Minggu, 10 November 2013

Pengalaman Berpuasa di Kutub Utara dan Negeri Ginseng (1)

Pengantar:
Setiap tiba bulan Ramadhan, tentu mengingatkan kita pada Ramadhan sebelumnya. Apalagi bila menjalani ibadah puasanya di luar negeri yang penduduknya mayoritas non muslim, pasti sangat berbeda dari biasanya. Bahkan banyak kesulitan dan kenangan yang tak mudah dilupakan. Untuk mengorek pengalaman menarik itu, H Suprihardjo selaku staf redaksi Buletin Ramadhan Masjid Darul Arqam pada medio Juni 2011 M/ bulan Rajab 1432 H melakukan wawancara dengan beberapa orang yang pernah mengalaminya. Hasil wawancaranya kami sajikan dalam sebuah tulisan berikut ini, semoga dapat dipetik hikmahnya.

Norwegia dengan ibukotanya Oslo, merupakan satu negara di jazirah Skandinavia, Eropa Utara yang memiliki ciri alam yang sangat spesifik, yaitu bergunung gunung salju dan garis pantainya berliku liku serta teksturnya terjal yang disebut fjord (baca fyord). Posisi negeri ini membentang dari selatan ke utara dari 55 derajat sampai 70 derajat garis Lintang Utara yang berarti nyaris dekat dengan Kutub Utara.

Kota Oslo sendiri secara geografis berada di koordinat sekitar 60 derajat Lintang Utara dan 11 derajat Bujur Timur. Sebagai perbandingan kota Jakarta berada di koordinat sekitar 6 derajat Lintang Selatan dan 107 derajat Bujur Timur. Selain letaknya sangat berjauhan, jelas iklimnya jauh berbeda dengan Jakarta. Begitu pula dengan penduduknya yang sebagian besar non muslim. Meskipun begitu ternyata di sana juga ada beberapa masjid. Sehingga untuk beribadah sehari-hari maupun untuk beribadah puasa Ramadhan dan sholat terawih berjamaah tidak sesulit yang kita bayangkan. Tentu saja banyak hal yang tetap menjadi masalah, meskipun akhirnya dapat diatasi.
Pengalaman beribadah puasa Ramadhan di negeri kutub utara ini diungkapkan Dra Kustiatun Widianingsing M.Phil.SNE, dosen mata kuliah Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Waktu itu dia mendapat beasiswa program S2 untuk Master of Phylosofi Special Need Education yaitu pendidikan untuk anak cacat.


“Kami semua guru-guru SLB (Sekolah Luar Biasa) dari seluruh Indonesia berjumlah 14 orang mendapat beasiswa kuliah di Oslo University tahun 1999. Selama dua tahun sampai tahun 2001 kami tinggal di daerah Kringso beberapa kilometer dari kampus,” ujar Kustiatun Widianingsih yang lebih akrab disapa dengan Bu Widia kepada buletin Masjid Darul Arqam di Jakarta, Juni yang lalu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar