Senin, 25 Agustus 2014

Konflik Antar Pelajar Dijadikan Bahan Tontonan

Jakarta, BSP
Konflik antarkomunitas anak-anak dan remaja diangkat oleh siswa  SDN 05 Jelambar dan SMAN 101 Kembangan,  Jakarta Barat menjadi suguhan seni pertunjukan yang dipentaskan di Gelanggang Remaja Jakarta Barat, Jl Semeru, Grogol, Rabu  ( 20/8) Sedangkan pelajar SMPN 45 Jakarta Barat bercerita masalah keluarga, berjudul Bang Jali Cari Mantu.  Pengamat seni budaya dan pariwisata, H Suprihardjo dan pengamat budaya H Yahya Andi Saputra dari LKB menilai , ketiga sekolah tersebut memiliki siswa yang bersemangat tinggi dan keberanian tampil yang oke. Bahwasanya ada kekurangan di beberapa adegan dan plotingnya adalah hal yang biasa untuk grup teater yang baru muncul lantaran dorongan para guru keseniannya yang baru saja mendpat pencerahan masalah seni pertunjukan bagi pelajar.
"Itu berkat dorongan para guru keseniannya  yang  memiliki karya naskah terbaik setelah mengikuti apresiasi seni pertunjukan bagi pelajar yang diselenggarakan Disparbud DKI  medio Juni yang lalu," ujar Suprihardjo. Sedangkan Yahya Andi Saputra menilai dalam eksperimen yang penting memiliki ilmunya dan berani.    
Adalah SDN 05 Jelambar yang tampil pertama di panggung tersebut dengan mengerahkan  19 muridnya. Lakon yang dibawakan berjudul "Tapak Tangan" yang tak lain adalan nama tari mereka.
Ke-19 anak itu terbagi dua kelompok.Satu kelompok mencintai kesenian asing terutama dance yang ditokohi dua orang cewak Yunda dan Dila.  Sementara kelompok lainnya dengan dua personilnya  Alin dan Tasya lebih mencintai kesenian tradisional Betawi. Di antara keduanya terjadilah saling ejek-mengejek  dan meningkat  menjadi konflik terbuka. Konflik ini diekspresikan dengan tari-tarian  dan nyanyi-nyanyian.  
Ketradisionalan mereka ditunjukkan dengan permainan anak anak Betawi tempo doeloe, 'Wak-wakung'. Terasa sekali atmosfer yang nostalgic bagi para orang tua. Namun cerita itu berakhir dengan kepiawaian  berpantun  anak –anak dari grup tradisi dengan tokoh  Alin dan Tasya. "Burung bangau  bukan burung kenari. Bulunya putih, kakinya tinggi. Kalau penonton mau lihat si jago menari, ini Si Alin anak Betawi asli."
 Kemudian berlenggang-lenggoklah Alin dan Tasya dengan tarian "Tapak Tangan" diiringi music Betawi. Dapat ditebak kedua kelompok tadi akhirnya akur dan melebur menjadi satu kekuatan seni budaya yang berkepribadian.
Para siswa SMPN 45 cukup bersemangat dengan pentas lenong premannya mengambil judul " Bang Jali Cari Menantu".  Pengamat Yahya sedikit menyentil , sekarang tak ada lagi perjodohan yang diatur orang tua. Sementara Suprihardjo sepaham dengan Yahya bahwa vokalnya kurang jelas . Juga dengan adanya properti kusen pintu, harus dipertegas, mana bagian dalam dan bagian luar ruangannya.
Namun  endingnya cukup segar dengan penampilan Zhafira menarikan "Lenggang Nyai" dan " Kicir-kicir", khas Betawi.
Para siswa SMAN 101 cukup bersemangat mementaskan Garudaku Terbang Tinggi.  Meskipun vokalnya juga kurang jelas, tetapi dari bahasa tubuh dan mimic pemainnya , penonton dapat menangkap cerita yang  mereka ekspreasikan di pentas.  Dewi yang paling gemuk dengan lawan mainnya cukup berhasil menunjukkan konflik mereka. Namun ketika bernyanyi bersama ada suara dominan  yang terdengar fals. Budi Sobar dosen IKJ yang juga pemain utama Teater Koma,  mengakui semangat berpentas para pelajar tersebut cukup tinggi. Namun harus banyak belajar dan berlatih. Dianjurkan agar dalam berteater harus memegang prinsip bahwa tontonan hendaknya juga bisa menjadi tuntunan. Ini yang memerlukan pengkajian panjang dan pertimbangan dari berbagai segi estitika, artistic maupun idiom idiom kehidupan yang ideal. ***(pri)

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar