Minggu, 10 November 2013

Pengalaman Berpuasa di Kutub Utara dan Negeri Ginseng (4)

Perokok semakin sulit

Meskipun mahasiswa Kyung Hee University angkatan Tatang ini yang muslim ada 40 orang, tetapi waktu bulan Ramadhan yang beribadah puasa hanya dua orang. “Yang berpuasa hanya saya dan seorang lagi mahasiswa Sudan bernama Bakri. Yang lain mungkin Islam KTP,” keluh Tatang sambil tersenyum. Sebulan dua kali kelompoknya menyelenggarakan piknik ke luar kota Seoul, sekaligus praktik menyelenggarakan pertunjukan seni budaya Korea. “Saya kebagian main perkusi tabuh. Gendangnya orang Korea,” katanya.

Inilah yang memberatkan Tatang. Meskipun bulan Ramadhan, tour pertunjukan ke luar kota tetap berjalan terus. Namun mau membatalkan puasa juga sayang. “Jadi dalam perjalanan sering saya sengaja tidur,” ungkapnya. Ini untuk menangkal godaan dosa mata yang sering terbentur pada pemandangan paha wanita.
Kalau ingin sholat tarawih berjamaah, harus ke Kedubes RI dengan naik bus terlebih dulu. Satu lagi kesulitan, pada saat makan sahur harus dapat bangun sendiri. Sebab di asrama itu hanya dia sendiri yang puasa. Dengan sendirinya tidak ada yang membangunkan sahur, kecuali jam wecker yang sebelumnya harus disetel alarmnya terlebih dahulu.

Ada tambahan faktor kesulitan bagi Tatang selaku “ahli hisap” ketika beribadah puasa Ramadhan di negeri ginseng ini. Waktu berbuka puasa tidak begitu mendesak untuk merokok karena tertutup kegiatan yang lain seperti sholat maghrib dan belajar. Tetapi usai makan sahur, terasa iseng kalau tidak menyulut rokok mengasapi tenggorokannya. “Saya di asrama tinggal di lantai 5. Setiap habis makan sahur kepingin merokok. Sementara smoking areanya berada di lantai dasar. Padahal lift gerbang sudah ditutup penjaganya lewat jam 12 malam,” tutur Tatang. Akhirnya ia melakukan pendekatan dengan berbaik-baik kepada sang penjaga malam dengan menemani dan mengajaknya ngobrol. Akhirnya terbuka juga peluang Tatang untuk melepas dahaga akan asap tembakau yang oleh banyak ulama difatwakan sebagai makruh.


Dari pengalaman berpuasa Ramadhan dan beribadah lainnya di negeri yang penduduknya mayoritas non muslim dan iklimnya bukan tropis, memang banyak kendala. Tetapi tidak seperti yang kita bayangkan. Banyak kemudahan yang diberikan oleh Allah SWT bila kita tetap konsisten atau tumakninah menjalani kewajiban tersebut. Yang penting lagi, kata mereka yang pernah mengalaminya ini, tetaplah konsisten menjalani ibadah, baik sholat lima waktu maupun berpuasa Ramadhan. Juga dianjurkan agar tetap berbuat baik kepada sesama, di manapun berada, terutama warga sesama muslim dan muslimah. *** 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar