukul: 10.00 - 14.00 WIB
di
Musem Sejarah Jakarta

Jakarta, Blogger
Museum Sejarah Jakarta (MSJ) akan menggelar rekonstruksi sejarah penyerangan Sultan Agung Mataram ke Batavia 385 tahun silam. Serangan dua kali tahun 1628-1629 itu akan digelar dalam bentuk teater arena yang dilangsungkan di halaman museum tersebut Jl Taman Fatahillah, Kota Tua. Pertunjukan tersebut gratis berlangsung dua hari Sabtu (16/11) dan Minggu (17/11) mulai pukul 10.00- 14.00 WIB yang melibatkan sekitar 100 orang pemain.

Dra Hj Enny Prihantini, kepala MSJ mengungkapkan Rabu (13/11), acara ini dalam peringatan Hari Pahlawan 10 November dengan memberikan hiburan atraktif dan edukatif kepada masyarakat secara gratis. “Sambil mengingatkan generasi muda agar tidak melupakan sejarah dan semangat kepahlawanan tokoh bangsa kita di masa lalu,” ujarnya. Seperti diketahui Sultan Agung Hanyokrokusumo yang memerintah Kerajaan Mataram tahun 1613-1635 ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional berdasarkan SK Presiden RI no.106/TK/1975 tertanggal 3 November 1975.
Diakui Enny Prihantini, tahun 2007 yang lalu juga pernah diselenggarakan pertunjukan seperti itu di tempat yang sama. Namun yang sekarang jelas akan beda dengan pemain yang berbeda pula.

Pemain yang sekarang sebagai Gubernur Jenderal Jan Pieterszoon Coen dimainkan oleh Pak Taka “OB” , sedangkan tokoh lainnya seperti Sultan Agung dimainkan Nur Wahid, Ki Rangga oleh Boim, Kolonel Van Vielt oleh Rio Bewok. Casting lainnya Marmo sebagai Bahurekso didukung pemain cilik Arsy Sabila, Anzra Syifa Defita dan Zahtul Kahfi dengan Sutradara Agustian Blok M. Bengkel Teater Tempo Doeloe mendukung sepenuhnya pergelaran ini. “Ada Bunga Zein segala ikut main,” tambah Enny.

Menurut catatan pengamat dan penulis sejarah dan budaya, Abu Galih, penyerangan Sultan Agung Mataram ke Batavia 1628-1629 yang kala itu dipimpin Gubernur Jenderal VOC Jan Pieterszoon Coen dituangkan dalam lukisan oleh pelukis kondang, S.Sudjojono tahun 1974 . Ukuran kain kanvasnya 3 x 10 meter yang kini menjadi masterpiece Museum Sejarah Jakarta. Lukisan itu hingga kini masih bagus setelah dikonservasi tahun 2008 oleh konservator Disparbud DKI dan konservator lukisan dari Singapore.

Serangan pertama tahun1628 gagal karena kurang persiapan perbekalan . Serangan kedua tahun 1629 juga gagal karena kalah dari tentara VOC yang unggul dalam persenjataan dan jumlah personel. Namun berkat taktik Sultan Agung dalam mengepung Batavia dengan membendung kali Ciliwung mengakibatkan Batavia diserang penyakit kolera. Karena wabah penyakit tersebut akhirnya merenggut nyawa Gubernur VOC Belanda, Jan Pieterszoon Coen.


Museum Sejarah Jakarta meski sejak Oktober yang lalu dikonservasi bagian luarnya namun pengunjungnya tak begitu susut. Tercatat tiap hari rata rata dikunjungi 700-1500 orang wisatawan baik wisatawan nusantara maupun wisatawan mancanegara. (Pri) ***

Parkir Makam P. Jayakarta Desember Dapat Digunakan

Jakarta, Blogger
Penataan situs makam Pangeran Jayakarta dengan pembangunan taman parkir di RW 03 Kelurahan Jatinegara Kaum, Kecamatan Pulogadung, Jakarta Timur kini tinggal tahap finishing. Diharapkan Desember depan dimanfaatkan untuk parkir mobil dan bus peziarah makam tersebut.

Kepala Sudin Kebudayaan Jakarta Timur Drs Husnison Nizar menegaskan hal itu kemarin. Diakui, lahan milik PAM Jaya seluas lebih 1.500 m2 yang diperuntukkan bagi penataan situs makam Pengeran Jayakarta di dekat lahan parkir tersebut kini masih ditempati para pedagang kayu . Namun itu tak menghalangi masuknya kendaraan ke taman parkir seluas 1.800 m2 tersebut berikut bekas TPS sampah yang sudah dibongkar.



Husnison Nizar mengatakan, tiap menjelang HUT Kodam Jayakarta 24 Desember, Pangdam dan stafnya selalu upacara dan ziarah ke Makam Pangeran Jayakarta. Untuk itu mobil mobil Pangdam dan anak buahnya dapat parkir di tempat yang baru selesai tersebut.


Ketua RT 06/03 Jatinegara Kaum, RM Syahrul yang juga keturunan P.Jayakarta ketika dihubungi Selasa (12/11) menilai proyek itu lamban karena sudah dimulai tahun 2010. Karena itu ia dan warganya mengharapkan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo dapat membantu percepatan penataan situs makam pahlawan tersebut. Mengenai lahan PAM Jaya yang kini sedang ditempati para pedagang kayu, Syahrul mengatakan kontraknya akan habis tahun 2014. Diharapkan segera lahannya dapat dimanfaatkan untuk penataan situs tersebut. Ia mengakui tiap menjelang 24 Desember, biasanya tanggal 22 atau 23 Desember Pangdam Jaya datang berziarah ke makam P.Jayakarta.


Wartawan yang datang ke lapangan Selasa (12/11) menyaksikan pagar tembok dengan hiasan bunga teratai yang sedang kuncup, sepanjang 70-an meter sudah jadi. Pot bunga sepanjang lebih 100 meter sudah diisi tanah. Pintu masuk mobil sebelah barat belum ada tetapi untuk keluarnya sebelah timur sudah lengkap dengan pintu besi. Tahun 2013 proyek ini memakan anggaran Rp 1,3 miliar dari daftar pengadaan anggaran Rp 1,5 miliar dari APBD DKI Jakarta.

Situs tersebut digunakan apel dan upacara terbatas dalam HUT Kota Jakarta tiap menjelang 22 Juni dan HUT Kodam Jayakarta tiap menjelang 24 Desember. Tiap Ramadhan juga banyak diziarahi warga luar DKI Jakarta mencapai ratusan sampai 2000 orang per hari.


Wali Kota Jakarta Timur HR Krisdianto maupun Sekretaris Kecamatan Pulogadung H Alawi mengharapkan proyek tersebut dapat selesai tepat waktu. Dengan demikian tidak menimbulkan kemacetan tatkala banyak peziarah yang datang dari luar kota . Di situs itu terdapat masjid kuno As Syalafiah yang dibangun Pangeran Jayakarta dan pengikutnya tahun 1620 . Pangeran Jayakarta menyingkir dari istananya di sebelah barat Kali Besar Kota Tua, akibat dibumihanguskan VOC akhir tahun 1619. ****

Selasa, 12 November 2013

Kreativitas dan Kemandirian Anak - Tentukan Daya Saing Bangsa

Foto : Kepala Sudin Dikmen Jaktim, Drs. Budiana, MM berfoto bersama dengan Panitia dan peserta HAN. 


Jakarta, Blogger
Kepala Sudin Pendidikan Menengah (Dikmen) Jakarta Timur Drs Budiana MM menegaskan, di abad 21 ini kreativitas dan kemandirian anak sangat menentukan daya saing bangsa. Karena itu peran keluarga sangat penting dalam memberikan dukungan terhadap tumbuh kembang anak.

Budiana menegaskan itu ketika membuka perayaan Hari Anak Nasional (HAN) tingkat Jakarta Timur di Bumi Perkemahan Pramuka Wiladatika Cibubur, Selasa (12/11). Perayaan diikuti 225 anak balita dari perwakilan PAUD se Jaktim. Mereka tampak bergembira menikmati kegiatan yang digelar panitia bersama para pengasuhnya.

Lebih lanjut Budiana mengatakan, perayaan ini untuk merangsang perkembangan anak dan meletakkan dasar-dasar ke arah perkembangan sikap, pengetahuan, keterampilan dan daya cipta mereka. ”Terutama dalam penyesuaian diri dengan lingkungan sesuai dengan efek bangun anak,” ujarnya.
Setiap tahun Sudin Dikmen Jakarta Timur merayakan HAN sebagai bagian dari Perayaan HAN di seluruh Indonesia yang dimaksudkan untuk mewujudkan kesejahteraan anak. Di tingkat pusat HAN diperingati setiap 23 Juli, sesuai keputusan presiden RI no.44/1984. Sementara Hari Anak Internasional diperingati setiap 1 Juni dan Hari Anak Universal diperingati setiap 20 November.

Peringatan ini kata Budiana adalah momentum penting untuk menggugah kepedulian dan partisipasi seluruh bangsa Indonesia dalam menghormati, menghargai, dan menjamin hak-hak anak tanpa diskriminasi. Juga memberikan yang terbaik untuk anak, serta menjamin kelangsungan hidup dan tumbuh kembangnya.

Kepala Seksi PNFI (Pendidikan Non Formal dan Informal) Sudin Dikmen Jaktim, Dra Tikrawati MM selaku ketua panitia menjelaskan, kegiatan kali ini diisi berbagai lomba antara lain lomba tari, memindahkan air dengan spon, lari estafet putra/putri, senam, menyanyi dan mamasang kancing baju. Prinsipnya yang bersifat khidmat, penuh makna, berkesan dan manfaat untuk anak sebagai penerus bangsa. Kepanitiaan kali ini melibatkan Dikmas, Himpunan Pendidik PAUD, serta Forum Penyelenggara PAUD. (pri) ***

Minggu, 10 November 2013

Jalan Diperlebar, 29 Bangunan Dibongkar Paksa


Jakarta, Blogger
Sekitar 300 petugas gabungan Jakarta Timur yang terdiri dari Satpol PP, Polisi dan anggota TNI Kamis (7/11) dikerahkan membongkar hampir 30 bangunan kios di Jl Tegalan, Kelurahan Pal Meriam, Kecamatan Matraman, Jakarta Timur. Berbekal peralatan palu godam, linggis, dan tali temali satu demi satu bangunan liar itu dirobohkan. Aksi pembongkaran secara manual itu tidak mendapat perlawanan pedagang yang tampak pasrah. Apalagi proses bongkar paksa tersebut berlangsung cepat setelah siang harinya didatangkan alat berat dari Dinas Kebersihan DKI Jakarta. Namun sebenarnya mereka tetap mengharapkan ada uang kerohiman atau ganti rugi bangunan.
“Yah dasar sial. Baru saja membangun kios lima bulan sudah kena gusur.Padahal kami sudah bayar,” kata seorang pedagang menyesali nasibnya. Entah dia telah membayar kepada siapa.

Beberapa pedagang merasa iri karena ada bangunan rumah makan Padang di ujung jalan yang tak dibongkar. “Mestinya jangan pilih kasih, dong kalau melalukan penertiban,” celetuk seorang pedagang yang dibenarkan teman-temannya.

Camat Matraman, Hari Nugroho yang ditemui di lapangan menjelaskan, pembongkaran paksa ini merupakan langkah terakhir. Sebab sebelumnya pihak Kecamatan telah menjalankan beberapa tahapan, antara lain menawarkan relokasi ke Pasar Pal Meriam. Di samping itu sebelum langkah pembongkaran juga diberikan surat peringatan atau SP secara bertahap,dari SP1, SP2 sampai SP3.

Menurut Camat Nugroho lahan yang ditempati itu milik Pemprov DKI Jakarta. Karena jalan tersebut akan diperlebar, maka mau tak mau bangunan di jalan tersebut yang tepatnya berjumlah 29 bangunan itu harus dibongkar untuk mempercepat program tersebut.(pri) ***

Pengalaman Berpuasa di Kutub Utara dan Negeri Ginseng (4)

Perokok semakin sulit

Meskipun mahasiswa Kyung Hee University angkatan Tatang ini yang muslim ada 40 orang, tetapi waktu bulan Ramadhan yang beribadah puasa hanya dua orang. “Yang berpuasa hanya saya dan seorang lagi mahasiswa Sudan bernama Bakri. Yang lain mungkin Islam KTP,” keluh Tatang sambil tersenyum. Sebulan dua kali kelompoknya menyelenggarakan piknik ke luar kota Seoul, sekaligus praktik menyelenggarakan pertunjukan seni budaya Korea. “Saya kebagian main perkusi tabuh. Gendangnya orang Korea,” katanya.

Inilah yang memberatkan Tatang. Meskipun bulan Ramadhan, tour pertunjukan ke luar kota tetap berjalan terus. Namun mau membatalkan puasa juga sayang. “Jadi dalam perjalanan sering saya sengaja tidur,” ungkapnya. Ini untuk menangkal godaan dosa mata yang sering terbentur pada pemandangan paha wanita.
Kalau ingin sholat tarawih berjamaah, harus ke Kedubes RI dengan naik bus terlebih dulu. Satu lagi kesulitan, pada saat makan sahur harus dapat bangun sendiri. Sebab di asrama itu hanya dia sendiri yang puasa. Dengan sendirinya tidak ada yang membangunkan sahur, kecuali jam wecker yang sebelumnya harus disetel alarmnya terlebih dahulu.

Ada tambahan faktor kesulitan bagi Tatang selaku “ahli hisap” ketika beribadah puasa Ramadhan di negeri ginseng ini. Waktu berbuka puasa tidak begitu mendesak untuk merokok karena tertutup kegiatan yang lain seperti sholat maghrib dan belajar. Tetapi usai makan sahur, terasa iseng kalau tidak menyulut rokok mengasapi tenggorokannya. “Saya di asrama tinggal di lantai 5. Setiap habis makan sahur kepingin merokok. Sementara smoking areanya berada di lantai dasar. Padahal lift gerbang sudah ditutup penjaganya lewat jam 12 malam,” tutur Tatang. Akhirnya ia melakukan pendekatan dengan berbaik-baik kepada sang penjaga malam dengan menemani dan mengajaknya ngobrol. Akhirnya terbuka juga peluang Tatang untuk melepas dahaga akan asap tembakau yang oleh banyak ulama difatwakan sebagai makruh.


Dari pengalaman berpuasa Ramadhan dan beribadah lainnya di negeri yang penduduknya mayoritas non muslim dan iklimnya bukan tropis, memang banyak kendala. Tetapi tidak seperti yang kita bayangkan. Banyak kemudahan yang diberikan oleh Allah SWT bila kita tetap konsisten atau tumakninah menjalani kewajiban tersebut. Yang penting lagi, kata mereka yang pernah mengalaminya ini, tetaplah konsisten menjalani ibadah, baik sholat lima waktu maupun berpuasa Ramadhan. Juga dianjurkan agar tetap berbuat baik kepada sesama, di manapun berada, terutama warga sesama muslim dan muslimah. *** 

Pengalaman Berpuasa di Kutub Utara dan Negeri Ginseng (3)

Berpuasa di Korea Selatan banyak godaan

Lain lagi dengan beribadah puasa Ramadhan di Korea Selatan yang dialami Drs Tatang Suhenda, PNS Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta. Tatang baru saja pulang dari tugas belajar di Negeri Ginseng akhir tahun 2010 yang lalu. Selama 6 bulan sejak Juni 2010 ia tinggal di Wegi Dong, suatu kawasan permukiman di kota Seoul. Program belajar di negeri ginseng ini sangat padat. Pagi Tatang kuliah di Kyung Hee University, sedang sore harinya ia belajar di National Theater of Korea.

“Saya tinggal bersama para mahasiswa dari negara-negara lain yang seluruhnya berjumlah 14 orang. Dari jumlah itu hanya 5 orang yang muslim,” tutur Tatang di bulan Rajab 1432 Hijriah di kantornya. Kepada buletin Masjid Darul Arqam, Tatang menuturkan lagi, lima orang itu yang Indonesia hanya dia sendiri, sedangkan lainnya seorang dari Pakistan dan tiga orang dari Uzbekistan.

Ramadhan 1431 Hijriah yang lalu bertepatan dengan bulan Agustus 2010, Korea sedang akhir musim panas. Berarti peredaran matahari lebih lama di belahan bumi utara ini. Karena itu lama puasa pun lebih panjang. Imsak pukul 03.12 dan 10 menit kemudian sudah masuk Subuh, sehingga dimulailah menahan lapar dan dahaga serta hawa nafsu. Buka puasa saat matahari terbenam yang baru terjadi pukul 19.30 waktu setempat.
“Lamanya berpuasa tiap hari tidak menjadi masalah. Yang berat bagi saya adalah panas dan paha. Sebab banyak mahasiswi dan wanita membiarkan pahanya terbuka dengan bercelana hotpant karena udaranya panas,” kata Tatang.

Tausiah, atau siraman rohani maupun informasi imsakiyah selama bulan Ramadhan cukup memadai sebab mudah didapat dari Ikatan Keluarga Muslim Indonesia (IKMI) di Korea yang membuka situs yang dapat dikunjungi setiap saat di internet. Bila ingin sholat di masjid juga tidak sulit. Sebab di Seoul juga ada masjid besar yang berkapasitas 1000 jemaah yang letaknya di kawasan Itaewon.

“Itaewon ini kalau di Jakarta seperti kawasan Jalan Jaksa,” kata Tatang. Jadi penuh dengan wisatawan mandiri dari berbagai negara yang menginap cukup lama di tempat itu. Wilayahnya pun seperti terbagi-bagi menurut komunitasnya. Sebelah barat yang ada masjidnya banyak dihuni kaum muslimin dari berbagai negara. Sedangkan di wilayah utara kebanyakan tempat bermukimnya kelompok bangsa asing yang non muslim, sementara sebelah timur banyak dihuni warga asli Korea.


Setiap sholat Jumat jemaahnya cukup banyak di masjid itu. Khotib masjid Itaewon membawakan khotbahnya dengan dua bahasa yaitu bahasa Inggeris dan bahasa Korea. Imam masjid ini seorang ulama dari Pulau Moro, Philipina Selatan.

Pengalaman Berpuasa di Kutub Utara dan Negeri Ginseng (2)

Masjid dengan Tiga Bahasa

Menurut Bu Widia, isteri Drs Gatot Subroto ini, selaku muslimin dan muslimah, para mahasiswa dalam menjalankan ibadah di kampus tidak ada masalah, sebab ada masjid yang cukup besar untuk sholat berjamaah, yang juga digunakan untuk sholat Jumat. “Bahkan di kawasan Grondland masih di kota Oslo, ada sebuah masjid besar berlantai 3 yang kotbahnya menggunakan tiga bahasa,” tutur ibu dari tiga orang anak ini. Di lantai 1 menggunakan bahasa Norg atau Norwegia, di lantai 2 menggunakan bahasa Inggeris dan di lantai 3 menggunakan bahasa Arab. Jadi bila Jumat banyak penduduk Oslo dan para mahasiswa pergi ke masjid Grondland tersebut yang dari tempat tinggal mereka Kringso harus naik kereta selama 30 menit. Jaraknya sekitar 30 km. “Untungnya waktu itu banyak mahasiswa dari negara yang berpenduduk muslim seperti dari Maroko, Pakistan, Uzbekistan dan sebagian dari Tibet,” tambahnya.

Tibalah bulan Ramadhan yang bertepatan dengan bulan Oktober 1999, musim panas mendekati musim gugur. Para mahasiswa yang muslim hampir semua berpuasa. Jadwal imsakiyahnya agak unik. Pukul 5 pagi mulai puasa Ramadhan, dan buka pada pukul 3 sore waktu setempat.
Memang tidak setiap malam para mahasiswa muslim menunaikan sholat tarawih berjamaah. “Sekaligus untuk melepas rindu sesama warga Indonesia, kami setiap week end yaitu Sabtu dan Minggu sholat tarawih berjamaah di Kedutaan Besar RI yang jaraknya cukup jauh dari Kringso,” tutur Kus Widianingsih, alumni IKIP Negeri Bandung ini. Kebanyakan perjalanan sehari-hari ditempuh dengan angkutan umum terutama dengan kereta. “Kami abonemen kereta sebulan 500 kroner. Di Norwegia satu kali beli tiket bisa untuk angkutan umum apa saja, baik bus, kereta maupun kapal laut,” katanya.
Tiba saat Idul Fitri, para mahasiswa dan masyarakat Indonesia muslim yang telah menjadi WNA di Oslo sholat Ied di Kedutaan Besar RI. Usai mendengarkan khotbah, seperti biasa bersalam-salaman saling memaafkan, yang menimbulkan rasa haru dan rindu keluarga serta kampung halaman. Tidak ada tradisi mudik lebaran. Selain biaya mahal juga masih terikat tugas belajar.
Ketika sholat Idul Adha para mahasiswa dan masyarakat Indonesia juga melakukannya di masjid Kedubes RI di Oslo. Tetapi di sini tidak ada daging kurban. “Ya bagaimana ? Orang nggak ada warga Indonesia yang melakukan kurban. Sebab kurbannya sudah dikirim ke Indonesia untuk saudara saudaranya kaum muslimin,” tutur Bu Widia lagi. Sebagai gantinya pihak Kedutaan Besar RI memasak gulai kambing dan sapi untuk makan bareng-bareng warga Indonesia. Sedangkan untuk makan sehari-hari di Oslo dan Norwegia umumnya tidak ada masalah karena banyak warga Indonesia yang mukim di sana dan menjual makanan/minuman berlabel halal dan sayur mayur yang tidak diharamkan.

Agak lain dengan pengalaman H Toekino bersama isterinya Hj Tuti Wirasati, warga Malaka Jaya Jakarta Timur waktu bermuhibah ke beberapa negara di Eropa tahun yang sama. Tepatnya tahun 1999 bulan Maret sampai April. Persamaannya, soal disiplin warganya, kebersihan lingkungan, pemandangan alam dan iklimnya. Seperti Norwegia, maka di negeri Belanda, Belgia dan Perancis pun pada musim semi dan musim bunga banyak dijumpai bunga tulip mekar beraneka warna menghampar di kebun kebun luar kota maupun di taman-taman kota.



Bedanya di ketiga negeri itu sulit ditemukan masjid. Mau sholat di taman yang terlihat bersih, ternyata taman yang teduh dan nyaman itu sering digunakan untuk tempat mengasuh atau menggembalakan anjing anjing piaraan. “Jadinya kami sering sholat di kendaraan umum yang memang bersih dan tepat waktu,” tutur H Toekino.

Pengalaman Berpuasa di Kutub Utara dan Negeri Ginseng (1)

Pengantar:
Setiap tiba bulan Ramadhan, tentu mengingatkan kita pada Ramadhan sebelumnya. Apalagi bila menjalani ibadah puasanya di luar negeri yang penduduknya mayoritas non muslim, pasti sangat berbeda dari biasanya. Bahkan banyak kesulitan dan kenangan yang tak mudah dilupakan. Untuk mengorek pengalaman menarik itu, H Suprihardjo selaku staf redaksi Buletin Ramadhan Masjid Darul Arqam pada medio Juni 2011 M/ bulan Rajab 1432 H melakukan wawancara dengan beberapa orang yang pernah mengalaminya. Hasil wawancaranya kami sajikan dalam sebuah tulisan berikut ini, semoga dapat dipetik hikmahnya.

Norwegia dengan ibukotanya Oslo, merupakan satu negara di jazirah Skandinavia, Eropa Utara yang memiliki ciri alam yang sangat spesifik, yaitu bergunung gunung salju dan garis pantainya berliku liku serta teksturnya terjal yang disebut fjord (baca fyord). Posisi negeri ini membentang dari selatan ke utara dari 55 derajat sampai 70 derajat garis Lintang Utara yang berarti nyaris dekat dengan Kutub Utara.

Kota Oslo sendiri secara geografis berada di koordinat sekitar 60 derajat Lintang Utara dan 11 derajat Bujur Timur. Sebagai perbandingan kota Jakarta berada di koordinat sekitar 6 derajat Lintang Selatan dan 107 derajat Bujur Timur. Selain letaknya sangat berjauhan, jelas iklimnya jauh berbeda dengan Jakarta. Begitu pula dengan penduduknya yang sebagian besar non muslim. Meskipun begitu ternyata di sana juga ada beberapa masjid. Sehingga untuk beribadah sehari-hari maupun untuk beribadah puasa Ramadhan dan sholat terawih berjamaah tidak sesulit yang kita bayangkan. Tentu saja banyak hal yang tetap menjadi masalah, meskipun akhirnya dapat diatasi.
Pengalaman beribadah puasa Ramadhan di negeri kutub utara ini diungkapkan Dra Kustiatun Widianingsing M.Phil.SNE, dosen mata kuliah Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Waktu itu dia mendapat beasiswa program S2 untuk Master of Phylosofi Special Need Education yaitu pendidikan untuk anak cacat.


“Kami semua guru-guru SLB (Sekolah Luar Biasa) dari seluruh Indonesia berjumlah 14 orang mendapat beasiswa kuliah di Oslo University tahun 1999. Selama dua tahun sampai tahun 2001 kami tinggal di daerah Kringso beberapa kilometer dari kampus,” ujar Kustiatun Widianingsih yang lebih akrab disapa dengan Bu Widia kepada buletin Masjid Darul Arqam di Jakarta, Juni yang lalu.

Rabu, 06 November 2013

130 Pemuda Jelajahi Kota Toea, Sejarah Selalu Terulang Polanya.

Jakarta, Blogger
Sebanyak 130 orang pemuda, pelajar dan mahasiswa dari Jabodetabek  melakukan Jelajah Kota Toea Jakarta, Minggu (3/11) yang difasilitasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Mereka dipandu pengurus Komunitas Jelajah Budaya yang diketuai Kartum Setiawan seorang museolog dari UI. Para peserta berangkat dari Museum Mandiri di Jl Pintu Besar Utara dengan terlebih dahulu menonton film documenter keadaan kota Batavia sebelum tahun 1941. Di antaranya film nonton sepakbola di Waterlooplein yang sekarang bernama Lapangan Banteng.  



Dari situlah peserta yang dibagi dalam 5 kelompok menjelajah Kota Toea ke Museum BI, melihat bangunan dari abad ke 18 di sepanjang Kali Besar, jembatan jungkat jungkit Kota Intan dan ke Museum Sejarah Jakarta (MSJ). Di museum yang dibangun tahun 1707-1710 ini para peserta menyaksikan latihan pergelaran kolosal rekonstruksi sejarah Penyerangan Sultan Agung Mataram ke Batavia 1628-1629. Ketika rombongan Jelajah Kota Toea memasuki ruang pamer MSJ, mendadak seorang peserta putri jatuh pingsan. Tenyata dia mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah.


Dalam diskusi akhir para peserta dan penyelenggara, sejarawan Universitas Indonesia, Dra Tri Wahyuningsih MSi dan dosen Universitas Islam Neger (UIN) , Ibnu Qoyim  menegaskan sejarah selalu berulang. “Bukan  peristiwanya, tetapi polanya yang berulang,” tandasnya. Seperti perkembangan Kota Batavia, dahulunya didukung oleh kepentingan warga kota di sekitarnya seperti Mester Cornelis (Jatinegara) dan Tanah Abang.  Ternyata ini berulang. Setelah menjadi Jakarta perkembangannya tak lepas dari daerah penyangga yang lebih luas sehingga terbentuk kawasan Jabodetabek. Yaitu Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi.


Dra Triana Wulandari, Kasubdit Verifikasi dan Permuseuman Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya Kemendikbud RI menjelaskan,  kegiatan ini dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran sejarah dan budaya warga Jakarta dan sekitarnya. “Terbukti dari peserta sebanyak ini yang sudah pernah menjelajahi Kota Toea Jakarta baru 10 persen. Makanya kami  membantu memfasilitasi,” ujarnya. Menurut Triana, tahun ini  Kemendikbud RI  juga memberikan fasilitas untuk penjelajahan sejarah dan budaya  kota Padang, Yogyakarta dan Solo.  Tahun 2014 pihaknya memfasilitasi penulisan  sejarah dan budaya di 5 wilayah, yaitu Makassar, Ternate, Yogyakarta, Ambon dan Pontianak.


Kartum Setiawan mengatakan, wilayah Kota Toea Jakarta luasnya 846 hektar. Bila dicermati banyak hal yang dapat dipetik dari kawasan ini terutama keindahan bangunan bersejarah yang memerlukan perhatian semua pihak agar tetap menjadi lingkungan terpelihara, bersih, tertib dan aman.
Rizko Ramadhan seorang peserta dari SMK Fajar, Depok mengatakan ia terkesan dengan jelajah kota tua tersebut. “Yang paling berkesan bagi saya Toko Merah di Kalibaru Barat” katanya. Dia sempat masuk dan terdapat informasi mengenai kegiatan dalam bangunan abad ke-18 itu di masa silam.



Lain lagi dengan Muhammad Nurazami, mahasiswa semester 3 Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Ciputat. Ia justru terkesan dengan koleksi Museum Sejarah Jakarta. Dari sana ia tahu bahwa akar budaya dan etnis Betawi sebenarnya dari Kerajaan Sunda Tarumanagara abad ke -5 Masehi.****      .

Alumni SMPN 1 Singosari Reuni di TMII

Cipayung ,  Pos Kota
Sebanyak 70 orang alumni SMP Negeri Singosari, Malang  menyelenggarakan reuni Bogor dan  Jakarta  pada 2-3 November 2013. Tema reuni tersebut “Menyambung Tali Silaturahmi yang Sudah 39  Tahun Tidak Ketemu”.




Ketua panitia di Jakarta Bambang Sumali, bersama Sujarwo dan Hendaryanto menjemput rombongan peserta dari Malang di Stasiun Pasar Senen pada hari Sabtu (2/11). “Kami sengaja naik KA Ekonomi  AC  Matarmaja ini dengan maksud agar tak ada kesenjangan di antara peserta,” ujar Ketua Panitia Malang , Tunggul Ansori. 

Peserta dari Tuban, Didik Wahyudi juga bergabung ke Malang untuk sampai ke Jakarta. Setelah berkangen-kangenan sejenak, rombongan segera diangkut dengan bus ke Cisarua, Bogor dan disambut Widodo seorang alumni yang sukses di kota ini. Mereka membuat acara dan menginap di situ. Guru Olahraga dan Ilmu Ukur SMPN 1 Singosari tahun 70-an, Pak Kusnoudin (72)  beserta isterinya juga ikut menghidupkan reuni tersebut.  Peserta wanita seperti Lis Herdiana, Yanti Budi dan Sri Mulyo Utami terlihat tak dapat menyembunyikan rasa bahagianya bertemu teman lama di acara malam itu.


Baru esok harinya rombongan alumni SMP Negeri 1 Singosari tahun 1970-an turun gunung dan  mengadakan kegiatan di TMII Jakarta Timur sehari suntuk. Ada yang naik cable car,  monorail  atau Titian Samirono, dan banyak pula yang mencoba sepeda tandem keliling Taman Mini Indonesia Indah. Tentu saja sebagian mereka mengunjungi Anjungan Jawa Timur, Kalimantan Timur dan beberapa anjungan provinsi yang berdekatan. 

Dari TMII rombongan berbelanja ke Tanah Abang, selanjutnya menginap di kampus STIP Marunda. Baru esok harinya Senin (4/11) rombongan  berfoto ria di Monas dan solat di Masjid Istiqlal, dua monumen yang dibangun hampir bersamaan dalam menegakkan national and character building yang dikampanyekan Bung Karno proklamator kita.

Reuni berakhir di Stasiun Senen sambil melepas rombongan ke Malang dengan KA Matarmaja dengan ucapan selamat jalan oleh Bambang Sumali .”Jangan lupa di lain waktu kita akan ketemu. Salam Satu Jiwa,” ujar Bambang yang menjabat Purek II STIP Marunda. ***

Kamis, 24 Oktober 2013

Berwisata ke Penataran Melihat Candi Terpancung

Jauh berjalan banyak yang dilihat. Perjalanan kita kali ini menuju Kabupaten Blitar untuk melihat tempat-tempat bersejarah dan panorama indah, baik di lereng dan kaki Gunung Kelud, aliran kali Brantas maupun pantai selatannya. Kota Blitar sendiri yang dikenal sebagai tempat peristirahatan terakhir presiden pertama RI , Ir.H. Soekarno banyak pula dikunjungi wisatawan dari berbagai penjuru tanah air bahkan mancanegara.

Namun kita tidak ke kotanya melainkan langsung ke wilayah kabupaten Blitar yang masih banyak peninggalan sejarah Kerajaan Daha, Singhasari maupun Majapahit. Peninggalan sejarah tersebut di antaranya Candi Sawentar di Kecamatan Kanigoro, Candi Plumbangan di Kecamatan Doko,Candi Simping di Sumberjati dan Candi Penataran di Kecamatan Nglegok, yang masih terawat dengan baik dan banyak dikunjungi wisatawan.

Ke candi yang disebutkan terakhir itulah kita berkunjung. Dari stasiun kereta api atau terminal bus Blitar kita naik mobil ke arah utara sejauh 15 km melalui komplek Makam Bung Karno. Sesampai di jalan mendaki setelah melewati kantor Kecamatan Nglegok ada pertigaan , kita belok kiri. Di hadapan kita ada gapura dan pos retribusi parkir Kawasan Wisata Penataran. Dari perparkiran jalan kaki melalui deretan pedagang cinderamata. Masuk halaman kompleks percandian kita harus turun dulu hanya beberapa langkah di parit kering kemudian naik lagi tangga untuk menapak ke halaman yang luasnya sekitar 1,3 hektar. Ini merupakan kompleks percandian terluas di Jawa Timur selain Trowulan, Mojokerto.

Terlihat hamparan sisa bangunan dari batu andesit dan sisa-sisa fondasi dari batu bata merah, diikuti beberapa bangunan candi, ada yang utuh, tanpa badan candi maupun tanpa bagian atasnya. Juga banyak berdiri arca-arca serta dinding batu berrelief berbentuk manusia, fauna dan flora. Kompleks bangunan Hindu ini ditemukan tahun 1815 oleh Letnan Gubernur Jenderal Sir Thomas Stamford Raffles yang mengarang buku “History of Java.” Padahal pertama kali dibangun oleh Raja Srengga dari Kediri tahun 1194 M dan dilanjutkan penerusnya sampai zaman Majapahit.

Yang langsung menarik perhatian adalah Candi Brawijaya karena sering kita lihat replikanya di mana-mana. Juga sosoknya telah dijadikan symbol Kodam VIII Brawijaya dengan bintang lima di atas gambar candi tersebut. Namun nama sebenarnya bangunan itu adalah “Candi Angka Tahun” karena di pintunya yang menghadap ke barat laut terdapat angka tahun 1291 Saka (1369 Masehi). Juga disebut Candi Ganesha karena dalam bilik candi tersebut terdapat arca Ganesha.
Di belakangnya terdapat candi terpancung tanpa mahkota setinggi 4,7 meter yang disebut Candi Naga karena ada relief besar sepasang naga melilit badan candi tersebut. Kata Bondan Siswanto petugas Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Timur di obyek wisata itu, dalam Candi Naga dahulunya disimpan peralatan upacara keagamaan yang dianggap suci. “Dahulu ada atapnya tetapi bukan dari batu,” ujarnya. Mungkin dari konstruksi kayu dan ijuk atau daun enau. Kompleks candi Penataran dahulunya bernama candi Palah yang mulai dibangun sejak zaman Kediri, sampai zaman kerajaan Singhasari namun baru selesai setelah zaman Majapahit. Oleh Raja Jayanegara dari Majapahit yang memerintah tahun 1309-1328 M, candi tersebut dikukuhkan sebagai Candi Negara.
Di belakang candi terpancung ini berdiri candi induk yang tinggal palataran cawannya saja setinggi 7 meter dan sedikit elevasi lantai yang berundak-undak. Pengunjung dapat naik ke pelataran dan cawan candi yang dindingnya diukir relief yang menggambarkan cerita Ramayana dengan diselingi relief medallion bergambar berbagai binatang dari burung, buaya, landak, sapi, kancil, sampai kuda.
Di sebelah utara bangunan induk ini terdapat batu batu berukir bekas reruntuhan candi induk tersebut yang direkonstruksi. Namun menurut Bondan, masih dalam susunan percobaan sehingga belum dapat diangkat ke tempat semula. Di sebelah tenggara candi induk terdapat kolam dengan dinding berangka tahun 1337 Saka (1429 Masehi) terdapat relief cerita kura-kura sombong yang ditolong burung bangau, namun akhirnya kura kura tersebut menemui ajal karena kesombongannya. Sayangnya banyak pengunjung yang terlewat mengamati bekas kolam tersebut. Warga Lodaya, Kabupaten Blitar H Suryadi mengaku sudah ke Penataran dua kali tetapi terlewati pula memperhatikan kolam dengan relief yang bercerita masalah budi pekerti itu.
Untuk keperluan pengunjung solat dan ke toilet disediakan fasilitasnya di sebelah utara bangunan induk dengan air yang sejuk . Maklum ketinggian desa Penataran di lereng Gunung Kelud ini sekitar 450 m di atas permukaan air laut dengan kehijauan pohon pohon di sekelilingnya.

Pengunjung candi Penataran selama tahun 2013 rata-rata mencapai 17.300 orang tiap bulan, termasuk wisatawan mancanegara 240 orang tiap bulan . “Bulan Juni sampai Agustus biasanya banyak wisatawan mancanegara yang datang,” kata Bondan. Agustus yang lalu pengunjungnya mencapai 17.500 orang lebih termasuk 420 orang wisman. Tak jauh dari candi induk terdapat tempat cetak foto dari HP maupun memory card kamera digital. Tentu saja fasilitas ini memudahkan pengunjung membuat kenang-kenangan foto berharga saat itu juga. ***

Foto foto :
Candi Brawijaya.

Candi terpancung dililit naga.

Anak kecil tampak mengagumi candi.

Relief cerita Ramayana dengan pertempuran pasukan kera melawan tentara raksasa Alengka.

Candi Penataran dengan ratusan pengunjung.





Rabu, 23 Oktober 2013

Pengunjung Candi Penataran Meningkat 39,5%

Blitar, Blogger
Pengunjung Candi Penataran di Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar tahun 2013 ini meningkat dibanding tahun 2012 yang lalu. Hal ini menggembirakan mengingat tahun lalu menurun dibandingkan sebelumnya.



Bondan Siswanto petugas Balai Pelestarian Cagar Budaya Trowulan di Penataran mengungkapkan Rabu (23/10). “Malahan akhir-akhir ini banyak wisatawan man canegara yang dating. Mereka dibawa pemandu wisata dari Yogyakarta maupun dari Bali,” ujar Bondan yang semalam habis piket malam di candi tersebut.


Disebutkan oleh Bondan selama tahun 2012 pengunjung candi Penataran yang ditemukan Letnan Gubernur Jenderal Raffles tahun 1815 M itu mencapai 149.692 orang termasuk wisatawan mancanegara 1.843 orang. Berarti rata-rata terdapat 12.474 orang pengunjung tiap bulan dengan wisatawan mancanegaranya 153 orang tiap bulan.


Sedangkan selama tahun 2013 sampai saat ini rata rata pengunjung candi resmi kenegaraan Majapahit abad ke 14 ini mencapai rata rata mencapai 17.403 orang tiap bulan termasuk wisatawan asing 170 orang tiap bulan. Bila dihitung peningkatan jumlah pengunjung tahun ini mencapai 39,5%. Sedang khususnya wisatawan asing meningkat 11%. “Memang banyak wisatawan asing pada umumnya meningkat pada bulan-bulan Juli, Agustus sampai September. Itu waktu mereka liburan kayaknya.” Kata Bondan sambil menunjukkan data selama Juli dan Agustus terdapat 638 wisatawan mancanegara, terutama dari Eropa dan Amerika.


Diungkapkan dalam kompleks perandian seluas 1,3 ha itu tidak jarang pengunjung local yang mengadakan ritual malam hari. Mereka itu pemeluk agama Hindu yang berasal dari Blitar bagian timur. Maka dari itu dari 12 petugas balai pelestarian benda cagar budaya di Penataran ada giliran bertugas malam hari sampai pagi jam 06.00. “Ini sudah belangsung lama sejak 1992,” ujarnya.





Kamis, 03 Oktober 2013

Hanya 10% Anggota Pertuni Berpendidikan PT

Jakarta, Suara Karya 
Hanya 10% jumlah anggota Persatuan Tuna Netra Indonesia (Pertuni) Cabang Jakarta Timur yang berpendidikan perguruan tinggi (PT). Karena itu dalam menggerakkan organisasi 5 tahun kedepan kualitas sumber daya manusia (SDM) Pertuni Jaktim harus ditingkatkan dengan berbagai pendidikan dan pelatihan.

Sekretaris Pertuni Jaktim Dila dan kawan-kawannya sesama tuna netra.

Para tuna netra menulis nama calon ketua yang dipilih.
Demikian Ketua Terpilih DPC Pertuni Jakarta Timur 2013-2018, Yogi Madsoni alias Soni usai Musyawarah Cabang (Muscab) IV Pertuni Jaktim di ruang sayap kanan kantor Wali Kota Jakarta Timur, Rabu (2/10). Muscab tersebut dibuka Asisten Kesejahteraan Masyarakat Sekko Jakarta Timur H Ibnu Hadjar yang diikuti sekitar 150 anggota dan dihadiri Ketua DPD Pertuni DKI Jakarta, Eka Setiawan SPd. Soni mengalahkan kandidat lainnya, Dila Nuraini yang hanya meraih sepertiga suara pemilih Soni.

Ketua Pertuni Jaktim Yogi Madsoni sedang pidato
Selanjutnya Yogi Madsoni mengungkapkan dari anggota sebanyak 193 orang yang berpendidikan SLTA 27%, pendidikan dasar SD-SMP 42% dan berpendidikan nonformal 20%. Dari segi pekerjaan 90% menjadi tenaga terapis, dan hanya 10% menjadi pengajar, musisi dan pegawai negeri sipil.

Para tuna netra menulis dengan huruf braille nama kandidat ketua yang dipilih.

Terpilihnya Madsoni memang diharapkan Dila Nuraini ( 28) yang merasa belum siap. Andri dan isterinya sesama tunanetra mengharapkan Madsoni yang begitu sabar dan transparan memimpin Pertuni Jaktim meneruskan menjadi ketua 5 tahun kedepan.

Anggota atau pengurus naik ke mimbar selalu dituntun anggota panitia yang melek.

Para peserta Muscab Pertuni Jakarta Timur
Uniknya Muscab ini setiap anggota atau pengurus naik ke mimbar selalu dituntun anggota panitia yang melek. Begitu pula waktu menulis nama tokoh yang dipilih, pemilik suara dituntun ke meja penulisan dengan huruf braile. Menurut ketua panitia Ponco Subagio, kepanitiaan 5 orang tunanetra Pertuni dibantu 15 relawan dari Bravo for Disability . “Bravo singkatan dari barisan volunteer,” ujarnya. ***

Selasa, 01 Oktober 2013

Banyak Dikritik, Revitalisasi Kota Tua Diteruskan

Jakarta, Suara Karya
Meskipun banyak kritik dan keluhan atas perkembangannya sekarang, secara bertahap revitalisasi Kota Tua Jakarta tetap diteruskan. Terutama menyangkut pembenahan semua museum yang ada di Kota Tua, tetap disinergikan dengan revitalisasi kawasan destinasi wisata tersebut.

Wakil Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta, DR Tinia Budiati menegaskan itu di Museum Sejarah Jakarta (MSJ) Senin (30/9) usai rapat bersama kepala museum Pemprov DKI Jakarta. Hadir Kepala Balai Konservasi Candrian menjelang purnabaktinya, Kepala MSJ Enny Prihantini, Kepala Museum Wayang Dachlan, para Kasudin Pariwisata dan Kasudin Kebudayaan. “Dengan begitu pada saatnya nanti, semua museum di Kota Tua telah siap melayani pengunjung, secara lebih baik,” tambahnya.

Pemasangan lampu sorot di lantai Taman Fatahillah di Kota Tua.

Kepala Unit Pengembangan Kawasan Kota Tua, Drs Gatut Dwi Hastoro mengakui banyak pengunjung Kota Tua yang mengeluh karena trotoar di Jl Lada disalahgunakan untuk lintasan sepeda motor sehingga membahayakan pejalan kaki. Di trotoar Jl Lada juga ada lampu lantai yang hilang dikhawatirkan kabelnya membuat korsleting, Juga banyak yang menanyakan 3 gedung tua di sekitar Taman Fatahillah yang dibiarkan atapnya berantakan sehingga merusak pemandangan.
Gatut menegaskan masalah itu sudah pernah dibahas di tingkat Wali Kota untuk diatasi. Namun hingga sekarang belum ada realisasinya. “Kalau gedung Jasindo sudah dirapatkan di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Seharusnya tahun 2013 sudah direnovasi,” ujarnya. Sedangkan gedung Cipta Niaga yang atapnya ambrol didapat informasi sedang dalam perencanaan renovasi oleh Indonesia Trading Company. Satu lagi bangunan tak terawat milik PT Das Saat padahal aslinya gedung itu indah.

Menurut Gatut Master Plan Kota Tua seluas 846 ha, memang dalam penyusunan baik dalam masalah luas wilayah maupun nomenklaturnya. Dalam revitalisasi sekarang diutamakan zona inti (zona 2 sekitar Taman Fatahillah) dan zona1yaitu Sunda Kelapa dan Museum Bahari. Pemerintah Provinsi dalam hal ini dinas terkait sedang memperbaiki lampu pencahayaan di Taman Fatahillah.
Menurut data di lapangan, sekitar 450 titik lampu lantai diganti. Senin yang lalu sudah selesai 250 titik lampu. Sedangkan tempat pedagang kaki lima sudah dibangun oleh Dinas Koperasi dan UMKM di deret di Jl Pos Kota, samping Kantor Pos dan di sebelah barat Museum Sejarah Jakarta.
Menurut catatan pengunjung Kota Tua Jakarta tahun ini meningkat 2 kali lipat dibanding 2 tahun lalu. Diperkirakan pengunjung Kota Tua tahun 2011 rata-rata mencapai 3.606 orang per hari, maka tahun ini mencapai 7. 212 orang per hari. Karena itu sekarang sedang dilakukan pembenahan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. “Sekarang sudah terlihat hasilnya walaupun tidak sekaligus,” kata Kepala Seksi Pengembangan UPP Kota Tua, Norviandi. Dikatakan, di Kota Tua ada 25 pemilik sepeda onthel dengan jumlah sepeda yang disewakan 280 kendaraan. Namun jenis sepedanya harus sesuai dengan julukan Kota Tua. Sepeda tandem dilarang.

Di Kota Tua berdiri lebih dari 100 bangunan cagar budaya dari abad ke 18 sampai awal abad 20. Gedung dan bangunan tua itu merupakan daya tarik pariwisata karena juga memiliki sejarah panjang. Di antaranya Toko Merah, Jembatan Kota Intan, Galangan VOC , Menara Syabandar 1839 dan Masjid Keramat Luar Batang. Belum lagi 5 museum di Kota Tua yakni Museum Sejarah Jakarta, Museum Wayang, Museum Seni Rupa dan Keramik, Museum BI, Museum Mandiri dan Museum Bahari.

Untuk menghitung pengunjung Kota Tua dapat dilihat dari jumlah pengunjung Museum Sejarah Jakarta (MSJ). Diperkirakan pengunjung Kota Tua 3 kali lipat pengunjung MSJ. “Sebenarnya bisa mencapai 4 kali lipat. Soalnya pengunjung museum hanya 5 jam. Sedangkan Kota Tua dari pagi sampai malam. Luasnya pun puluhan kali lipat luas MSJ, ” kata Norviandi. Tercatat tahun 2011 jumlah pengunjung MSJ 400.572 orang, tahun 2012 meningkat 16% menjadi 464.638 orang. ****  

Rabu, 25 September 2013

Berwisata ke Gombong Naik ke Atap Benteng Van Der Wijck

Gerbang taman wisata van der wijck.



Bagian dalam benteng, setiap pintu antar ruangan berbentuk lengkung.

Dalam terminology peperangan, benteng adalah bangunan yang memiliki fungsi sebagai pertahanan dari serangan tentara musuh. Karena itu dibangun secara terkonsep, kokoh, lengkap dengan tempat berlindung, tempat mengintai dan menyerang balik tentara lawan dan penuh ruang rahasia sebagai penyimpanan perbekalan maupun amunisi.

Namun seiring dengan kemajuan teknologi perang dan peralatannya, keberadaan benteng pun tidak efekfif lagi menjalankan fungsinya. Karena itu semua benteng kini sudah beralih fungsi untuk daya tarik pariwisata. Seperti benteng Martello di Pulau Kelor dan Pulau Bidadari di Kepulauan Seribu sering digunakan untuk acara eksklusif antara lain untuk out bond, sesi foto pre wedding, dan juga sekaligus tempat acara pernikahan seperti yang dilakukan artis kondang Atiqah Hasiholan dan Rio Dewanto pada 24 Agustus 2013 yang lalu.

Begitu pula dengan Benteng Rotterdam di Makasar, Benteng Marlborough di Bengkulu, Fort de Kock di Bukittinggi dan Benteng Van Der Wijck di Gombong, Jawa Tengah kini dijadikan objek wisata dengan jumlah pengunjung yang lumayan ramai.

Ke benteng Van der Wijck itulah kita berwisata kali ini. Dari Jakarta kita naik KA Progo yang berangkat dari Stasiun KA Pasar Senen pukul 22.00. Hari Senin (23/9) kereta tersebut berangkat tepat seperti jadwal. Ruangan kereta cukup bersih ber-AC dengan penumpang sesuai dengan jumlah tempat duduk, walaupun taripnya Rp60.000 per orang. Bagi anak anak dan lansia mendapat reduksi 20%, jadi hanya membayar Rp40.000 per orang. Toilet juga bersih dengan air yang cukup.

Penulis bersama erik hartoyo pengelola.

Lebih berbudaya
Sungguh manejemen PT KAI patut diacungi jempol. Sebab KA kini benar benar memanusiakan manusia dan mengajak bangsa Indonesia lebih berbudaya. Para pedagang asongan pun tak ada yang masuk gerbong , tidak seperti tahun tahun sebelumnya yang memperlakukan angkutan masal itu sebagai pasar untuk menjajakan segala macam dagangan dan jasa.

Meski begitu ada pula penumpang yang membawa kebiasaan buruknya dari rumah. Serombongan penumpang membuang sampah di sekitarnya. Bahkan ada yang merokok. Untung ada penumpang yang mengingatkan sebelum yang lain complain kepada petugas.
Sayang ketika KA berhenti di stasiun Sindang Laut banyak pedagang asongan masuk, menawarkan pop mie, minuman kopi , susu jahe panas, makanan dan lain-lain.

Ada rasa kecewa dengan titik lemah di sini. Tapi kalah dengan rasa kantuk. Tahu tahu sudah menjelang subuh sampai stasiun Purwokerto. Tampak di papan nama Purwokerto angka +75 M, tanda ketinggian kota di kaki Gunung Slamet itu 75 meter DPL (di atas permukaan laut). Terdengar dari pengeras suara satu melodi dengan lagu Di Tepinya Sungai Serayu, sebagai ciri suara awal di stasiun Purwokerto. Hanya sekitar 30 menit kemudian sampai di stasiun Kroya dengan ketinggian 11 km. Setelah melewati terowongan Ijo sampailah KA di stasiun Gombong sekitar pukul 04.38. Papan nama Gombong mencantumkan angka +18 M.

Usai solat subuh, dan matahari sudah mulai terbit, kami dijemput keponakan Pak Sungkowo ketua RT kami di Jakarta. Mas Sudibyo membawa kami ke rumahnya di Kuwarasan sekitar 5 km sebelah selatan stasiun Gombong. Setelah mandi dan sarapan serabi, berangkatlah kita ke Benteng Van Der Wijck. Dengan mobil Kijang kami menyusur jalan Puring ke utara. Di kiri kanan tampak sawah menghijau dengan tanaman kedelai dan kacang hijau sebagai tanaman selingan setelah panen. Sampai di Jl Raya Yos Sudarso kami terus ke arah utara di Jl Kartini terus Jl Gereja, tak sampai 700 meter dari jalan raya, sampailah di Jl Sapta Marga tempat yang dituju, yaitu satu kompleks markas dan perumahaan TNI AD yang dahulunya dikenal sebagai tempat pendidikan militer, Sekolah Calon Tamtama (Secata) A. Sekolah militer ini sudah berdiri sejak zaman Belanda. Menurut Erik Harsoyo, pengelola taman wisata Benteng Van Der Wijck, mantan presiden RI Jenderal Suharto pernah berlatih di tempat ini.
Kita menghadap ke timur tampak pintu gerbang taman rekreasi itu berbentuk benteng yang dijaga sepasang patung dwarapala. Di sebelah kanan terdapat patung Pangeran Diponegoro naik kuda dengan posisi menyerang. Diperkirakan benteng Van Der Wijck didirikan tahun 1825-1827 saat dicanangkannya Benteng Stelsel oleh pemerintah Belanda mengatasi perlawanan Pangeran Diponegoro dan pengikutnya dalam perang lima tahun (1825-1830).
Di jalan Sapta Marga bawah kerindangan pohon pohon pinus, ketapang dan akasia, terlihat diparkir kereta kelinci dan kereta kencana untuk berkeliling areal tersebut. Di kiri jalan terlihat deretan kamar hotel tempat menginap rombongan peserta pelatihan konservasi. Sedang di kanan berbagai arena permainan anak-anak termasuk kolam renang dan draimolen.
Sekitar 120 meter dari gerbang tampaklah bangunan bertingkat berwarna merah dengan tinggi hampir 10 meter. Di atas atapnya nongkrong kereta odong-odong dengan rel, sedang menunggu wisatawan yang ingin berkeliling melihat pemandangan sekeliling benteng di arel seluas lebih 2 hektar itu. Di pintu masuk bangunan melingkar berbentuk segi delapan itu terpampang ucapan “Selamat Datang di Benteng Van Der Wijck”.

Penulis di lantai dua menunjuk tangga ke atap.

Nama itu sendiri mengingatkan kita pada buku sastra karangan ulama dan sastrawan Indonesia tersohor Buya HAMKA dengan judul Tenggelamnya Kapal Van der Wijck. Buku roman itu bercerita tentang rasa cinta dua tokoh berlainan jenis yang kental dengan adat budaya Minangkabau dan Bugis. Bagi pelajar SMA jurusan budaya di dekade 1950 sampai 1970-an, buku itu menjadi bacaan wajib.
Di halaman dalam benteng itu terasa lapang. Banyak yang menyamakan dengan tempat aduan banteng dengan matador di Spanyol. Lantai halaman tersebut meskipun telah diaspal, pada bagian yang terkelupas terlihat jelas, berkonstruksi batu bata yang ditata posisi berdiri.

Benteng dua lantai tersebut luasnya 3606,625m2 tiap lantai. Masing masing lantai terdapat 16 barak dengan ukuran masing-masing 7,5 x 11,32 m. Di lantai 1 dipamerkan foto- foto pemugaran benteng tahun 1998-2000 dan di lantai 2 terdapat foto foto kegiatan pendidikan tentara serta foto Pangdam Diponegoro dari sejak Kolonel Gatot Subroto sampai Mayjen Sumarsono SH. Juga foto bupati Kebumen dari zaman ke zaman, termasuk Ny Rustiningsih yang sempat menjadi Wagub Jateng.
Dari lantai 2 ada lagi tangga ke atap yang terbuat dari bahan terakota. Di atap sisi yang paling luar dibuat datar.Di situlah dipasang rel untuk kereta wisata dengan lokomotif mini. Seluruh bangunan dengan struktur batu bata itu tampak kokoh.

Drs Candrian Attahiyat pimpinan Balai Konservasi DKI dan sesama arkeolog yang lain seperti Ninik Maruto menilai benteng Van Der Wijck sebagai bangunan cagar budaya cukup terpelihara. Dalam pengembangannya dibangun beberapa gazebo atau pondok untuk melhat pemandangan sekililing. Sayangnya letaknya terlalu dekat dengan sosok benteng tersebut. “Biar lebih bagus, gazebo-gazebo itu harusnya dibangun agak jauh. Seperti dulu gazebo di Pulau Bidadari, Kepulauan Seribu terlalu dekat dengan Benteng Martello. Tapi sekarang sudah dibongkar dan dibangun kembali jauh dari bangunan kuno tersebut. Jadi lebih bagus,” ujarnya.
Kalau gazebo terlalu dekat dengan benteng padahal benteng tersebut sebagai obyek wisata itu sendiri, lalu bagaimana cara mengamatinya? Harus ada jarak yang cukup agar nyaman untuk memandang.

Halaman dalam benteng lantainya bata berdiri.

Pasukan tanpa kepala
Mengenai cerita hantu, Erik Hartoyo tak menolaknya. “Bangunan kuno yang sudah lama kosong tentu saja ada yang menghuninya. Ada orang yang memiliki indera keenam mengaku setiap datang ke benteng Van Der Wijck ada yang menyambutnya,” ujar Erik. Bahkan ada yang bilang dulu terlihat pasukan tentara tanpa kepala. Namun setelah dibersihkan dan kini dikembangkan menjadi taman rekreasi, cerita seperti itu tak terdengar lagi.
Sebaliknya beberapa kali benteng dan lingkungan tersebut digunakan untuk lokasi shooting film. Antara lain untuk shooting film Raid 2 yang dibintangi Iko Uwais.
Di luar benteng terdapat kolam Tirta Manggala, peninggalan Belanda yang masih digunakan untuk berlatih para tentara.

Di atap benteng ada kereta odong-odong.

Benteng tersebut tiap hari dikunjungi wisatawan. Hari biasa pengunjungnya hanya berkisar antara 50-70 orang. Tetapi bila hari Minggu mencapai 1.000 orang. Suatu angka pas-pasan untuk penghidupan sebuah taman wisata dengan 125 karyawannya dan untuk kontribusi pendapatan asli daerah Kabupaten Kebumen.

Untuk mencapai benteng Van Der Wijck dari stasiun Gombong dapat ditempuh dengan bentor atau becak motor yang sejak 3 tahun terakhir ini menjamur di kota itu berdampingan dengan becak kayuh. Ongkosnya sekitar Rp15.000. Rekreasi cukup murah dan penuh cerita sejarah yang berkaitan dengan heroisme Pangeran Diponegoro dan pengikutnya dengan perang melawan penjajahan Belanda yang berlangsung selama 5 tahun. (pri)