Rabu, 13 Agustus 2014

Pelajar Dinilai Kreatif Wayang Senggol Memukau

Jakarta, BSP
Dari  workshop  apresiasi seni pertujukan bagi pelajar se DKI Jakarta 2014  yang diikuti  115 sekolah, tiga sekolah dari Jakarta Utara berhasil  lolos seleksi dan dihadiahi biaya produksi dan property oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI. Tiga sekolah tersebut  Selasa (12/8) membuktikan kemampuannya di Gelanggang Remaja Jakarta Utara, Jl Yos Sudarso.
Tampil pertama  SDN Pejagalan 01, mengangkat cerita anak –anak jalanan bertajuk  "Jakarta oh Jakarta", sementara  SMAN 92 Cilincing dengan "Hikayat Setu Babakan," dan SMAN 83 Sukapura membawakan legenda Betawi, Nyai Dasima-Samiun.  Wayang Senggol tampil sebagai selingan dan pembanding. Atas nama Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta, Rus Suharto, Kepala Seksi Komunitas membuka acara tersebut dengan membaca Basmalah dan memukul gong.
Para  siswa SDN Pejagalan 01 yang berjumlah 25 orang tampil percaya diri. Ada yang membawa kotak semir sepatu, mengasongkan minuman, rokok dan koran, serta ada lagi yang menjajakan balon. Hentakan kaki , suara keras anak-anak kompak  bernyanyi dan melambaikan tangan seperti tari kecak, membuat penonton  terbelalak. Adegan standen atau akrobatik  mendapat nilai tersendiri dalam seni pentas. Tetapi sayangnya alur ceritanya seperti ada yang hilang dengan mendadak seorang anak tersungkur di bawah yang ditangisi teman-teman sesama anak jalanan.
Guru kesenian SD Pejagalan 01, Bagas menjelaskan, cerita itu diangkat dari kejadian sebenarnya. "Tetapi memang ada tiga babak yang dihapus sehubungan terbatasnya waktu pentas," kilahnya.
H Abu Galih selaku pengamat menilai secara individual anak anak itu cukup bagus penjiwaan dan aktingnya.  Aden Abdul Rachman dari Lembaga Kebudayaan Betawi juga mengakui keberanian anak-anak SD itu berpantun dengan benar. "Pantun yang benar harus ada 4 baris. Dua baris pertama sampiran dan dua baris terakhir isinya," kata Aden.
Lain lagi dengan para siswa SMAN  92, yang mengawali  pengisian panggungnya  dengan tari Betawi,  Lipet Gandes dan sedikit narasi. Tari tersebut dinilai H Rachmat Ruciat,  pakar budaya Betawi dari Cibubur sebagai memenuhi pakemnya. Babak berikutnya menampilkan 5 orang pemuda mencari ikan  ada yang memancing dan ada yang menjala di Setu Babakan. Kemudian datang  5 gadis  masing-masing membawa ketel atau kendil logam dan menari gemulai yang diselingi gerakan akrobatik . Ada yang menyunggi ketelnya , ada pula yang memainkannya dengan kaki. Teknik panggung ketika pemeran Siti  Julaeha menceburkan diri dan berubah jadi  buaya putih cukup simbolis namun indah.
Tampil terakhir SMAN 83 membawakan cerita  Nyai Dasima agak lama menunggu musik pembukanya. Yang  mengesankan keberanian acting pemeran wanita yang mencintai Samiun sebagai pesaing Nyai Dasima. Dengan kain panjangnya tersingkap merayu Samiun. Sementara pemeran Nyai Dasima mampu mencitrakan wanita anggun.  Lagi-lagi  karena keterbatasan waktu tiba-tiba berakhir dengan terbunuhnya Nyai Dasima oleh seorang jawara. Terkesan ada missing link dalam runtutan cerita itu.
Sebaliknya  Wayang Senggol yang sudah 90 tahun mati suri berhasil diaktualisasikan oleh dosen tari UNJ Deden Haerudin dkk dan Bidang Pengkajian dan Pengembangan Disparbud DKI, Selasa itu tampil perfect dan  mengesankan. Sebab para pemain yang umumnya mahasiswa UNJ atau IKJ itu terlebih dahulu melakukan latihan di pentas sesungguhnya.
Membawakan cerita Panji Semirang, nuansa glamour diselingi  adegan jenaka Wayang Senggol sungguh sangat  menghibur. Musik samrah dicampur keroncong stambul diselingi musik dan lagu agak pop, merupakan bukti bentuk aktualisasinya . "Nuansa jenaka terasa menghibur penonton," kata Abu Galih pengamat seni budaya dan pariwisata yang tekun menyaksikan pentas tersebut.
Budi Sobari, dosen Institut Kesenian Jakarta dan  Madin dari Dewan Kesenian Jakarta,sama-sama  mengharapkan seni pertunjukan tradisional wayang Senggol itu tetap lestari. Sama seperti seni budaya Betawi lainnya yang berhasil keluar dari perangkap kepunahan. Mereka menganjurkan agar  seni teater tradisi itu diajarkan di sekolah-sekolah sejak dini. "Dengan demikian  apresiasi generasi muda terhadap keseniannya sendiri meningkat," kata Madin yang dibenarkan Budi Sobari.(pri) ****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar