Benteng
merupakan bangunan terkonsep untuk pertahanan dari serangan tentara
musuh. Namun dengan makin majunya teknologi peralatan perang,
kehadiran benteng tidak efektif lagi sehingga banyak berubah fungsi.
Ada yang dijadikan museum dan perpustakaan seperti Benteng
Rotterdam di Makasar, Sulawesi Selatan, ada pula yang dimanfaatkan
untuk tempat rekreasi seperti Benteng Van der Wijck di Gombong, Jawa
Tengah. Namun semuanya tetap banyak dikunjungi orang baik untuk
pembelajaran maupun rekreasi.
Dengan
tujuan dua-duanya, kali ini kita berwisata ke Gombong mengunjungi
Benteng Van Der Wijck mengikuti rombongan Balai Konservasi Disparbud
DKI Jakarta. Untuk mengejar waktu rombongan berjumlah 40-an orang
itu terbang dulu ke Yogyakarta. Dengan satu bus wisata, rombongan
yang terdiri dari para insinyur sipil, arsitek dan arkeolog itu
mengambil jalan darat balik ke arah barat, lewat Kebumen sampai ke
Gombong. Tak jauh dari stasiun KA belok ke utara, sampailah ke tempat
yang dituju, yaitu satu kompleks markas dan perumahaan TNI AD yang
dahulunya dikenal sebagai tempat pendidikan militer, Sekolah Calon
Bintara (Secaba) sejak zaman Belanda. Konon Jenderal Soeharto
almarhum, mantan presiden RI pernah berlatih di benteng ini.
Dari
jauh sudah terlihat bangunan bertingkat dengan tinggi hampir 10
meter. Di atas atapnya nongkrong kereta odong-odong sedang menunggu
wisatawan yang ingin berkeliling melihat pemandangan dan ujud benteng
secara utuh. Unik.
Di
gapura masuk bangunan itu terpampang ucapan “Selamat Datang di
Benteng Van Der Wijck”. Terbaca pula papan informasi “Saya
dibangun tahun 1818.” Melihat nama dan angka tahun tersebut dapat
ditebak pembangunnya pemerintah Belanda.
Nama
itu sendiri mengingatkan kita pada buku sastra karangan ulama dan
sastrawan Indonesia tersohor Buya HAMKA dengan judul Tenggelamnya
Kapal Van der Wijck. Buku roman itu bercerita tentang rasa cinta dua
tokoh berlainan jenis yang kental dengan adat budaya Minangkabau dan
Bugis. Bagi pelajar SMA jurusan budaya di dekade 1950 sampai
1970-an, buku itu menjadi buku wajib.
Dari
atas terlihat bangunan itu berbentuk segi delapan atau heksagon,
dengan tengahnya halaman luas. Benteng dua lantai tersebut luasnya
3606,625m2 tiap lantai, tinggi keseluruhan 9,67 m, ditambah cerobong
3,33 m. Terdapat 16 barak dengan ukuran masing-masing 7,5 x 11,32 m.
Bangunan dengan struktur batu bata itu tampak kokoh walaupun di sana
sini ada yang terkelupas kulit floornya.
Drs
Candrian Attahiyat pimpinan Balai Konservasi selaku arkeolog dan
sesama arkeolog yang lain seperti Ninik Maruto menilai benteng Van
Der Wijck sebagai bangunan cagar budaya cukup terpelihara. Dalam
pengembangannya dibangun beberapa gazebo atau pondok untuk melhat
pemandangan sekililing. Sayangnya letaknya terlalu dekat dengan
sosok benteng tersebut. “Biar lebih bagus, gazebo-gazebo itu
harusnya dibangun agak jauh. Seperti dulu gazebo di Pulau Bidadari,
Kepulauan Seribu terlalu dekat dengan Benteng Martello. Tapi
sekarang sudah dibongkar dan dibangun kembali jauh dari bangunan kuno
tersebut. Jadi lebih bagus,” ujarnya.
Hal itu
diakui Budiarto yang meskipun orang awam tetapi menilai tidak
selayaknya gazebo atapnya menempel benteng sebagai obyek wisata itu
sendiri. Lalu bagaimana cara mengamatinya? Harus ada jarak yang cukup
agar nyaman untuk memandang.
Benteng persegi delapan yaang dibangun tahun 1827 itu
kini telah menjadi wisata keluarga. Sambil naik kereta yang berjalan
di atas benteng akan terlihat kemegahan benteng dan keindahan alam di
sekitarnya. Terlihat lapangan Turangga Seta, tempat berlatihnya siswa
secata Gombong. Memang menurut riwayat, benteng seluas 7.168 M itu
dulunya selain berfungsi sebagai markas pertahanan Belanda juga
sebagai tempat pendidikan militer. Bahkan mantan presiden Soeharto
juga pernah berlatih di sana.
Di bagian luar benteng, tepatnya di depan gerbang
masuk sebelah selatan terdapat kolam renang Tirta Manggala, adalah
kolam renang kuno peninggalan Belanda. Kolam renang itu sering
dipakai berlatih tentara, tapi juga terbuka untuk umum, bahkan
berbagai sekolah di Gombong melaksanakan ekstrakurikuler renang di
Tirta Manggala. Masyarakat sekitar menyebut kolam renang Tirta
Manggala dengan nama Slembat, entah dari bahasa mana dan apa artinya
saya tidak tahu. Kolam renang itu jaman dulu terkenal dengan
keangkerannya. Tapi semenjak benteng Van Der Wijck direnovasi dan
menjadi tempat wisata, kolam renang yang dulunya seram dan tidak
terawat menjadi bagus dan hilang kesan angkernya.
menjadi
ajang rekreasi sehingga menjadi dayat tarik pariwisata. Ditulus
tahun 2006
Dibangun
pada abad ke XVIII oleh Belanda untuk pertahanan, dan bahkan
kadang-kadang untuk menyerang.
Nama benteng ini diambil dari VAN DER WIJCK, nama yang terpampang pada pintu sebelah kanan, kemungkinan nama komandan pada saat itu.
Mudah dicapai dari pusat Kota Gombong. Benteng ini kadang dihubungkan dengan nama FRANS DAVID COCHIUS (1787 – 1876), seorang Jenderal yang bertugas di daerah barat Bagelen yang namanya diabadikan menjadi Benteng GENERAAL COCHIUS.
Selanjutnya Benteng pertahanan ini digunakan untuk sekolah militer.
Nama benteng ini diambil dari VAN DER WIJCK, nama yang terpampang pada pintu sebelah kanan, kemungkinan nama komandan pada saat itu.
Mudah dicapai dari pusat Kota Gombong. Benteng ini kadang dihubungkan dengan nama FRANS DAVID COCHIUS (1787 – 1876), seorang Jenderal yang bertugas di daerah barat Bagelen yang namanya diabadikan menjadi Benteng GENERAAL COCHIUS.
Selanjutnya Benteng pertahanan ini digunakan untuk sekolah militer.
Setelah direnovasi menjadi tempat wisata, area ini
dilengkapi dengan taman, kolam renang dan arena permainan anak-anak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar