Jakarta, Suara Karya
Pertunjukan aneka wayang orang nusantara di Jakarta dari segi performance cukup bagus dan banyak kemajuan sejak tahun 2000. Namun masih terkendala factor bahasa. Karena itu terobosannya adalah pada adegan punakawan agar berimprovisasi untuk berinteraksi dengan penonton.
Tiga budayawan pengamat Festival Wayang Orang Nusantara 2013 di Museum Wayang mengungkapkan itu usai pertunjukan wayang orang gaya Bali, yang tampil terakhir Minggu (15/12).
Mereka masing-masing Darudjimat, IGB Sutarta dan Romdoni Andrian Kusuma. “Bahasa yang digunakan masih menjadi kendala. Tetapi punakawan dapat berinteraksi dengan penonton menggunakan bahasa apa saja melalui improvisasinya. Seperti yang dilakukan wayang orang Bali tadi , punakawan Walen dan Merdah berbicara dengan turis Jepang dan Belanda yang sedang menonton. Jadi komunikatif,” ujar Darudjimat. Karena hari Minggu, saat itu ruang pertunjukan berkapasitas 110 kursi terisi penuh dan banyak yang berdiri.
Begitu pula waktu tampil wayang wong Surakarta, Sabtu (14/12) penonton sekitar 130-an. Saat itu Petruk dan Gareng berimprovisasi berdialog dengan penonton. Peran kedua punakawan tersebut dinilai IGB Sutarta sebagai jembatan kepada penonton yang kurang paham bahasa Jawa. “Bagus, memang seharusnya begitu” ujarnya. Hadir Kepala Museum Wayang, Dachlan S.Kar, di antara puluhan siswa SMK Kartini dan siswa SD berseragama batik merah.
Sementara Romdoni menilai wayang wong Kalimantan relatif mudah dimengerti bahasanya karena mirip bahasa Indonesia. Sedang wayang Betawi kali ini para tokohnya langsung berdialog tidak dilakukan oleh dalang. “Ini wayang opera Betawi’” tambahnya.
Sumardi Dalang, panitia, didampingi Budi Santosa kepala seksi edukasi dan pameran Museum Wayang menjelaskan, festival berlangsung 6 hari. Hari pertama (10/12) menampilkan wayang opera Betawi dengan cerita Jamus Kalimasada. Disusul wayang orang gaya Sumatera (wayang Bintik), wayang Gung (gaya Kalimantan Selatan), gaya Pasundan, gaya Surakarta mengangkat cerita Gatutkaca Krama dan terakhir gaya Bali dengan cerita penculikan Shinta.
Menurut Sumardi tujuan festival untuk mengenalkan berbagai wayang seluruh Indonesia kepada pengunjung museum yang datang dari berbagai penjuru Indonesia bahkan dunia. ‘Event ini tiap tahun. Kalau kali ini hanya wayang dari 6 daerah yang ditampilkan, tahun depan dari beberapa daerah lainnya lagi,” ungkapnya. ***
Rabu, 18 Desember 2013
Disparbud DKI Dukung KBT Jadi Destinasi Wisata Baru
Jakarta, Suara Karya
Sosialisasi Kanan Banjir Timur (KBT) sebagai daerah tujuan wisata baru di Jakarta selama dua hari 14-15 Desember di pinggiran KBT kelurahan Cipinang Besar Selatan Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur berlangsung meriah. Hari kedua Minggu (15/12) yang terang benderang kemarin banyak masyarakat yang datang menyaksikan dua panggung hiburan di lokasi tersebut dan puluhan kios untuk wisata kuliner. Tampak acara Unjuk Laga Atraksi Panggung (ULAP) melombakan menyanyi lagu Betawi, berbalas pantun, tari dan pencak silat membuka palang pintu dikuiti 22 peserta. Acara berlangsung sampai malam hari jam 21.00.
Hari pertama Sabtu (14/12) acara dibuka Kepala Bidang Pemberdayaan Masyarakat Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) DKI Jakarta, H Ahmad Gozali. Kepala Disparbud Arie Budhiman dalam amanat tertulisnya yang dibacakan Gozali menegaskan acara ULAP ini merupakan upaya kreatif untuk memperkenalkan kawasan KBT sebagai destinasi wisata baru yang bagus, dan memperkuat promosi Jakarta sebaai kota destinasi pariwisata unggulan.
Namun sekaligus mengajak masyarakat untuk bersama melestarikan lingkungan dan menjaga kebersihan kawasan yang sudah ditata rapi tersebut.
Pagi sebelum acara dimulai sebanyak 300 orang dari Marinir, Satpol PP, Damkar dan masyarakat setempat dengan belasan perahu karet melakukan kebersihan Kanal Banjir Timur.
Sementara walaupun sejak sore hujan dan gerimis mengguyur kawasan KBT, keramaian penonton tak surut. “Biar gerimis, saya semalam nonton Ridho Roma dan band The Rain sampai selesai,” ujar Didin , tukang ojek warga Malaka Jaya yang berjarak sekitar 8 km dari lokasi keramaian tersebut.
Ridho Rhoma begitu memancar saat menghibur ribuan warga Jabodetabek yang hadir di perhelatan ULAP) Sabtu malam itu. Tampil bersama Sonet 2, Ridho membawakan lagu-lagu hits seperti Menunggu, Begadang, Santai, Helo dan Kata Pujangga yang dinyanyikan bersama para penonton yang setia memadati panggung utama acara.
Band The Rain yang bermain dalam gerimis tampil dengan hitnya “Tak Terkendali”, “Yang Terindah” dan “Dengar Bisikku”. Tak kalah meriahnya pergelaran Wayang Golek Betawi dengan dalang Ki Tizar Purbaya dari Sunter. “Ia cukup kreatif,” ujar Rondon AK, pengamat budaya Betawi. Kemeriahan hari pertama ditandai atraksi kembang api yang begitu menghiasi kawasan Kanal Banjir Timur menjadi semakin elok, sebelum ditutup dengan suguhan layar tancep yang memainkan film Si Doel anak Betawi yang dibintangi oleh Benyamin S dan Si Pitung yang dibintangi oleh Dicky Zulkarnaen.
Unjuk Laga Atraksi Panggung 2013 (ULAP) hari kedua menampilkan sejumlah permainan rakyat seperti Lari Angkat Ondel-ondel, Balon Ketek, Sepeda Lambat, Gebug Bantal dan Balap Karung. Para peserta berbagai permainan unik dan seru yang memperebutkan berbagai hadiah langsung seperti handphone, televisi, dvd player dan lainnya ini adalah warga Jakarta yang ikut menyaksikan acara.
Kepala Seksi Komunitas, Disbudpar DKI Jakarta, Rus Suharto menyampaikan, “Event ULAP 2013 ini memang diharapkan menjadi ajang istimewa untuk memperkenalkan kawasan KBT agar terjaga keindahannya dengan peran serta seluruh masyarakat,” katanya.
Sosialisasi Kanan Banjir Timur (KBT) sebagai daerah tujuan wisata baru di Jakarta selama dua hari 14-15 Desember di pinggiran KBT kelurahan Cipinang Besar Selatan Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur berlangsung meriah. Hari kedua Minggu (15/12) yang terang benderang kemarin banyak masyarakat yang datang menyaksikan dua panggung hiburan di lokasi tersebut dan puluhan kios untuk wisata kuliner. Tampak acara Unjuk Laga Atraksi Panggung (ULAP) melombakan menyanyi lagu Betawi, berbalas pantun, tari dan pencak silat membuka palang pintu dikuiti 22 peserta. Acara berlangsung sampai malam hari jam 21.00.
Hari pertama Sabtu (14/12) acara dibuka Kepala Bidang Pemberdayaan Masyarakat Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) DKI Jakarta, H Ahmad Gozali. Kepala Disparbud Arie Budhiman dalam amanat tertulisnya yang dibacakan Gozali menegaskan acara ULAP ini merupakan upaya kreatif untuk memperkenalkan kawasan KBT sebagai destinasi wisata baru yang bagus, dan memperkuat promosi Jakarta sebaai kota destinasi pariwisata unggulan.
Namun sekaligus mengajak masyarakat untuk bersama melestarikan lingkungan dan menjaga kebersihan kawasan yang sudah ditata rapi tersebut.
Pagi sebelum acara dimulai sebanyak 300 orang dari Marinir, Satpol PP, Damkar dan masyarakat setempat dengan belasan perahu karet melakukan kebersihan Kanal Banjir Timur.
Sementara walaupun sejak sore hujan dan gerimis mengguyur kawasan KBT, keramaian penonton tak surut. “Biar gerimis, saya semalam nonton Ridho Roma dan band The Rain sampai selesai,” ujar Didin , tukang ojek warga Malaka Jaya yang berjarak sekitar 8 km dari lokasi keramaian tersebut.
Ridho Rhoma begitu memancar saat menghibur ribuan warga Jabodetabek yang hadir di perhelatan ULAP) Sabtu malam itu. Tampil bersama Sonet 2, Ridho membawakan lagu-lagu hits seperti Menunggu, Begadang, Santai, Helo dan Kata Pujangga yang dinyanyikan bersama para penonton yang setia memadati panggung utama acara.
Band The Rain yang bermain dalam gerimis tampil dengan hitnya “Tak Terkendali”, “Yang Terindah” dan “Dengar Bisikku”. Tak kalah meriahnya pergelaran Wayang Golek Betawi dengan dalang Ki Tizar Purbaya dari Sunter. “Ia cukup kreatif,” ujar Rondon AK, pengamat budaya Betawi. Kemeriahan hari pertama ditandai atraksi kembang api yang begitu menghiasi kawasan Kanal Banjir Timur menjadi semakin elok, sebelum ditutup dengan suguhan layar tancep yang memainkan film Si Doel anak Betawi yang dibintangi oleh Benyamin S dan Si Pitung yang dibintangi oleh Dicky Zulkarnaen.
Unjuk Laga Atraksi Panggung 2013 (ULAP) hari kedua menampilkan sejumlah permainan rakyat seperti Lari Angkat Ondel-ondel, Balon Ketek, Sepeda Lambat, Gebug Bantal dan Balap Karung. Para peserta berbagai permainan unik dan seru yang memperebutkan berbagai hadiah langsung seperti handphone, televisi, dvd player dan lainnya ini adalah warga Jakarta yang ikut menyaksikan acara.
Kepala Seksi Komunitas, Disbudpar DKI Jakarta, Rus Suharto menyampaikan, “Event ULAP 2013 ini memang diharapkan menjadi ajang istimewa untuk memperkenalkan kawasan KBT agar terjaga keindahannya dengan peran serta seluruh masyarakat,” katanya.
Rabu, 11 Desember 2013
Disparbud DKI Tampilkan Wayang Wong Betawi - Rahwana dan Rama Berbalas Pantun
Jakarta, Bloger
Sebanyak 700 orang siswa SMA dan SMK
bersama gurunya dari 20 sekolah di Jabodetabek diundang menonton
Wayang Wong Betawi di Teater Besar Taman Ismail Marzuki, Jakarta
Pusat, Rabu (11/12) siang. Cerita yang dipentaskan Rama Tambak dari
epos Ramayana. Berbagai komentar para siswa muncul usai pergelaran
yang intinya menyuarakan, itu pertunjukan langka tetapi mengasyikkan
dan keren. Namun suara kritis juga banyak terdengar.
“Musiknya vatiatif. Bagaimana
membuatnya kompak?,” tanya Arif dari SMK 57 Jakarta jurusan
karawitan. Putri dan Dony dari SMK Sejahtera Bekasi hanya berkomentar
asyik dan keren. Siswa SMK Paramita I Jakarta Timur, Engelin dan Dewa
Gede mengakui wayang wong Betawi baru kali ini menontonnya, cukup
komunikatif dan tidak jadul. “Tapi candaannya tadi agak vulgar,”
ujar Engelin. Nadia dari SMAN 54 juga merasa nyaman dengan Wayang
Wong Betawi. Tetapi menurut dia yang mengaku dari Solo masih terasa
tradisional Jawanya. “Kurang Betawi,” celetuknya.
Abdul Rachem , Kepala Bidang Pengkajian
dan Pengembangan Disparbud DKI menjelaskan ia memimpin produksi
Ramayana Betawi ini karena permintaan Kementrian Pariwisata dan
Ekonomi Kreatif. Itu terjadi setelah Wayang Wong DKI keluar sebagai
penampil terbaik di Festival se ASEAN di Yogyakarta 2012 yang lalu.
Pengamat Budaya Betawi Drs H Rachmat
Ruchiyat dan koreografer /dosen tari Yuliati Parani menandaskan
wayang wong Betawi dengan cerita Ramayana ini bukan mengada-ada.
Karena Arsip Nasional terekam tahun 1974 ada pergelaran Wayang Wong
Betawi di Pasar Rebo, Jaktim. Penulis Betawi bernama Bakri dari
Pecenongan juga pernah menulis cerita Ramayana. “Di abad 19 dan
awal abad 20 , wayang wong Betawi sudah ada yang dipentaskan di
kalangan petani di Susukan , Kampung Rambutan. Tentu kostumnya
sederhana dan wayangnya memakai topeng,” ujar. Namun tidak pernah
digelar di Gedung Kesenian Pasar Baru , tak seperti wayang wong
(orang) dari Cirebon dan Jawa Tengah/Yogyakarta. Karena itu Yuliati
Parani dan Rachmat Ruchiyat mengapresiasi wayang wong Betawi ini agar
digalakkan kembali.
Dalam penampilannya, ketika berhadapan
dengan Sri Rama, tokoh raja Alengka, Rahwana berpantun: Sudah Raskin
masih Terigu. Sudah miskin masih berlagu. Yang dijawab dengan pantun
pula oleh Rama. Perang tanding satu lawan satu pun terjadilah antara
kedua tokoh tersebut. Gerakannya jelas, itu jurus-jurus silat. (Pri)
****
Berwisata ke Kota Gede dan Imogiri
Jakarta,
Bulan lalu, tepatnya pada tanggal 17 dan 18 November 2013 Museum Sejarah Jakarta merekonstruksi peristiwa sejarah penyerangan Sultan Agung Hanyakrakusuma dari Mataram ke Batavia 1628 -1629 yang mengakibatkan tewasnya Gubernur Jenderal VOC Berlanda, Jan Pieterszoon Coen. Kita (Terbit) sempat menyaksikan pergelaran tersebut dan menyimpulkan, cukup mengesankan walau tidak maksimal karena diguyur hujan. “ Pertempuran” hiruk- pikuk antara tentara VOC Belanda melawan tentara Sultan Agung Mataram dengan banjir darah yang terjadi 385 tahun lalu terulang kembali di lokasi yang sama. Tentu saja itu semua dalam polesan seni pertunjukan yang disuguhkan Bengkel Teater Kota Tua dengan seratus pemainnya.
Hal itu menginspirasi kita untuk menyimak sejarah kepahlawanan Sultan Agung Mataram dan melihat sendiri bukti bukti peninggalannya. Di Jakarta sendiri ada bukti bukti sejarah itu misalnya nama kecamatan dan jalan Matraman yang berasal dari kata Mataraman. Begitu pula dengan nama kelurahan Paseban, dulu tempat warga Mataram “seba” atau menghadap rajanya. Namun baiklah kali ini kita berwisata ke Yogyakarta, tepatnya Kota Gede dan Imogiri. Yaitu tempat sang tokoh lahir, dibesarkan, menjadi raja, berjaya, sampai wafatnya dan dimakamkan.
Kota Gede seperti Kendari, terkenal dengan kerajinan peraknya sejak dulu. Lokasinya sekitar 7 km sebelah tenggara pusat kota Yogyakarta. Bila naik bus kota dari dekat stasiun Tugu kita naik bus rute 3A dari halte di Jl Malioboro atau Pasar Kembang. Nanti turun di Tegal Gendu Kota Gede. Di situ banyak industry dan toko kerajinan perak.
Untuk mencapai Masjid Besar dan makam raja raja Mataram di Kota Gede kita harus berjalan menyusur ke timur ke jalan Mondorakan. Sesampai di Tugu Ngejaman di pojok pasar Kota Gede, belok kanan. Hanya beberapa puluh meter sampailah di tempat yang dituju.
Jelas tertulis di papan nama dekat lampu taman antik : “Makam Raja-raja Mataram”.
Halaman parkirnya rindang oleh pohon beringin tua. Pintu gerbang ke kompleks masjid dan makam tersebut terbuat dari batu bata kuno bentuknya mirip candi kembar.
Di salah satu tembok bata terdapat prasasti bertulis Kanjeng Panembahan Senopati bertahta 1509 tahun Djimawal, atau tahun 1579 Masehi Wafat pada 1532 Tahun Ehe atau Th 1601 Masehi. Dikubur di Kota Gede.
Untuk masuk halaman masjid besar kita harus melalui gerbang yang hanya cukup bersimpangan tiga orang. Di halaman depan terdapat tugu bertonggak besi untuk melihat jam/waktu berdasarkan bayang-bayang tonggak tersebut ketika disinari cahaya matahari. “Di dekan tempat wudu terdapat pohon kenanga yang besar. “Sejak saya kecil pohon kenanga ini sudah ada. Dulu saya agak takut di bawah pohon ini,” ujar Dwi Busara warga asli sekitar makam Kota Gede terse but yang kini bekerja di Jakarta.
Dalam masjid memang antik. Ada bagian tembok masjid yang sengaja diperlihatkan struktur batu bata dan material adukan spasinya. Di migrab masjid terdapat mimbar dari kayu wungle berukir sangat bagus. Menurut sejarah mimbar itu hadiah dari Adipati Palembang ketika Sultan Agung Hanyakrakusuma pulang dari Makkah dan mampir di peninggalan ibukota Sriwijaya tersebut.
Saat itu banyak puluhan wisatawan dari Demak berziarah dan sempat solat dhuha di situ. Ada pula beberapa wisatawan dari Jakarta dan mancanegara. Di antaranya para turis ada yang mengenakan kain batik, surjan dan blangkon serta menyengkelit keris. Ini memang keharusan bagi mereka yang berziarah ke makam 11 tokoh di pemakaman tersebut. Di antaranya Panembahan Senapati (Sultan Pertama Mataram), Sultan Hadiwijaya dari Pajang (Ayah angkat Panembahan Senapati), Ki Ageng Pemanahan (Ayah kandung Panembahan Senapati), Ratu Kalinyamat dan Kyai Wonoboyo Mangir.
Bulan lalu, tepatnya pada tanggal 17 dan 18 November 2013 Museum Sejarah Jakarta merekonstruksi peristiwa sejarah penyerangan Sultan Agung Hanyakrakusuma dari Mataram ke Batavia 1628 -1629 yang mengakibatkan tewasnya Gubernur Jenderal VOC Berlanda, Jan Pieterszoon Coen. Kita (Terbit) sempat menyaksikan pergelaran tersebut dan menyimpulkan, cukup mengesankan walau tidak maksimal karena diguyur hujan. “ Pertempuran” hiruk- pikuk antara tentara VOC Belanda melawan tentara Sultan Agung Mataram dengan banjir darah yang terjadi 385 tahun lalu terulang kembali di lokasi yang sama. Tentu saja itu semua dalam polesan seni pertunjukan yang disuguhkan Bengkel Teater Kota Tua dengan seratus pemainnya.
Hal itu menginspirasi kita untuk menyimak sejarah kepahlawanan Sultan Agung Mataram dan melihat sendiri bukti bukti peninggalannya. Di Jakarta sendiri ada bukti bukti sejarah itu misalnya nama kecamatan dan jalan Matraman yang berasal dari kata Mataraman. Begitu pula dengan nama kelurahan Paseban, dulu tempat warga Mataram “seba” atau menghadap rajanya. Namun baiklah kali ini kita berwisata ke Yogyakarta, tepatnya Kota Gede dan Imogiri. Yaitu tempat sang tokoh lahir, dibesarkan, menjadi raja, berjaya, sampai wafatnya dan dimakamkan.
Kota Gede seperti Kendari, terkenal dengan kerajinan peraknya sejak dulu. Lokasinya sekitar 7 km sebelah tenggara pusat kota Yogyakarta. Bila naik bus kota dari dekat stasiun Tugu kita naik bus rute 3A dari halte di Jl Malioboro atau Pasar Kembang. Nanti turun di Tegal Gendu Kota Gede. Di situ banyak industry dan toko kerajinan perak.
Untuk mencapai Masjid Besar dan makam raja raja Mataram di Kota Gede kita harus berjalan menyusur ke timur ke jalan Mondorakan. Sesampai di Tugu Ngejaman di pojok pasar Kota Gede, belok kanan. Hanya beberapa puluh meter sampailah di tempat yang dituju.
Jelas tertulis di papan nama dekat lampu taman antik : “Makam Raja-raja Mataram”.
Halaman parkirnya rindang oleh pohon beringin tua. Pintu gerbang ke kompleks masjid dan makam tersebut terbuat dari batu bata kuno bentuknya mirip candi kembar.
Di salah satu tembok bata terdapat prasasti bertulis Kanjeng Panembahan Senopati bertahta 1509 tahun Djimawal, atau tahun 1579 Masehi Wafat pada 1532 Tahun Ehe atau Th 1601 Masehi. Dikubur di Kota Gede.
Untuk masuk halaman masjid besar kita harus melalui gerbang yang hanya cukup bersimpangan tiga orang. Di halaman depan terdapat tugu bertonggak besi untuk melihat jam/waktu berdasarkan bayang-bayang tonggak tersebut ketika disinari cahaya matahari. “Di dekan tempat wudu terdapat pohon kenanga yang besar. “Sejak saya kecil pohon kenanga ini sudah ada. Dulu saya agak takut di bawah pohon ini,” ujar Dwi Busara warga asli sekitar makam Kota Gede terse but yang kini bekerja di Jakarta.
Dalam masjid memang antik. Ada bagian tembok masjid yang sengaja diperlihatkan struktur batu bata dan material adukan spasinya. Di migrab masjid terdapat mimbar dari kayu wungle berukir sangat bagus. Menurut sejarah mimbar itu hadiah dari Adipati Palembang ketika Sultan Agung Hanyakrakusuma pulang dari Makkah dan mampir di peninggalan ibukota Sriwijaya tersebut.
Saat itu banyak puluhan wisatawan dari Demak berziarah dan sempat solat dhuha di situ. Ada pula beberapa wisatawan dari Jakarta dan mancanegara. Di antaranya para turis ada yang mengenakan kain batik, surjan dan blangkon serta menyengkelit keris. Ini memang keharusan bagi mereka yang berziarah ke makam 11 tokoh di pemakaman tersebut. Di antaranya Panembahan Senapati (Sultan Pertama Mataram), Sultan Hadiwijaya dari Pajang (Ayah angkat Panembahan Senapati), Ki Ageng Pemanahan (Ayah kandung Panembahan Senapati), Ratu Kalinyamat dan Kyai Wonoboyo Mangir.
Senin, 02 Desember 2013
Sudin Dikmen Jaktim Memacu Peningkatan Mutu Sekolah Swasta
Suku Dinas Pendidikan Menengah Jakarta Timur memacu peningkatan mutu pendidikan di SMA dan SMK Se Jakarta Timur baik sekolah negeri maupun sekolah swasta. Sekolah swasta di Jakarta Timur diminta memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan. Sekolah swasta di Jakarta Timur harus memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan. Terlebih bagi yang mendapatkan Biaya Operasional Pendidikan (BOP) dan Bantuan Operasional Sekolah (BOS), harus bisa menunjukkan peningkatan.
"Ada 3 hal yang saya minta, satu : peningkatan layanan terlebih bagi anak dari keluarga tidak mampu. Ijazah jangan ditahan, dua : jangan ada peserta didik keluyuran pada jam sekolah apalagi tawuran, tiga : hasil ujian nasional tahun 2014 harus lebih baik", kata Budiana di depan 60 orang Kepala SMA/SMK swasta yang mengikuti Bintek Peningkatan Profesionalisme Pendidik di Hote Mars, Cipayung, Bogor, Rabu, 27 November 2013.
Guru jangan mengajar dengan cara yang sama seperti tahun sebelumnya. Kalau saat ini hasilnya belum bagus dan mengajarnya masih sama seperti tahun sebelumnya maka hasilnya juga tidak akan lebih baik. Kepala Sekolah harus mengidentifikasi kelemahan-kelemahan apa yang masih ada dalam pelaksanaan pembelajaran kemudian memperbaikinya. Agar Kepala Sekolah dapat melakukan identifikasi kelemahan lalu menyusun rencana tindak untuk memperbaikinya, maka kepala sekolah diundang untuk mengikuti Bimbingan Teknis (Bintek). Dalam kegiatan Bintek tersebut, kepala sekolah akan dibimbing oleh para nara sumber dari Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) .
Materi pokok Bimbingan Teknis meliputi : Peran Kepala Sekolah sebagai Supervisor dalam pelaksanaan Supervisi, Teknik melakukan supervisi akademik, Teknik melakukan supervisi klinis, teknik melaksanakan Supervisi yang efektif dalam menigkatkan kualitas pembelajaran, dan praktik identifikasi masalah serta penyusunan rencana perbaikannya. Setelah mengikuti Bintek diharapkan Kompetensi Kepala Sekolah Swasta dalam melaksanakan supervisi meningkat sehingga dapat meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah masing-masing dan secara akumulasi akan meningkatkan mutu pendidikan di Jakarta Timur.
"Ada 3 hal yang saya minta, satu : peningkatan layanan terlebih bagi anak dari keluarga tidak mampu. Ijazah jangan ditahan, dua : jangan ada peserta didik keluyuran pada jam sekolah apalagi tawuran, tiga : hasil ujian nasional tahun 2014 harus lebih baik", kata Budiana di depan 60 orang Kepala SMA/SMK swasta yang mengikuti Bintek Peningkatan Profesionalisme Pendidik di Hote Mars, Cipayung, Bogor, Rabu, 27 November 2013.
Guru jangan mengajar dengan cara yang sama seperti tahun sebelumnya. Kalau saat ini hasilnya belum bagus dan mengajarnya masih sama seperti tahun sebelumnya maka hasilnya juga tidak akan lebih baik. Kepala Sekolah harus mengidentifikasi kelemahan-kelemahan apa yang masih ada dalam pelaksanaan pembelajaran kemudian memperbaikinya. Agar Kepala Sekolah dapat melakukan identifikasi kelemahan lalu menyusun rencana tindak untuk memperbaikinya, maka kepala sekolah diundang untuk mengikuti Bimbingan Teknis (Bintek). Dalam kegiatan Bintek tersebut, kepala sekolah akan dibimbing oleh para nara sumber dari Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) .
Materi pokok Bimbingan Teknis meliputi : Peran Kepala Sekolah sebagai Supervisor dalam pelaksanaan Supervisi, Teknik melakukan supervisi akademik, Teknik melakukan supervisi klinis, teknik melaksanakan Supervisi yang efektif dalam menigkatkan kualitas pembelajaran, dan praktik identifikasi masalah serta penyusunan rencana perbaikannya. Setelah mengikuti Bintek diharapkan Kompetensi Kepala Sekolah Swasta dalam melaksanakan supervisi meningkat sehingga dapat meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah masing-masing dan secara akumulasi akan meningkatkan mutu pendidikan di Jakarta Timur.
Kasudin Dikmen Jaktim, Drs. Budiana, MM, didampingi Kasi Tendik foto bersama Kepala SMA/SMK Swasta Kakarta Timur. |
Minggu, 24 November 2013
Perkembangan Kota Tua Mulai Mengkhawatirkan
Jakarta,(Blogger)
Perkembangan Kota Tua Jakarta yang menggembirakan setelah selesai direvitalisasi tahun 2007, kini tampak mengkhawatirkan dengan adanya berbagai ekses. Antara lain penguasaan oleh pengendara sepeda motor terhadap trotoar di Jl Lada di sebelah timur Museum Sejarah Jakarta, sehingga membahayakan wisatawan yang berjalan di situ. Lampu hias di tempat itu juga banyak yang hilang tinggal kabel terbuka yang berbahaya bila hujan. Ini perlu perhatian tidak hanya pihaknya saja, melainkan semua pemangku kepentingan, termasuk pemerintah kota, pedagang dan pengunjung kota tua.
Kepala Unit Pengelola Kawasan (UPK) Kota Tua Drs Gatut Dwi Hastoro mengungkapkan itu Sabtu (23/11). Menurut Gatut, pihaknya sudah sering berkordinasi dengan pihak terkait dan memang sekarang sedang dilakukan pembenahan termasuk ratusan lampu hias di lantai plaza Taman Fatahillah. Namun untuk pengembangan Kota Tua Jakarta ke depan, pihaknya perlu belajar pada pihak lain yang berhasil. “Karena itu kami akan melakukan studi banding ke kota Malaka,” katanya. Direncanakan dia bersama 3 orang stafnya berangkat ke Malaka Senin (25/11) ini.
Kepala Seksi Pengembangan UPK Kota Tua, Norviadi menambahkan studi banding tersebut berlangsung 4 hari sampai 28 November 2013. Dipilihnya Malaka sebagai sasaran studi banding atau bench marking karena Kota Tua Malaka di Malaysia itu telah mendapat pengakuan World Heritage, UNESCO, badan dunia yang membidangi pendidikan dan kebudayaan. “Pengelolaan heritage Kota Tua Malaka diakui baik oleh Unesco,” ujar Norviadi arkeolog lulusan Udayana Bali tersebut.
Seorang arkeolog alumnus UGM Yogyakarta, dra Rucky Nellyta mengakui ia bersama keluarga sekitar Agustus yang lalu berlibur ke Malaka. “Memang bagus kota tuanya. Semua bangunan dicat merah dan bersih. Kontur tanahnya berbukit-bukit dan indah,” ujarnya. Namun bila dibanding dengan Kota Tua Jakarta yang mencapai 846 Ha, Malaka kalah luas. “Orang kami berjalan kaki keliling kota tua di sana tidak begitu capek,” ujarnya. Karena itu cocok sekali Kota Tua Malaka bila untuk tempat studi banding pengelolaan kota tua Jakarta. Rombongan turis bule dari Eropa kelihatannya juga merasa nyaman berada di kawasan wisata Malaka tersebut. Bahkan seorang anaknya yang masih usia SD bertanya pada orangtuanya "Kapan giliran kita ke Jakarta, Ma?," Dia sepertinya sudah mendapat informasi bahwa sejarah Malaka dan Jakarta di masa lalu ada kaitannya. (Pri)
Perkembangan Kota Tua Jakarta yang menggembirakan setelah selesai direvitalisasi tahun 2007, kini tampak mengkhawatirkan dengan adanya berbagai ekses. Antara lain penguasaan oleh pengendara sepeda motor terhadap trotoar di Jl Lada di sebelah timur Museum Sejarah Jakarta, sehingga membahayakan wisatawan yang berjalan di situ. Lampu hias di tempat itu juga banyak yang hilang tinggal kabel terbuka yang berbahaya bila hujan. Ini perlu perhatian tidak hanya pihaknya saja, melainkan semua pemangku kepentingan, termasuk pemerintah kota, pedagang dan pengunjung kota tua.
Kepala Unit Pengelola Kawasan (UPK) Kota Tua Drs Gatut Dwi Hastoro mengungkapkan itu Sabtu (23/11). Menurut Gatut, pihaknya sudah sering berkordinasi dengan pihak terkait dan memang sekarang sedang dilakukan pembenahan termasuk ratusan lampu hias di lantai plaza Taman Fatahillah. Namun untuk pengembangan Kota Tua Jakarta ke depan, pihaknya perlu belajar pada pihak lain yang berhasil. “Karena itu kami akan melakukan studi banding ke kota Malaka,” katanya. Direncanakan dia bersama 3 orang stafnya berangkat ke Malaka Senin (25/11) ini.
Kepala Seksi Pengembangan UPK Kota Tua, Norviadi menambahkan studi banding tersebut berlangsung 4 hari sampai 28 November 2013. Dipilihnya Malaka sebagai sasaran studi banding atau bench marking karena Kota Tua Malaka di Malaysia itu telah mendapat pengakuan World Heritage, UNESCO, badan dunia yang membidangi pendidikan dan kebudayaan. “Pengelolaan heritage Kota Tua Malaka diakui baik oleh Unesco,” ujar Norviadi arkeolog lulusan Udayana Bali tersebut.
Seorang arkeolog alumnus UGM Yogyakarta, dra Rucky Nellyta mengakui ia bersama keluarga sekitar Agustus yang lalu berlibur ke Malaka. “Memang bagus kota tuanya. Semua bangunan dicat merah dan bersih. Kontur tanahnya berbukit-bukit dan indah,” ujarnya. Namun bila dibanding dengan Kota Tua Jakarta yang mencapai 846 Ha, Malaka kalah luas. “Orang kami berjalan kaki keliling kota tua di sana tidak begitu capek,” ujarnya. Karena itu cocok sekali Kota Tua Malaka bila untuk tempat studi banding pengelolaan kota tua Jakarta. Rombongan turis bule dari Eropa kelihatannya juga merasa nyaman berada di kawasan wisata Malaka tersebut. Bahkan seorang anaknya yang masih usia SD bertanya pada orangtuanya "Kapan giliran kita ke Jakarta, Ma?," Dia sepertinya sudah mendapat informasi bahwa sejarah Malaka dan Jakarta di masa lalu ada kaitannya. (Pri)
27 Anak dan 16 Pemilik Rumah Korban Kebakaran Dibantu Bazis
Jakarta, Blogger
Sebanyak 27 anak sekolah korban kebakaran yang terjadi 6 November yang lalu di RW 04 Kelurahan Kebon Manggis, Kecamatan Matraman dan 16 warga yang rumahnya hangus dalam kebakaran tersebut mendapat bantuan BAZIS Jakarta Timur. Bantuan tersebut diserahkan langsung oleh Wali Kota HR Krisdianto di lokasi bekas kebakaran RT 011/04 Kebon Manggis, Jumat (22/11).
Wali Kota Krisdianto dalam pesannya mengatakan bantuan ini merupakan bentuk rasa peduli pemerintah kota terhadap warganya yang kena musibah. Namun diharapkan warga tersebut tetap tabah sambil mawas diri. Apakah pemasangan instalasi listrik selama ini sudah benar dan tak menimbulkan korsleting yang dapat menyebabkan kebakaran. Diingatkan pula dalam waktu dekat akan dilaksanakan normalisasi kali Ciliwung, sehingga warga tak perlu buru buru membangun kembali rumahnya. “Tabung dulu,” katanya.
Drs Dwi Busara Kepala BAZIS Jakarta Timur menjelaskan bantuan untuk 27 anak sekolah berbentuk uang untuk siswa SD mendapat Rp 300 ribu, siswa SMP Rp 450 ribu dan siswa SMA/SMK mendapatkan Rp 500 ribu per orang, sehingga total Rp 8,3 juta. Sedangkan untuk renovasi rumah masing-masing mendapat Rp2 juta sehingga total 16 rumah Rp 32 juta. Diharapkan dalam waktu dekat ada inventarisasi dan pengukuran serta ganti rugi sehingga dana yang terkumpul dapat digunakan untuk membeli rumah yang lebih baik atau ke rumah susun. Akibat kebakaran yang menghanguskan 16 rumah itu sebanyak 47 Kepala Keluarga atau 102 jiwa kehilangan tempat tinggal sehingga mereka harus mengungsi. (pri).
Sebanyak 27 anak sekolah korban kebakaran yang terjadi 6 November yang lalu di RW 04 Kelurahan Kebon Manggis, Kecamatan Matraman dan 16 warga yang rumahnya hangus dalam kebakaran tersebut mendapat bantuan BAZIS Jakarta Timur. Bantuan tersebut diserahkan langsung oleh Wali Kota HR Krisdianto di lokasi bekas kebakaran RT 011/04 Kebon Manggis, Jumat (22/11).
Wali Kota Krisdianto dalam pesannya mengatakan bantuan ini merupakan bentuk rasa peduli pemerintah kota terhadap warganya yang kena musibah. Namun diharapkan warga tersebut tetap tabah sambil mawas diri. Apakah pemasangan instalasi listrik selama ini sudah benar dan tak menimbulkan korsleting yang dapat menyebabkan kebakaran. Diingatkan pula dalam waktu dekat akan dilaksanakan normalisasi kali Ciliwung, sehingga warga tak perlu buru buru membangun kembali rumahnya. “Tabung dulu,” katanya.
Drs Dwi Busara Kepala BAZIS Jakarta Timur menjelaskan bantuan untuk 27 anak sekolah berbentuk uang untuk siswa SD mendapat Rp 300 ribu, siswa SMP Rp 450 ribu dan siswa SMA/SMK mendapatkan Rp 500 ribu per orang, sehingga total Rp 8,3 juta. Sedangkan untuk renovasi rumah masing-masing mendapat Rp2 juta sehingga total 16 rumah Rp 32 juta. Diharapkan dalam waktu dekat ada inventarisasi dan pengukuran serta ganti rugi sehingga dana yang terkumpul dapat digunakan untuk membeli rumah yang lebih baik atau ke rumah susun. Akibat kebakaran yang menghanguskan 16 rumah itu sebanyak 47 Kepala Keluarga atau 102 jiwa kehilangan tempat tinggal sehingga mereka harus mengungsi. (pri).
Festival Seni Pertunjukan Nasional 2013 : DKI Raih Penata Tari dan Musik Terbaik
Jakarta, Blogger
Tim kesenian DKI Jakarta berhasil meraih dua predikat terbaik dalam Festival Seni Pertunjukan tingkat Nasional 2013 yang berlangsung di Balai Kartini Jakarta, 18-21 November yang lalu, yaitu penata tari dan penata musik terbaik. Kemenangan ini baru dilaporkan kepada Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) DKI Jakarta Arie Budhiman Jumat (22/11) dan mendapat apresiasi positif.
Kepala Bidang Pemberdayaan Masyarakat Disparbud DKI Ahmad Gozali, Jumat kemarin (22/11) mengungkapkan itu. “Bapak Kadis Parbud DKI mengharapkan tahun depan lebih meningkat. Sebab tim kesenian DKI Jakarta kali ini masih muda -muda berusia maksimum 23 tahun. Jadi bila dilakukan pembinaan terus, agar prestasinya makin meningkat. ” kata Gozali.
Menurut Gozali, festival seni pertunjukan tersebut diselenggarakan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI dan diikuti 17 provinsi di Indonesia, antara lain Aceh, Riau, Babel, Maluku, DIY, Jatim, Kalsel dan Sulsel.
Tim DKI adalah pemenang seleksi setelah diadakan audisi. Kebetulan yang dibawakan dalam festival tersebut garapan yang bernuansa sangat Betawi, yaitu tari berjudul Jantuk Ngelolo. Dan ini dilakukan secara kompak oleh tim DKI Jakarta yang totalnya berjumlah 34 orang, terdiri dari penari, pemusik, artis lainnya maupun seluruh kru kesenian tersebut.
DKI meraih dua terbaik dari 6 katagori yang dilombakan yaitu penata tari dan penata music terbaik. Empat katagori selebihnya adalah penyaji terbaik, sutradara, pentata artistic dan penari terbaik yang disabet tim dari daerah lain.
Diakui Gozali, dalam pemberdayaan masyarakat, Disparbud DKI Jakarta tidak hanya membina kesenian Betawi saja, tetapi juga segala kesenian daerah di seluruh Nusantara yang tumbuh dan berkembang di Jakarta sebagai ibu kota negara. (pri) ***
Tim kesenian DKI Jakarta berhasil meraih dua predikat terbaik dalam Festival Seni Pertunjukan tingkat Nasional 2013 yang berlangsung di Balai Kartini Jakarta, 18-21 November yang lalu, yaitu penata tari dan penata musik terbaik. Kemenangan ini baru dilaporkan kepada Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) DKI Jakarta Arie Budhiman Jumat (22/11) dan mendapat apresiasi positif.
Kepala Bidang Pemberdayaan Masyarakat Disparbud DKI Ahmad Gozali, Jumat kemarin (22/11) mengungkapkan itu. “Bapak Kadis Parbud DKI mengharapkan tahun depan lebih meningkat. Sebab tim kesenian DKI Jakarta kali ini masih muda -muda berusia maksimum 23 tahun. Jadi bila dilakukan pembinaan terus, agar prestasinya makin meningkat. ” kata Gozali.
Menurut Gozali, festival seni pertunjukan tersebut diselenggarakan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI dan diikuti 17 provinsi di Indonesia, antara lain Aceh, Riau, Babel, Maluku, DIY, Jatim, Kalsel dan Sulsel.
Tim DKI adalah pemenang seleksi setelah diadakan audisi. Kebetulan yang dibawakan dalam festival tersebut garapan yang bernuansa sangat Betawi, yaitu tari berjudul Jantuk Ngelolo. Dan ini dilakukan secara kompak oleh tim DKI Jakarta yang totalnya berjumlah 34 orang, terdiri dari penari, pemusik, artis lainnya maupun seluruh kru kesenian tersebut.
DKI meraih dua terbaik dari 6 katagori yang dilombakan yaitu penata tari dan penata music terbaik. Empat katagori selebihnya adalah penyaji terbaik, sutradara, pentata artistic dan penari terbaik yang disabet tim dari daerah lain.
Diakui Gozali, dalam pemberdayaan masyarakat, Disparbud DKI Jakarta tidak hanya membina kesenian Betawi saja, tetapi juga segala kesenian daerah di seluruh Nusantara yang tumbuh dan berkembang di Jakarta sebagai ibu kota negara. (pri) ***
Studi Banding Kota Tua ke Malaka - Perkembangan Kota Tua Mulai Mengkhawatirkan
Jakarta, Blogger
Perkembangan Kota Tua Jakarta yang menggembirakan setelah selesai direvitalisasi tahun 2007, kini tampak mengkhawatirkan dengan adanya berbagai ekses. Antara lain penguasaan oleh pengendara sepeda motor terhadap trotoar di Jl Lada di sebelah timur Museum Sejarah Jakarta, sehingga membahayakan wisatawan yang berjalan di situ. Lampu hias di tempat itu juga banyak yang hilang tinggal kabel terbuka yang berbahaya bila hujan. Sampah juga teronggok di beberapa tempat, termasuk di Kali Besar. Ini perlu perhatian tidak hanya pihaknya saja, melainkan semua pemangku kepentingan, termasuk pemerintah kota, pedagang dan pengunjung kota tua.
Drs Gatut Dwi Hastoro, Kepala Unit Pengelola Kawasan (UPK) Kota Tua mengungkapkan itu Sabtu (23/11). Menurut Gatut, pihaknya sudah sering berkordinasi dengan pihak terkait dan memang sekarang sedang dilakukan pembenahan termasuk ratusan lampu hias di lantai plaza Taman Fatahillah. Namun untuk pengembangan Kota Tua Jakarta ke depan, pihaknya perlu belajar pada pihak lain yang berhasil. “Karena itu kami akan melakukan studi banding ke kota Malaka,” katanya. Direncanakan dia bersama 3 orang stafnya berangkat ke Malaka Senin (25/11) ini.
Norviadi, Kepala Seksi Pengembangan UPK Kota Tua, menambahkan studi banding tersebut berlangsung 4 hari sampai 28 November 2013. Dipilihnya Malaka sebagai sasaran studi banding atau bench marking karena Kota Tua Malaka di Malaysia itu telah mendapat pengakuan World Heritage, UNESCO, badan dunia yang membidangi pendidikan dan kebudayaan. “Pengelolaan heritage Kota Tua Malaka diakui baik oleh Unesco,” ujar Norviadi arkeolog lulusan Udayana Bali tersebut.
Arkeolog alumnus UGM Yogyakarta, dra Rucky Nellyta mengakui ia bersama keluarga sekitar 4 bulan yang lalu berlibur ke Malaka. “Memang bagus kota tuanya. Semua bangunan dicat merah dan bersih. Kontur tanahnya berbukit-bukit dan indah,” ujarnya. Namun bila dibanding dengan Kota Tua Jakarta yang mencapai 846 Ha, Malaka kalah luas. “Orang kami berjalan kaki keliling kota tua di sana tidak begitu capek,” ujarnya. Karena itu cocok sekali Kota Tua Malaka bila untuk tempat studi banding pengelolaan kota tua Jakarta. ****
Perkembangan Kota Tua Jakarta yang menggembirakan setelah selesai direvitalisasi tahun 2007, kini tampak mengkhawatirkan dengan adanya berbagai ekses. Antara lain penguasaan oleh pengendara sepeda motor terhadap trotoar di Jl Lada di sebelah timur Museum Sejarah Jakarta, sehingga membahayakan wisatawan yang berjalan di situ. Lampu hias di tempat itu juga banyak yang hilang tinggal kabel terbuka yang berbahaya bila hujan. Sampah juga teronggok di beberapa tempat, termasuk di Kali Besar. Ini perlu perhatian tidak hanya pihaknya saja, melainkan semua pemangku kepentingan, termasuk pemerintah kota, pedagang dan pengunjung kota tua.
Drs Gatut Dwi Hastoro, Kepala Unit Pengelola Kawasan (UPK) Kota Tua mengungkapkan itu Sabtu (23/11). Menurut Gatut, pihaknya sudah sering berkordinasi dengan pihak terkait dan memang sekarang sedang dilakukan pembenahan termasuk ratusan lampu hias di lantai plaza Taman Fatahillah. Namun untuk pengembangan Kota Tua Jakarta ke depan, pihaknya perlu belajar pada pihak lain yang berhasil. “Karena itu kami akan melakukan studi banding ke kota Malaka,” katanya. Direncanakan dia bersama 3 orang stafnya berangkat ke Malaka Senin (25/11) ini.
Norviadi, Kepala Seksi Pengembangan UPK Kota Tua, menambahkan studi banding tersebut berlangsung 4 hari sampai 28 November 2013. Dipilihnya Malaka sebagai sasaran studi banding atau bench marking karena Kota Tua Malaka di Malaysia itu telah mendapat pengakuan World Heritage, UNESCO, badan dunia yang membidangi pendidikan dan kebudayaan. “Pengelolaan heritage Kota Tua Malaka diakui baik oleh Unesco,” ujar Norviadi arkeolog lulusan Udayana Bali tersebut.
Arkeolog alumnus UGM Yogyakarta, dra Rucky Nellyta mengakui ia bersama keluarga sekitar 4 bulan yang lalu berlibur ke Malaka. “Memang bagus kota tuanya. Semua bangunan dicat merah dan bersih. Kontur tanahnya berbukit-bukit dan indah,” ujarnya. Namun bila dibanding dengan Kota Tua Jakarta yang mencapai 846 Ha, Malaka kalah luas. “Orang kami berjalan kaki keliling kota tua di sana tidak begitu capek,” ujarnya. Karena itu cocok sekali Kota Tua Malaka bila untuk tempat studi banding pengelolaan kota tua Jakarta. ****
Rabu, 13 November 2013
Serangan Sultan Agung ke Batavia 1628 Digelar di Museum Sejarah Jakarta
Rekonstruksi Sejarah Penyerangan Sultan Agung Ke Batavia 1628-1629
16-17 November 2013
Pukul: 10.00 - 14.00 WIB
di
Musem Sejarah Jakarta
|
Jakarta, Blogger
Museum Sejarah Jakarta (MSJ) akan menggelar rekonstruksi sejarah
penyerangan Sultan Agung Mataram ke Batavia 385 tahun silam. Serangan dua
kali tahun 1628-1629 itu akan digelar
dalam bentuk teater arena yang
dilangsungkan di halaman museum tersebut Jl Taman Fatahillah, Kota Tua.
Pertunjukan tersebut gratis berlangsung dua hari Sabtu (16/11) dan Minggu
(17/11) mulai pukul 10.00- 14.00 WIB yang melibatkan sekitar 100 orang
pemain.
Dra Hj Enny Prihantini, kepala MSJ mengungkapkan Rabu (13/11), acara ini dalam
peringatan Hari Pahlawan 10 November dengan memberikan hiburan atraktif dan
edukatif kepada masyarakat secara
gratis. “Sambil mengingatkan generasi
muda agar tidak melupakan sejarah dan semangat kepahlawanan tokoh bangsa kita di
masa lalu,” ujarnya. Seperti diketahui Sultan Agung Hanyokrokusumo yang
memerintah Kerajaan Mataram tahun
1613-1635 ditetapkan sebagai Pahlawan
Nasional berdasarkan SK Presiden RI no.106/TK/1975 tertanggal 3 November 1975.
Diakui Enny Prihantini, tahun 2007 yang lalu juga pernah diselenggarakan
pertunjukan seperti itu di tempat yang sama. Namun yang sekarang jelas akan beda
dengan pemain yang berbeda pula.
Pemain yang sekarang sebagai Gubernur Jenderal Jan Pieterszoon Coen
dimainkan oleh Pak Taka “OB” , sedangkan tokoh lainnya seperti Sultan Agung
dimainkan Nur Wahid, Ki Rangga oleh Boim, Kolonel Van Vielt oleh Rio Bewok.
Casting lainnya Marmo sebagai Bahurekso didukung pemain cilik Arsy Sabila, Anzra
Syifa Defita dan Zahtul Kahfi
dengan Sutradara Agustian Blok M.
Bengkel Teater Tempo Doeloe mendukung sepenuhnya pergelaran ini. “Ada Bunga Zein
segala ikut main,” tambah Enny.
Menurut catatan pengamat dan penulis sejarah dan budaya, Abu Galih,
penyerangan Sultan Agung Mataram ke Batavia 1628-1629 yang kala itu dipimpin
Gubernur Jenderal VOC Jan Pieterszoon Coen dituangkan dalam lukisan oleh pelukis
kondang, S.Sudjojono tahun 1974 .
Ukuran kain kanvasnya 3 x 10 meter yang kini menjadi masterpiece
Museum Sejarah Jakarta. Lukisan itu
hingga kini masih bagus setelah dikonservasi tahun 2008 oleh konservator
Disparbud DKI dan konservator lukisan dari
Singapore.
Serangan pertama tahun1628 gagal karena kurang persiapan perbekalan .
Serangan kedua tahun 1629 juga gagal karena kalah dari tentara VOC yang unggul
dalam persenjataan dan jumlah personel. Namun berkat taktik Sultan Agung dalam
mengepung Batavia dengan membendung kali Ciliwung mengakibatkan Batavia diserang
penyakit kolera. Karena wabah penyakit tersebut akhirnya merenggut nyawa
Gubernur VOC Belanda, Jan Pieterszoon Coen.
Museum Sejarah Jakarta meski sejak Oktober yang lalu dikonservasi bagian
luarnya namun pengunjungnya tak begitu susut. Tercatat tiap hari rata rata
dikunjungi 700-1500 orang wisatawan baik
wisatawan nusantara maupun wisatawan mancanegara. (Pri) ***
Parkir Makam P. Jayakarta Desember Dapat Digunakan
Jakarta, Blogger
Penataan situs makam Pangeran Jayakarta dengan pembangunan taman parkir di
RW 03 Kelurahan Jatinegara Kaum, Kecamatan
Pulogadung, Jakarta Timur kini tinggal
tahap finishing. Diharapkan
Desember depan dimanfaatkan untuk
parkir mobil dan bus peziarah makam tersebut.
Kepala Sudin Kebudayaan Jakarta Timur Drs Husnison Nizar menegaskan hal itu kemarin.
Diakui, lahan milik PAM Jaya
seluas lebih 1.500 m2 yang diperuntukkan
bagi penataan situs makam Pengeran Jayakarta di dekat lahan parkir tersebut kini
masih ditempati para pedagang
kayu . Namun itu tak menghalangi
masuknya kendaraan ke taman parkir seluas 1.800 m2 tersebut berikut bekas TPS
sampah yang sudah dibongkar.
Husnison Nizar mengatakan, tiap
menjelang HUT Kodam Jayakarta 24 Desember, Pangdam dan stafnya selalu upacara dan ziarah ke Makam Pangeran
Jayakarta. Untuk itu mobil mobil Pangdam dan anak buahnya dapat parkir di tempat
yang baru selesai tersebut.
Ketua RT 06/03 Jatinegara Kaum, RM Syahrul yang juga keturunan P.Jayakarta
ketika dihubungi Selasa (12/11) menilai proyek itu lamban karena sudah dimulai
tahun 2010. Karena itu ia dan warganya mengharapkan Gubernur DKI Jakarta Joko
Widodo dapat membantu percepatan penataan situs makam pahlawan tersebut.
Mengenai lahan PAM Jaya yang kini sedang ditempati para pedagang kayu,
Syahrul mengatakan kontraknya akan habis tahun 2014. Diharapkan segera lahannya
dapat dimanfaatkan untuk penataan situs tersebut. Ia mengakui tiap menjelang 24
Desember, biasanya tanggal 22 atau 23 Desember Pangdam Jaya datang berziarah ke
makam P.Jayakarta.
Wartawan yang datang ke lapangan Selasa (12/11) menyaksikan pagar tembok
dengan hiasan bunga teratai yang sedang kuncup, sepanjang 70-an meter sudah jadi. Pot bunga sepanjang
lebih 100 meter sudah diisi tanah. Pintu
masuk mobil sebelah barat belum ada
tetapi untuk keluarnya sebelah timur sudah lengkap dengan pintu besi. Tahun 2013 proyek ini memakan anggaran Rp 1,3
miliar dari daftar pengadaan anggaran Rp 1,5 miliar dari APBD DKI
Jakarta.
Situs tersebut digunakan apel dan upacara terbatas dalam HUT Kota Jakarta tiap menjelang 22 Juni dan HUT Kodam Jayakarta tiap menjelang 24 Desember. Tiap Ramadhan juga
banyak diziarahi warga luar DKI Jakarta mencapai ratusan sampai 2000 orang
per hari.
Wali Kota Jakarta Timur HR
Krisdianto maupun Sekretaris Kecamatan
Pulogadung H Alawi mengharapkan proyek tersebut dapat selesai tepat waktu.
Dengan demikian tidak menimbulkan kemacetan tatkala banyak peziarah yang datang
dari luar kota . Di situs itu terdapat
masjid kuno As Syalafiah yang dibangun Pangeran Jayakarta dan pengikutnya tahun
1620 . Pangeran Jayakarta menyingkir dari istananya di sebelah barat Kali Besar Kota Tua, akibat
dibumihanguskan VOC akhir tahun 1619.
****
Selasa, 12 November 2013
Kreativitas dan Kemandirian Anak - Tentukan Daya Saing Bangsa
Foto : Kepala Sudin Dikmen Jaktim, Drs. Budiana, MM berfoto bersama dengan Panitia dan peserta HAN. |
Jakarta, Blogger
Kepala Sudin Pendidikan Menengah (Dikmen) Jakarta Timur Drs Budiana MM menegaskan, di abad 21 ini kreativitas dan kemandirian anak sangat menentukan daya saing bangsa. Karena itu peran keluarga sangat penting dalam memberikan dukungan terhadap tumbuh kembang anak.
Budiana menegaskan itu ketika membuka perayaan Hari Anak Nasional (HAN) tingkat Jakarta Timur di Bumi Perkemahan Pramuka Wiladatika Cibubur, Selasa (12/11). Perayaan diikuti 225 anak balita dari perwakilan PAUD se Jaktim. Mereka tampak bergembira menikmati kegiatan yang digelar panitia bersama para pengasuhnya.
Lebih lanjut Budiana mengatakan, perayaan ini untuk merangsang perkembangan anak dan meletakkan dasar-dasar ke arah perkembangan sikap, pengetahuan, keterampilan dan daya cipta mereka. ”Terutama dalam penyesuaian diri dengan lingkungan sesuai dengan efek bangun anak,” ujarnya.
Setiap tahun Sudin Dikmen Jakarta Timur merayakan HAN sebagai bagian dari Perayaan HAN di seluruh Indonesia yang dimaksudkan untuk mewujudkan kesejahteraan anak. Di tingkat pusat HAN diperingati setiap 23 Juli, sesuai keputusan presiden RI no.44/1984. Sementara Hari Anak Internasional diperingati setiap 1 Juni dan Hari Anak Universal diperingati setiap 20 November.
Peringatan ini kata Budiana adalah momentum penting untuk menggugah kepedulian dan partisipasi seluruh bangsa Indonesia dalam menghormati, menghargai, dan menjamin hak-hak anak tanpa diskriminasi. Juga memberikan yang terbaik untuk anak, serta menjamin kelangsungan hidup dan tumbuh kembangnya.
Kepala Seksi PNFI (Pendidikan Non Formal dan Informal) Sudin Dikmen Jaktim, Dra Tikrawati MM selaku ketua panitia menjelaskan, kegiatan kali ini diisi berbagai lomba antara lain lomba tari, memindahkan air dengan spon, lari estafet putra/putri, senam, menyanyi dan mamasang kancing baju. Prinsipnya yang bersifat khidmat, penuh makna, berkesan dan manfaat untuk anak sebagai penerus bangsa. Kepanitiaan kali ini melibatkan Dikmas, Himpunan Pendidik PAUD, serta Forum Penyelenggara PAUD. (pri) ***
Minggu, 10 November 2013
Jalan Diperlebar, 29 Bangunan Dibongkar Paksa
Jakarta,
Blogger
Sekitar
300 petugas gabungan Jakarta Timur yang terdiri dari Satpol PP, Polisi dan
anggota TNI Kamis (7/11) dikerahkan membongkar hampir 30 bangunan kios di Jl
Tegalan, Kelurahan Pal Meriam, Kecamatan Matraman, Jakarta Timur. Berbekal
peralatan palu godam, linggis, dan tali temali satu demi satu bangunan liar itu
dirobohkan. Aksi pembongkaran secara manual itu tidak mendapat perlawanan
pedagang yang tampak pasrah. Apalagi proses bongkar paksa tersebut berlangsung
cepat setelah siang harinya didatangkan alat berat dari Dinas Kebersihan DKI
Jakarta. Namun sebenarnya mereka tetap mengharapkan ada uang kerohiman atau
ganti rugi bangunan.
“Yah dasar sial. Baru saja membangun kios lima
bulan sudah kena gusur.Padahal kami sudah bayar,” kata seorang pedagang
menyesali nasibnya. Entah dia telah membayar kepada siapa.
Beberapa
pedagang merasa iri karena ada bangunan rumah makan Padang di ujung jalan yang
tak dibongkar. “Mestinya jangan pilih kasih, dong kalau melalukan penertiban,”
celetuk seorang pedagang yang dibenarkan teman-temannya.
Camat
Matraman, Hari Nugroho yang ditemui di
lapangan menjelaskan, pembongkaran paksa ini merupakan langkah terakhir. Sebab
sebelumnya pihak Kecamatan telah menjalankan beberapa tahapan, antara lain
menawarkan relokasi ke Pasar Pal Meriam. Di samping itu sebelum langkah
pembongkaran juga diberikan surat peringatan atau SP secara bertahap,dari SP1,
SP2 sampai SP3.
Menurut
Camat Nugroho lahan yang ditempati itu milik Pemprov DKI Jakarta. Karena jalan
tersebut akan diperlebar, maka mau tak mau
bangunan di jalan tersebut yang tepatnya berjumlah 29 bangunan itu harus
dibongkar untuk mempercepat program tersebut.(pri) ***
Pengalaman Berpuasa di Kutub Utara dan Negeri Ginseng (4)
Perokok semakin sulit
Meskipun mahasiswa Kyung Hee University
angkatan Tatang ini yang muslim ada 40 orang, tetapi waktu bulan Ramadhan yang
beribadah puasa hanya dua orang. “Yang berpuasa hanya saya dan seorang lagi
mahasiswa Sudan bernama Bakri. Yang lain mungkin Islam KTP,” keluh Tatang sambil
tersenyum. Sebulan dua kali kelompoknya menyelenggarakan piknik ke luar kota
Seoul, sekaligus praktik menyelenggarakan
pertunjukan seni budaya Korea. “Saya kebagian main perkusi tabuh.
Gendangnya orang Korea,” katanya.
Inilah yang memberatkan Tatang. Meskipun
bulan Ramadhan, tour pertunjukan ke luar kota tetap berjalan terus. Namun mau
membatalkan puasa juga sayang. “Jadi dalam perjalanan sering saya sengaja
tidur,” ungkapnya. Ini untuk menangkal godaan dosa mata yang sering terbentur
pada pemandangan paha wanita.
Kalau ingin sholat tarawih berjamaah,
harus ke Kedubes RI dengan naik bus terlebih dulu. Satu lagi kesulitan, pada
saat makan sahur harus dapat bangun sendiri. Sebab di asrama itu hanya dia
sendiri yang puasa. Dengan sendirinya tidak ada yang membangunkan sahur, kecuali
jam wecker yang sebelumnya harus disetel alarmnya terlebih dahulu.
Ada tambahan faktor kesulitan bagi Tatang
selaku “ahli hisap” ketika beribadah puasa Ramadhan di negeri ginseng ini. Waktu
berbuka puasa tidak begitu mendesak untuk merokok karena tertutup kegiatan yang
lain seperti sholat maghrib dan belajar. Tetapi usai makan sahur, terasa iseng
kalau tidak menyulut rokok mengasapi tenggorokannya. “Saya di asrama tinggal di
lantai 5. Setiap habis makan sahur kepingin merokok. Sementara smoking areanya berada di lantai dasar.
Padahal lift gerbang sudah ditutup penjaganya lewat jam 12 malam,” tutur Tatang.
Akhirnya ia melakukan pendekatan dengan berbaik-baik kepada sang penjaga malam
dengan menemani dan mengajaknya ngobrol. Akhirnya terbuka juga peluang Tatang
untuk melepas dahaga akan asap tembakau yang oleh banyak ulama difatwakan
sebagai makruh.
Dari pengalaman berpuasa Ramadhan dan
beribadah lainnya di negeri yang penduduknya mayoritas non muslim dan iklimnya
bukan tropis, memang banyak kendala. Tetapi tidak seperti yang kita bayangkan.
Banyak kemudahan yang diberikan oleh Allah SWT bila kita tetap konsisten atau
tumakninah menjalani kewajiban tersebut. Yang penting lagi, kata mereka yang
pernah mengalaminya ini, tetaplah konsisten menjalani ibadah, baik sholat lima
waktu maupun berpuasa Ramadhan. Juga dianjurkan agar tetap berbuat baik kepada
sesama, di manapun berada, terutama warga sesama muslim dan muslimah. ***
Pengalaman Berpuasa di Kutub Utara dan Negeri Ginseng (3)
Berpuasa di Korea Selatan banyak godaan
Lain lagi dengan beribadah
puasa Ramadhan di Korea Selatan yang dialami Drs Tatang Suhenda, PNS Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta. Tatang baru saja pulang dari tugas
belajar di Negeri Ginseng akhir tahun 2010 yang lalu. Selama 6 bulan sejak Juni
2010 ia tinggal di Wegi Dong, suatu kawasan permukiman di kota Seoul. Program
belajar di negeri ginseng ini sangat padat. Pagi Tatang kuliah di Kyung Hee
University, sedang sore harinya ia belajar di National Theater of Korea.
“Saya tinggal bersama para mahasiswa
dari negara-negara lain yang seluruhnya berjumlah 14 orang. Dari jumlah itu
hanya 5 orang yang muslim,” tutur Tatang
di bulan Rajab 1432 Hijriah di kantornya. Kepada buletin Masjid Darul Arqam,
Tatang menuturkan lagi, lima orang itu yang Indonesia hanya dia sendiri,
sedangkan lainnya seorang dari Pakistan dan tiga orang dari Uzbekistan.
Ramadhan 1431 Hijriah yang lalu
bertepatan dengan bulan Agustus 2010, Korea sedang akhir musim panas. Berarti
peredaran matahari lebih lama di belahan bumi utara ini. Karena itu lama puasa
pun lebih panjang. Imsak pukul 03.12 dan 10 menit kemudian sudah masuk Subuh,
sehingga dimulailah menahan lapar dan dahaga serta hawa nafsu. Buka puasa saat
matahari terbenam yang baru terjadi pukul 19.30 waktu setempat.
“Lamanya berpuasa tiap hari tidak
menjadi masalah. Yang berat bagi saya adalah panas dan paha. Sebab banyak
mahasiswi dan wanita membiarkan pahanya terbuka
dengan bercelana hotpant
karena udaranya panas,” kata Tatang.
Tausiah, atau siraman rohani maupun
informasi imsakiyah selama bulan Ramadhan cukup memadai sebab mudah didapat dari
Ikatan Keluarga Muslim Indonesia (IKMI) di Korea yang membuka situs yang dapat
dikunjungi setiap saat di internet. Bila ingin sholat di masjid juga tidak
sulit. Sebab di Seoul juga ada masjid besar yang berkapasitas 1000 jemaah yang
letaknya di kawasan Itaewon.
“Itaewon ini kalau di Jakarta seperti
kawasan Jalan Jaksa,” kata Tatang. Jadi penuh dengan wisatawan mandiri dari
berbagai negara yang menginap cukup lama di tempat itu. Wilayahnya pun seperti
terbagi-bagi menurut komunitasnya. Sebelah barat yang ada masjidnya banyak
dihuni kaum muslimin dari berbagai negara. Sedangkan di wilayah utara kebanyakan
tempat bermukimnya kelompok bangsa asing yang non muslim, sementara sebelah
timur banyak dihuni warga asli Korea.
Setiap sholat Jumat jemaahnya cukup
banyak di masjid itu. Khotib masjid Itaewon membawakan khotbahnya dengan dua
bahasa yaitu bahasa Inggeris dan bahasa Korea.
Imam masjid ini seorang ulama
dari Pulau Moro, Philipina
Selatan.
Pengalaman Berpuasa di Kutub Utara dan Negeri Ginseng (2)
Masjid dengan Tiga Bahasa
Menurut Bu Widia, isteri Drs Gatot
Subroto ini, selaku muslimin dan muslimah, para mahasiswa dalam menjalankan
ibadah di kampus tidak ada masalah, sebab ada masjid yang cukup besar untuk
sholat berjamaah, yang juga digunakan untuk sholat Jumat. “Bahkan di kawasan
Grondland masih di kota Oslo, ada sebuah
masjid besar berlantai 3 yang kotbahnya
menggunakan tiga bahasa,” tutur ibu dari tiga orang anak ini. Di lantai 1
menggunakan bahasa Norg atau Norwegia, di lantai 2 menggunakan bahasa Inggeris
dan di lantai 3 menggunakan bahasa Arab.
Jadi bila Jumat banyak penduduk Oslo dan para mahasiswa pergi ke masjid
Grondland tersebut yang dari tempat tinggal mereka Kringso harus naik kereta
selama 30 menit. Jaraknya sekitar 30 km. “Untungnya waktu itu banyak mahasiswa
dari negara yang berpenduduk muslim seperti dari Maroko, Pakistan, Uzbekistan
dan sebagian dari Tibet,” tambahnya.
Tibalah bulan Ramadhan yang bertepatan
dengan bulan Oktober 1999, musim panas mendekati musim gugur. Para mahasiswa
yang muslim hampir semua berpuasa. Jadwal imsakiyahnya agak unik. Pukul 5
pagi mulai puasa Ramadhan, dan buka pada
pukul 3 sore waktu setempat.
Memang tidak setiap malam para
mahasiswa muslim menunaikan sholat tarawih berjamaah. “Sekaligus untuk melepas
rindu sesama warga Indonesia, kami setiap
week end yaitu Sabtu dan Minggu sholat tarawih berjamaah di Kedutaan Besar
RI yang jaraknya cukup jauh dari Kringso,” tutur Kus Widianingsih, alumni IKIP
Negeri Bandung ini. Kebanyakan perjalanan sehari-hari ditempuh dengan angkutan
umum terutama dengan kereta. “Kami abonemen kereta sebulan 500 kroner. Di
Norwegia satu kali beli tiket bisa untuk angkutan umum apa saja, baik bus,
kereta maupun kapal laut,” katanya.
Tiba saat Idul Fitri, para mahasiswa dan
masyarakat Indonesia muslim yang telah menjadi WNA di Oslo sholat Ied di
Kedutaan Besar RI. Usai mendengarkan
khotbah, seperti biasa bersalam-salaman saling memaafkan, yang menimbulkan rasa
haru dan rindu keluarga serta kampung halaman. Tidak ada tradisi mudik lebaran.
Selain biaya mahal juga masih terikat tugas belajar.
Ketika sholat Idul Adha para mahasiswa
dan masyarakat Indonesia juga
melakukannya di masjid Kedubes RI di Oslo. Tetapi di sini tidak ada
daging kurban. “Ya bagaimana ? Orang nggak ada warga Indonesia yang melakukan
kurban. Sebab kurbannya sudah dikirim ke Indonesia untuk saudara saudaranya kaum
muslimin,” tutur Bu Widia lagi. Sebagai gantinya pihak Kedutaan Besar RI memasak
gulai kambing dan sapi untuk makan bareng-bareng warga Indonesia. Sedangkan
untuk makan sehari-hari di Oslo dan Norwegia umumnya tidak ada masalah karena
banyak warga Indonesia yang mukim di sana dan menjual makanan/minuman berlabel
halal dan sayur mayur yang tidak diharamkan.
Agak lain dengan pengalaman H Toekino
bersama isterinya Hj Tuti Wirasati, warga Malaka Jaya Jakarta Timur waktu
bermuhibah ke beberapa negara di Eropa tahun yang sama. Tepatnya tahun 1999
bulan Maret sampai April. Persamaannya, soal disiplin warganya, kebersihan
lingkungan, pemandangan alam dan iklimnya. Seperti Norwegia, maka di negeri Belanda, Belgia dan Perancis
pun pada musim semi dan musim bunga
banyak dijumpai bunga tulip mekar beraneka warna menghampar di kebun kebun luar
kota maupun di taman-taman kota.
Bedanya di ketiga negeri itu sulit
ditemukan masjid. Mau sholat di taman yang terlihat bersih, ternyata taman yang
teduh dan nyaman itu sering digunakan untuk tempat mengasuh atau menggembalakan
anjing anjing piaraan. “Jadinya kami sering sholat di kendaraan umum yang memang
bersih dan tepat waktu,” tutur H Toekino.
Pengalaman Berpuasa di Kutub Utara dan Negeri Ginseng (1)
Pengantar:
Setiap tiba
bulan Ramadhan, tentu mengingatkan kita pada Ramadhan sebelumnya. Apalagi bila
menjalani ibadah puasanya di luar negeri yang penduduknya mayoritas non muslim, pasti sangat berbeda dari
biasanya. Bahkan banyak kesulitan dan kenangan yang tak mudah dilupakan. Untuk
mengorek pengalaman menarik itu,
H Suprihardjo selaku staf
redaksi Buletin Ramadhan Masjid
Darul Arqam pada medio Juni 2011 M/ bulan Rajab 1432 H
melakukan wawancara dengan beberapa orang yang
pernah mengalaminya. Hasil wawancaranya kami sajikan dalam sebuah tulisan
berikut ini, semoga dapat dipetik hikmahnya.
Norwegia dengan ibukotanya Oslo,
merupakan satu negara di jazirah Skandinavia,
Eropa Utara yang memiliki ciri
alam yang sangat spesifik, yaitu bergunung gunung salju dan garis pantainya
berliku liku serta teksturnya terjal yang disebut fjord (baca fyord). Posisi negeri ini membentang dari
selatan ke utara dari 55 derajat sampai 70 derajat garis Lintang Utara yang
berarti nyaris dekat dengan Kutub Utara.
Kota Oslo sendiri secara
geografis berada di koordinat sekitar 60 derajat Lintang Utara dan 11 derajat
Bujur Timur. Sebagai perbandingan kota Jakarta berada di koordinat sekitar 6
derajat Lintang Selatan dan 107 derajat Bujur Timur. Selain letaknya sangat
berjauhan, jelas iklimnya jauh berbeda dengan Jakarta. Begitu pula dengan
penduduknya yang sebagian besar non muslim. Meskipun begitu ternyata di sana
juga ada beberapa masjid. Sehingga untuk beribadah sehari-hari maupun untuk
beribadah puasa Ramadhan dan sholat terawih berjamaah tidak sesulit yang kita
bayangkan. Tentu saja banyak hal yang tetap menjadi masalah, meskipun akhirnya
dapat diatasi.
Pengalaman beribadah puasa
Ramadhan di negeri kutub utara ini diungkapkan Dra Kustiatun Widianingsing
M.Phil.SNE, dosen mata kuliah Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus di Universitas
Muhammadiyah Malang (UMM). Waktu itu dia mendapat beasiswa program S2 untuk Master of Phylosofi Special Need Education yaitu pendidikan untuk anak cacat.
“Kami semua guru-guru SLB (Sekolah Luar
Biasa) dari seluruh Indonesia berjumlah 14 orang mendapat beasiswa kuliah di
Oslo University tahun 1999. Selama dua tahun sampai tahun 2001 kami tinggal di
daerah Kringso beberapa kilometer dari kampus,” ujar Kustiatun Widianingsih yang
lebih akrab disapa dengan Bu Widia kepada buletin Masjid Darul Arqam di Jakarta,
Juni yang lalu.
Rabu, 06 November 2013
130 Pemuda Jelajahi Kota Toea, Sejarah Selalu Terulang Polanya.
Jakarta, Blogger
Sebanyak 130 orang pemuda, pelajar dan mahasiswa dari Jabodetabek melakukan Jelajah Kota Toea Jakarta, Minggu (3/11) yang difasilitasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Mereka dipandu pengurus Komunitas Jelajah Budaya yang diketuai Kartum Setiawan seorang museolog dari UI. Para peserta berangkat dari Museum Mandiri di Jl Pintu Besar Utara dengan terlebih dahulu menonton film documenter keadaan kota Batavia sebelum tahun 1941. Di antaranya film nonton sepakbola di Waterlooplein yang sekarang bernama Lapangan Banteng.
Dari situlah peserta yang dibagi dalam 5 kelompok menjelajah Kota Toea ke Museum BI, melihat bangunan dari abad ke 18 di sepanjang Kali Besar, jembatan jungkat jungkit Kota Intan dan ke Museum Sejarah Jakarta (MSJ). Di museum yang dibangun tahun 1707-1710 ini para peserta menyaksikan latihan pergelaran kolosal rekonstruksi sejarah Penyerangan Sultan Agung Mataram ke Batavia 1628-1629. Ketika rombongan Jelajah Kota Toea memasuki ruang pamer MSJ, mendadak seorang peserta putri jatuh pingsan. Tenyata dia mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah.
Dalam diskusi akhir para peserta dan penyelenggara, sejarawan Universitas Indonesia, Dra Tri Wahyuningsih MSi dan dosen Universitas Islam Neger (UIN) , Ibnu Qoyim menegaskan sejarah selalu berulang. “Bukan peristiwanya, tetapi polanya yang berulang,” tandasnya. Seperti perkembangan Kota Batavia, dahulunya didukung oleh kepentingan warga kota di sekitarnya seperti Mester Cornelis (Jatinegara) dan Tanah Abang. Ternyata ini berulang. Setelah menjadi Jakarta perkembangannya tak lepas dari daerah penyangga yang lebih luas sehingga terbentuk kawasan Jabodetabek. Yaitu Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi.
Dra Triana Wulandari, Kasubdit Verifikasi dan Permuseuman Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya Kemendikbud RI menjelaskan, kegiatan ini dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran sejarah dan budaya warga Jakarta dan sekitarnya. “Terbukti dari peserta sebanyak ini yang sudah pernah menjelajahi Kota Toea Jakarta baru 10 persen. Makanya kami membantu memfasilitasi,” ujarnya. Menurut Triana, tahun ini Kemendikbud RI juga memberikan fasilitas untuk penjelajahan sejarah dan budaya kota Padang, Yogyakarta dan Solo. Tahun 2014 pihaknya memfasilitasi penulisan sejarah dan budaya di 5 wilayah, yaitu Makassar, Ternate, Yogyakarta, Ambon dan Pontianak.
Kartum Setiawan mengatakan, wilayah Kota Toea Jakarta luasnya 846 hektar. Bila dicermati banyak hal yang dapat dipetik dari kawasan ini terutama keindahan bangunan bersejarah yang memerlukan perhatian semua pihak agar tetap menjadi lingkungan terpelihara, bersih, tertib dan aman.
Rizko Ramadhan seorang peserta dari SMK Fajar, Depok mengatakan ia terkesan dengan jelajah kota tua tersebut. “Yang paling berkesan bagi saya Toko Merah di Kalibaru Barat” katanya. Dia sempat masuk dan terdapat informasi mengenai kegiatan dalam bangunan abad ke-18 itu di masa silam.
Lain lagi dengan Muhammad Nurazami, mahasiswa semester 3 Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Ciputat. Ia justru terkesan dengan koleksi Museum Sejarah Jakarta. Dari sana ia tahu bahwa akar budaya dan etnis Betawi sebenarnya dari Kerajaan Sunda Tarumanagara abad ke -5 Masehi.**** .
Sebanyak 130 orang pemuda, pelajar dan mahasiswa dari Jabodetabek melakukan Jelajah Kota Toea Jakarta, Minggu (3/11) yang difasilitasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Mereka dipandu pengurus Komunitas Jelajah Budaya yang diketuai Kartum Setiawan seorang museolog dari UI. Para peserta berangkat dari Museum Mandiri di Jl Pintu Besar Utara dengan terlebih dahulu menonton film documenter keadaan kota Batavia sebelum tahun 1941. Di antaranya film nonton sepakbola di Waterlooplein yang sekarang bernama Lapangan Banteng.
Dari situlah peserta yang dibagi dalam 5 kelompok menjelajah Kota Toea ke Museum BI, melihat bangunan dari abad ke 18 di sepanjang Kali Besar, jembatan jungkat jungkit Kota Intan dan ke Museum Sejarah Jakarta (MSJ). Di museum yang dibangun tahun 1707-1710 ini para peserta menyaksikan latihan pergelaran kolosal rekonstruksi sejarah Penyerangan Sultan Agung Mataram ke Batavia 1628-1629. Ketika rombongan Jelajah Kota Toea memasuki ruang pamer MSJ, mendadak seorang peserta putri jatuh pingsan. Tenyata dia mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah.
Dalam diskusi akhir para peserta dan penyelenggara, sejarawan Universitas Indonesia, Dra Tri Wahyuningsih MSi dan dosen Universitas Islam Neger (UIN) , Ibnu Qoyim menegaskan sejarah selalu berulang. “Bukan peristiwanya, tetapi polanya yang berulang,” tandasnya. Seperti perkembangan Kota Batavia, dahulunya didukung oleh kepentingan warga kota di sekitarnya seperti Mester Cornelis (Jatinegara) dan Tanah Abang. Ternyata ini berulang. Setelah menjadi Jakarta perkembangannya tak lepas dari daerah penyangga yang lebih luas sehingga terbentuk kawasan Jabodetabek. Yaitu Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi.
Dra Triana Wulandari, Kasubdit Verifikasi dan Permuseuman Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya Kemendikbud RI menjelaskan, kegiatan ini dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran sejarah dan budaya warga Jakarta dan sekitarnya. “Terbukti dari peserta sebanyak ini yang sudah pernah menjelajahi Kota Toea Jakarta baru 10 persen. Makanya kami membantu memfasilitasi,” ujarnya. Menurut Triana, tahun ini Kemendikbud RI juga memberikan fasilitas untuk penjelajahan sejarah dan budaya kota Padang, Yogyakarta dan Solo. Tahun 2014 pihaknya memfasilitasi penulisan sejarah dan budaya di 5 wilayah, yaitu Makassar, Ternate, Yogyakarta, Ambon dan Pontianak.
Kartum Setiawan mengatakan, wilayah Kota Toea Jakarta luasnya 846 hektar. Bila dicermati banyak hal yang dapat dipetik dari kawasan ini terutama keindahan bangunan bersejarah yang memerlukan perhatian semua pihak agar tetap menjadi lingkungan terpelihara, bersih, tertib dan aman.
Rizko Ramadhan seorang peserta dari SMK Fajar, Depok mengatakan ia terkesan dengan jelajah kota tua tersebut. “Yang paling berkesan bagi saya Toko Merah di Kalibaru Barat” katanya. Dia sempat masuk dan terdapat informasi mengenai kegiatan dalam bangunan abad ke-18 itu di masa silam.
Lain lagi dengan Muhammad Nurazami, mahasiswa semester 3 Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Ciputat. Ia justru terkesan dengan koleksi Museum Sejarah Jakarta. Dari sana ia tahu bahwa akar budaya dan etnis Betawi sebenarnya dari Kerajaan Sunda Tarumanagara abad ke -5 Masehi.**** .
Alumni SMPN 1 Singosari Reuni di TMII
Cipayung , Pos Kota
Sebanyak 70 orang alumni SMP Negeri Singosari, Malang menyelenggarakan reuni Bogor dan Jakarta pada 2-3 November 2013. Tema reuni tersebut “Menyambung Tali Silaturahmi yang Sudah 39 Tahun Tidak Ketemu”.
Ketua panitia di Jakarta Bambang Sumali, bersama Sujarwo dan Hendaryanto menjemput rombongan peserta dari Malang di Stasiun Pasar Senen pada hari Sabtu (2/11). “Kami sengaja naik KA Ekonomi AC Matarmaja ini dengan maksud agar tak ada kesenjangan di antara peserta,” ujar Ketua Panitia Malang , Tunggul Ansori.
Peserta dari Tuban, Didik Wahyudi juga bergabung ke Malang untuk sampai ke Jakarta. Setelah berkangen-kangenan sejenak, rombongan segera diangkut dengan bus ke Cisarua, Bogor dan disambut Widodo seorang alumni yang sukses di kota ini. Mereka membuat acara dan menginap di situ. Guru Olahraga dan Ilmu Ukur SMPN 1 Singosari tahun 70-an, Pak Kusnoudin (72) beserta isterinya juga ikut menghidupkan reuni tersebut. Peserta wanita seperti Lis Herdiana, Yanti Budi dan Sri Mulyo Utami terlihat tak dapat menyembunyikan rasa bahagianya bertemu teman lama di acara malam itu.
Baru esok harinya rombongan alumni SMP Negeri 1 Singosari tahun 1970-an turun gunung dan mengadakan kegiatan di TMII Jakarta Timur sehari suntuk. Ada yang naik cable car, monorail atau Titian Samirono, dan banyak pula yang mencoba sepeda tandem keliling Taman Mini Indonesia Indah. Tentu saja sebagian mereka mengunjungi Anjungan Jawa Timur, Kalimantan Timur dan beberapa anjungan provinsi yang berdekatan.
Dari TMII rombongan berbelanja ke Tanah Abang, selanjutnya menginap di kampus STIP Marunda. Baru esok harinya Senin (4/11) rombongan berfoto ria di Monas dan solat di Masjid Istiqlal, dua monumen yang dibangun hampir bersamaan dalam menegakkan national and character building yang dikampanyekan Bung Karno proklamator kita.
Reuni berakhir di Stasiun Senen sambil melepas rombongan ke Malang dengan KA Matarmaja dengan ucapan selamat jalan oleh Bambang Sumali .”Jangan lupa di lain waktu kita akan ketemu. Salam Satu Jiwa,” ujar Bambang yang menjabat Purek II STIP Marunda. ***
Sebanyak 70 orang alumni SMP Negeri Singosari, Malang menyelenggarakan reuni Bogor dan Jakarta pada 2-3 November 2013. Tema reuni tersebut “Menyambung Tali Silaturahmi yang Sudah 39 Tahun Tidak Ketemu”.
Ketua panitia di Jakarta Bambang Sumali, bersama Sujarwo dan Hendaryanto menjemput rombongan peserta dari Malang di Stasiun Pasar Senen pada hari Sabtu (2/11). “Kami sengaja naik KA Ekonomi AC Matarmaja ini dengan maksud agar tak ada kesenjangan di antara peserta,” ujar Ketua Panitia Malang , Tunggul Ansori.
Peserta dari Tuban, Didik Wahyudi juga bergabung ke Malang untuk sampai ke Jakarta. Setelah berkangen-kangenan sejenak, rombongan segera diangkut dengan bus ke Cisarua, Bogor dan disambut Widodo seorang alumni yang sukses di kota ini. Mereka membuat acara dan menginap di situ. Guru Olahraga dan Ilmu Ukur SMPN 1 Singosari tahun 70-an, Pak Kusnoudin (72) beserta isterinya juga ikut menghidupkan reuni tersebut. Peserta wanita seperti Lis Herdiana, Yanti Budi dan Sri Mulyo Utami terlihat tak dapat menyembunyikan rasa bahagianya bertemu teman lama di acara malam itu.
Baru esok harinya rombongan alumni SMP Negeri 1 Singosari tahun 1970-an turun gunung dan mengadakan kegiatan di TMII Jakarta Timur sehari suntuk. Ada yang naik cable car, monorail atau Titian Samirono, dan banyak pula yang mencoba sepeda tandem keliling Taman Mini Indonesia Indah. Tentu saja sebagian mereka mengunjungi Anjungan Jawa Timur, Kalimantan Timur dan beberapa anjungan provinsi yang berdekatan.
Dari TMII rombongan berbelanja ke Tanah Abang, selanjutnya menginap di kampus STIP Marunda. Baru esok harinya Senin (4/11) rombongan berfoto ria di Monas dan solat di Masjid Istiqlal, dua monumen yang dibangun hampir bersamaan dalam menegakkan national and character building yang dikampanyekan Bung Karno proklamator kita.
Reuni berakhir di Stasiun Senen sambil melepas rombongan ke Malang dengan KA Matarmaja dengan ucapan selamat jalan oleh Bambang Sumali .”Jangan lupa di lain waktu kita akan ketemu. Salam Satu Jiwa,” ujar Bambang yang menjabat Purek II STIP Marunda. ***
Kamis, 24 Oktober 2013
Berwisata ke Penataran Melihat Candi Terpancung
Jauh berjalan banyak yang dilihat.
Perjalanan kita kali ini menuju Kabupaten Blitar untuk melihat
tempat-tempat bersejarah dan panorama indah, baik di lereng dan
kaki Gunung Kelud, aliran kali Brantas maupun pantai selatannya.
Kota Blitar sendiri yang dikenal sebagai tempat peristirahatan
terakhir presiden pertama RI , Ir.H. Soekarno banyak pula dikunjungi
wisatawan dari berbagai penjuru tanah air bahkan mancanegara.
Namun kita tidak ke kotanya melainkan
langsung ke wilayah kabupaten Blitar yang masih banyak peninggalan
sejarah Kerajaan Daha, Singhasari maupun Majapahit. Peninggalan
sejarah tersebut di antaranya Candi Sawentar di Kecamatan Kanigoro,
Candi Plumbangan di Kecamatan Doko,Candi Simping di Sumberjati dan
Candi Penataran di Kecamatan Nglegok, yang masih terawat dengan
baik dan banyak dikunjungi wisatawan.
Ke candi yang disebutkan terakhir
itulah kita berkunjung. Dari stasiun kereta api atau terminal bus
Blitar kita naik mobil ke arah utara sejauh 15 km melalui komplek
Makam Bung Karno. Sesampai di jalan mendaki setelah melewati kantor
Kecamatan Nglegok ada pertigaan , kita belok kiri. Di hadapan kita
ada gapura dan pos retribusi parkir Kawasan Wisata Penataran. Dari
perparkiran jalan kaki melalui deretan pedagang cinderamata. Masuk
halaman kompleks percandian kita harus turun dulu hanya beberapa
langkah di parit kering kemudian naik lagi tangga untuk menapak ke
halaman yang luasnya sekitar 1,3 hektar. Ini merupakan kompleks
percandian terluas di Jawa Timur selain Trowulan, Mojokerto.
Terlihat hamparan sisa bangunan dari
batu andesit dan sisa-sisa fondasi dari batu bata merah, diikuti
beberapa bangunan candi, ada yang utuh, tanpa badan candi maupun
tanpa bagian atasnya. Juga banyak berdiri arca-arca serta dinding
batu berrelief berbentuk manusia, fauna dan flora. Kompleks
bangunan Hindu ini ditemukan tahun 1815 oleh Letnan Gubernur Jenderal
Sir Thomas Stamford Raffles yang mengarang buku “History of Java.”
Padahal pertama kali dibangun oleh Raja Srengga dari Kediri tahun
1194 M dan dilanjutkan penerusnya sampai zaman Majapahit.
Yang langsung menarik perhatian adalah
Candi Brawijaya karena sering kita lihat replikanya di mana-mana.
Juga sosoknya telah dijadikan symbol Kodam VIII Brawijaya dengan
bintang lima di atas gambar candi tersebut. Namun nama sebenarnya
bangunan itu adalah “Candi Angka Tahun” karena di pintunya yang
menghadap ke barat laut terdapat angka tahun 1291 Saka (1369
Masehi). Juga disebut Candi Ganesha karena dalam bilik candi
tersebut terdapat arca Ganesha.
Di belakangnya terdapat candi
terpancung tanpa mahkota setinggi 4,7 meter yang disebut Candi Naga
karena ada relief besar sepasang naga melilit badan candi tersebut.
Kata Bondan Siswanto petugas Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa
Timur di obyek wisata itu, dalam Candi Naga dahulunya disimpan
peralatan upacara keagamaan yang dianggap suci. “Dahulu ada atapnya
tetapi bukan dari batu,” ujarnya. Mungkin dari konstruksi kayu dan
ijuk atau daun enau. Kompleks candi Penataran dahulunya bernama candi
Palah yang mulai dibangun sejak zaman Kediri, sampai zaman kerajaan
Singhasari namun baru selesai setelah zaman Majapahit. Oleh Raja
Jayanegara dari Majapahit yang memerintah tahun 1309-1328 M, candi
tersebut dikukuhkan sebagai Candi Negara.
Di belakang candi terpancung ini
berdiri candi induk yang tinggal palataran cawannya saja setinggi 7
meter dan sedikit elevasi lantai yang berundak-undak. Pengunjung
dapat naik ke pelataran dan cawan candi yang dindingnya diukir
relief yang menggambarkan cerita Ramayana dengan diselingi relief
medallion bergambar berbagai binatang dari burung, buaya, landak,
sapi, kancil, sampai kuda.
Di sebelah utara bangunan induk ini
terdapat batu batu berukir bekas reruntuhan candi induk tersebut
yang direkonstruksi. Namun menurut Bondan, masih dalam susunan
percobaan sehingga belum dapat diangkat ke tempat semula. Di sebelah
tenggara candi induk terdapat kolam dengan dinding berangka tahun
1337 Saka (1429 Masehi) terdapat relief cerita kura-kura sombong
yang ditolong burung bangau, namun akhirnya kura kura tersebut
menemui ajal karena kesombongannya. Sayangnya banyak pengunjung yang
terlewat mengamati bekas kolam tersebut. Warga Lodaya, Kabupaten
Blitar H Suryadi mengaku sudah ke Penataran dua kali tetapi
terlewati pula memperhatikan kolam dengan relief yang bercerita
masalah budi pekerti itu.
Untuk keperluan pengunjung solat dan ke
toilet disediakan fasilitasnya di sebelah utara bangunan induk dengan
air yang sejuk . Maklum ketinggian desa Penataran di lereng Gunung
Kelud ini sekitar 450 m di atas permukaan air laut dengan kehijauan
pohon pohon di sekelilingnya.
Pengunjung candi Penataran selama tahun
2013 rata-rata mencapai 17.300 orang tiap bulan, termasuk wisatawan
mancanegara 240 orang tiap bulan . “Bulan Juni sampai Agustus
biasanya banyak wisatawan mancanegara yang datang,” kata Bondan.
Agustus yang lalu pengunjungnya mencapai 17.500 orang lebih termasuk
420 orang wisman. Tak jauh dari candi induk terdapat tempat cetak
foto dari HP maupun memory card kamera digital. Tentu saja fasilitas
ini memudahkan pengunjung membuat kenang-kenangan foto berharga saat
itu juga. ***
Foto foto :
Candi Brawijaya. |
Candi terpancung dililit naga. |
Anak kecil tampak mengagumi candi. |
Relief cerita Ramayana dengan pertempuran pasukan kera melawan tentara raksasa Alengka. |
Candi Penataran dengan ratusan pengunjung. |
Rabu, 23 Oktober 2013
Pengunjung Candi Penataran Meningkat 39,5%
Blitar, Blogger
Pengunjung Candi Penataran di Kecamatan
Nglegok, Kabupaten Blitar tahun 2013 ini meningkat dibanding tahun
2012 yang lalu. Hal ini menggembirakan mengingat tahun lalu menurun
dibandingkan sebelumnya.
Bondan Siswanto petugas Balai
Pelestarian Cagar Budaya Trowulan di Penataran mengungkapkan Rabu
(23/10). “Malahan akhir-akhir ini banyak wisatawan man canegara
yang dating. Mereka dibawa pemandu wisata dari Yogyakarta maupun
dari Bali,” ujar Bondan yang semalam habis piket malam di candi
tersebut.
Disebutkan oleh Bondan selama tahun
2012 pengunjung candi Penataran yang ditemukan Letnan Gubernur
Jenderal Raffles tahun 1815 M itu mencapai 149.692 orang termasuk
wisatawan mancanegara 1.843 orang. Berarti rata-rata terdapat 12.474
orang pengunjung tiap bulan dengan wisatawan mancanegaranya 153 orang
tiap bulan.
Sedangkan selama tahun 2013 sampai saat
ini rata rata pengunjung candi resmi kenegaraan Majapahit abad ke
14 ini mencapai rata rata mencapai 17.403 orang tiap bulan termasuk
wisatawan asing 170 orang tiap bulan. Bila dihitung peningkatan
jumlah pengunjung tahun ini mencapai 39,5%. Sedang khususnya
wisatawan asing meningkat 11%. “Memang banyak wisatawan asing pada
umumnya meningkat pada bulan-bulan Juli, Agustus sampai September.
Itu waktu mereka liburan kayaknya.” Kata Bondan sambil menunjukkan
data selama Juli dan Agustus terdapat 638 wisatawan mancanegara,
terutama dari Eropa dan Amerika.
Diungkapkan dalam kompleks perandian
seluas 1,3 ha itu tidak jarang pengunjung local yang mengadakan
ritual malam hari. Mereka itu pemeluk agama Hindu yang berasal dari
Blitar bagian timur. Maka dari itu dari 12 petugas balai pelestarian
benda cagar budaya di Penataran ada giliran bertugas malam hari
sampai pagi jam 06.00. “Ini sudah belangsung lama sejak 1992,”
ujarnya.
Kamis, 03 Oktober 2013
Hanya 10% Anggota Pertuni Berpendidikan PT
Jakarta, Suara Karya
Hanya 10% jumlah anggota Persatuan Tuna Netra Indonesia (Pertuni) Cabang Jakarta Timur yang berpendidikan perguruan tinggi (PT). Karena itu dalam menggerakkan organisasi 5 tahun kedepan kualitas sumber daya manusia (SDM) Pertuni Jaktim harus ditingkatkan dengan berbagai pendidikan dan pelatihan.Sekretaris Pertuni Jaktim Dila dan kawan-kawannya sesama tuna netra. |
Para tuna netra menulis nama calon ketua yang dipilih. |
Ketua Pertuni Jaktim Yogi Madsoni sedang pidato |
Para tuna netra menulis dengan huruf braille nama kandidat ketua yang dipilih. |
Terpilihnya Madsoni memang diharapkan Dila Nuraini ( 28) yang merasa belum siap. Andri dan isterinya sesama tunanetra mengharapkan Madsoni yang begitu sabar dan transparan memimpin Pertuni Jaktim meneruskan menjadi ketua 5 tahun kedepan.
Anggota atau pengurus naik ke mimbar selalu dituntun anggota panitia yang melek. |
Para peserta Muscab Pertuni Jakarta Timur |
Selasa, 01 Oktober 2013
Banyak Dikritik, Revitalisasi Kota Tua Diteruskan
Jakarta, Suara Karya
Meskipun banyak kritik dan keluhan atas
perkembangannya sekarang, secara bertahap revitalisasi Kota Tua
Jakarta tetap diteruskan. Terutama menyangkut pembenahan semua museum
yang ada di Kota Tua, tetap disinergikan dengan revitalisasi kawasan
destinasi wisata tersebut.
Wakil Kepala Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan DKI Jakarta, DR Tinia Budiati menegaskan itu di Museum
Sejarah Jakarta (MSJ) Senin (30/9) usai rapat bersama kepala museum
Pemprov DKI Jakarta. Hadir Kepala Balai Konservasi Candrian
menjelang purnabaktinya, Kepala MSJ Enny Prihantini, Kepala
Museum Wayang Dachlan, para Kasudin Pariwisata dan Kasudin
Kebudayaan. “Dengan begitu pada saatnya nanti, semua museum di Kota
Tua telah siap melayani pengunjung, secara lebih baik,” tambahnya.
Kepala Unit Pengembangan Kawasan Kota
Tua, Drs Gatut Dwi Hastoro mengakui banyak pengunjung Kota Tua
yang mengeluh karena trotoar di Jl Lada disalahgunakan untuk lintasan
sepeda motor sehingga membahayakan pejalan kaki. Di trotoar Jl Lada
juga ada lampu lantai yang hilang dikhawatirkan kabelnya membuat
korsleting, Juga banyak yang menanyakan 3 gedung tua di sekitar Taman
Fatahillah yang dibiarkan atapnya berantakan sehingga merusak
pemandangan.
Gatut menegaskan masalah itu sudah pernah dibahas di tingkat Wali Kota untuk diatasi. Namun hingga sekarang belum ada realisasinya. “Kalau gedung Jasindo sudah dirapatkan di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Seharusnya tahun 2013 sudah direnovasi,” ujarnya. Sedangkan gedung Cipta Niaga yang atapnya ambrol didapat informasi sedang dalam perencanaan renovasi oleh Indonesia Trading Company. Satu lagi bangunan tak terawat milik PT Das Saat padahal aslinya gedung itu indah.
Gatut menegaskan masalah itu sudah pernah dibahas di tingkat Wali Kota untuk diatasi. Namun hingga sekarang belum ada realisasinya. “Kalau gedung Jasindo sudah dirapatkan di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Seharusnya tahun 2013 sudah direnovasi,” ujarnya. Sedangkan gedung Cipta Niaga yang atapnya ambrol didapat informasi sedang dalam perencanaan renovasi oleh Indonesia Trading Company. Satu lagi bangunan tak terawat milik PT Das Saat padahal aslinya gedung itu indah.
Menurut Gatut Master Plan Kota Tua
seluas 846 ha, memang dalam penyusunan baik dalam masalah luas
wilayah maupun nomenklaturnya. Dalam revitalisasi sekarang diutamakan
zona inti (zona 2 sekitar Taman Fatahillah) dan zona1yaitu Sunda
Kelapa dan Museum Bahari. Pemerintah Provinsi dalam hal ini dinas
terkait sedang memperbaiki lampu pencahayaan di Taman Fatahillah.
Menurut data di lapangan, sekitar 450
titik lampu lantai diganti. Senin yang lalu sudah selesai 250 titik
lampu. Sedangkan tempat pedagang kaki lima sudah dibangun oleh Dinas
Koperasi dan UMKM di deret di Jl Pos Kota, samping Kantor Pos dan di
sebelah barat Museum Sejarah Jakarta.
Menurut catatan pengunjung Kota Tua
Jakarta tahun ini meningkat 2 kali lipat dibanding 2 tahun lalu.
Diperkirakan pengunjung Kota Tua tahun 2011 rata-rata mencapai 3.606
orang per hari, maka tahun ini mencapai 7. 212 orang per hari. Karena
itu sekarang sedang dilakukan pembenahan oleh Pemerintah Provinsi DKI
Jakarta. “Sekarang sudah terlihat hasilnya walaupun tidak
sekaligus,” kata Kepala Seksi Pengembangan UPP Kota Tua, Norviandi.
Dikatakan, di Kota Tua ada 25 pemilik sepeda onthel dengan jumlah
sepeda yang disewakan 280 kendaraan. Namun jenis sepedanya harus
sesuai dengan julukan Kota Tua. Sepeda tandem dilarang.
Di Kota Tua berdiri lebih dari 100
bangunan cagar budaya dari abad ke 18 sampai awal abad 20. Gedung dan
bangunan tua itu merupakan daya tarik pariwisata karena juga memiliki
sejarah panjang. Di antaranya Toko Merah, Jembatan Kota Intan,
Galangan VOC , Menara Syabandar 1839 dan Masjid Keramat Luar Batang.
Belum lagi 5 museum di Kota Tua yakni Museum Sejarah Jakarta, Museum
Wayang, Museum Seni Rupa dan Keramik, Museum BI, Museum Mandiri dan
Museum Bahari.
Untuk menghitung pengunjung Kota Tua
dapat dilihat dari jumlah pengunjung Museum Sejarah Jakarta (MSJ).
Diperkirakan pengunjung Kota Tua 3 kali lipat pengunjung MSJ.
“Sebenarnya bisa mencapai 4 kali lipat. Soalnya pengunjung museum
hanya 5 jam. Sedangkan Kota Tua dari pagi sampai malam. Luasnya pun
puluhan kali lipat luas MSJ, ” kata Norviandi. Tercatat tahun
2011 jumlah pengunjung MSJ 400.572 orang, tahun 2012 meningkat 16%
menjadi 464.638 orang. ****
Langganan:
Postingan (Atom)