Rabu, 18 Desember 2013

Dari Festival Wayang Orang Nusantara: Performance Bagus, Namun Terkendala Bahasa

Jakarta, Suara Karya
Pertunjukan aneka wayang orang nusantara di Jakarta dari segi performance cukup bagus dan banyak kemajuan sejak tahun 2000. Namun masih terkendala factor bahasa. Karena itu terobosannya adalah pada adegan punakawan agar berimprovisasi untuk berinteraksi dengan penonton.

Tiga budayawan pengamat Festival Wayang Orang Nusantara 2013 di Museum Wayang mengungkapkan itu usai pertunjukan wayang orang gaya Bali, yang tampil terakhir Minggu (15/12).

Mereka masing-masing Darudjimat, IGB Sutarta dan Romdoni Andrian Kusuma. “Bahasa yang digunakan masih menjadi kendala. Tetapi punakawan dapat berinteraksi dengan penonton menggunakan bahasa apa saja melalui improvisasinya. Seperti yang dilakukan wayang orang Bali tadi , punakawan Walen dan Merdah berbicara dengan turis Jepang dan Belanda yang sedang menonton. Jadi komunikatif,” ujar Darudjimat. Karena hari Minggu, saat itu ruang pertunjukan berkapasitas 110 kursi terisi penuh dan banyak yang berdiri.

Begitu pula waktu tampil wayang wong Surakarta, Sabtu (14/12) penonton sekitar 130-an. Saat itu Petruk dan Gareng berimprovisasi berdialog dengan penonton. Peran kedua punakawan tersebut dinilai IGB Sutarta sebagai jembatan kepada penonton yang kurang paham bahasa Jawa. “Bagus, memang seharusnya begitu” ujarnya. Hadir Kepala Museum Wayang, Dachlan S.Kar, di antara puluhan siswa SMK Kartini dan siswa SD berseragama batik merah.

Sementara Romdoni menilai wayang wong Kalimantan relatif mudah dimengerti bahasanya karena mirip bahasa Indonesia. Sedang wayang Betawi kali ini para tokohnya langsung berdialog tidak dilakukan oleh dalang. “Ini wayang opera Betawi’” tambahnya.

Sumardi Dalang, panitia, didampingi Budi Santosa kepala seksi edukasi dan pameran Museum Wayang menjelaskan, festival berlangsung 6 hari. Hari pertama (10/12) menampilkan wayang opera Betawi dengan cerita Jamus Kalimasada. Disusul wayang orang gaya Sumatera (wayang Bintik), wayang Gung (gaya Kalimantan Selatan), gaya Pasundan, gaya Surakarta mengangkat cerita Gatutkaca Krama dan terakhir gaya Bali dengan cerita penculikan Shinta.

Menurut Sumardi tujuan festival untuk mengenalkan berbagai wayang seluruh Indonesia kepada pengunjung museum yang datang dari berbagai penjuru Indonesia bahkan dunia. ‘Event ini tiap tahun. Kalau kali ini hanya wayang dari 6 daerah yang ditampilkan, tahun depan dari beberapa daerah lainnya lagi,” ungkapnya. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar